Banyak orang datang ke al-Hasan al-Basri untuk menimba ilmu yang luas. Mereka berkumpul di sekelilingnya untuk mendengarkan ceramah yang memang melembutkan hati yang keras dan membawa air mata ke mata orang-orang berdosa. Pada akhirnya, halaqah ini adalah halaqah terbesar di Basra, mampu menarik banyak jamaah, seperti bunga yang menarik kumbang, memancarkan kebijaksanaan yang dapat memikat hati, mereka meniru kepribadian lebih baik daripada aroma kesturi. Dengan demikian, al-Hasan al-Basri merupakan simbol keluasan wawasan dan limpahan ilmu.
Mengenai al-Hasan, Rabi' ibn Anas berkata, "Saya belajar dengan al-Hasan al-Bashri selama hampir sepuluh tahun, tidak sehari kecuali saya mendengar hal-hal yang belum pernah saya dengar sebelumnya." Muhammad Ibn Sa'ad berkata, "Al-Hasan adalah seorang ulama yang menguasai seluruh ilmu, saleh, tinggi, fiqh, amanah, kata-katanya menjadi referensi, jujur, ahli dalam ibadah, fasih, baik, dan tampan." Anas bin Malik juga pernah berkata, “Mintalah al-Hasan, karena dia hafal sedangkan kita lupa.” Qatadah juga berkata, "Saya tidak pernah membandingkan ilmu al-Hasan dengan ilmu ulama lain, kecuali saya menganggapnya lebih tinggi."
Sementara itu, Tsabit ibn Qurrati al-Hakim al-Harrani mencirikannya sebagai berikut, “Dia adalah bintang paling terang dalam ilmu dan ketakwaan, dalam asketisme dan wara' dalam iffah (kebersihan hati) dan kelembutan, dalam fiqh dan wawasan, dalam majlis-nya mengumpulkan berbagai orang. , yang mengambil hadits, yang lain mengambil takwil, yang satu mendengarkan halal dan haram, sementara yang lain mendengarkan narasi dalam fatwa, ini mempelajari hukum dan keadilan, yang lain mendengarkan ceramah dan nasihat. -disebut disiplin dia seperti laut yang berombak, atau seperti obor yang bersinar. Tak lupa sikapnya dalam menegur makruf-nahi munkar di depan penguasa, atau serupa dengan penguasa yang disampaikannya dengan bahasa yang lugas, dan dengan kata-kata yang jelas.
Ahmad Ismail al-Basit, seorang ulama Yordania, membagi masa kehidupan al-Hasan atas tiga periode, yaitu; (1) periode tahun 21-42 H; (2) periode 43-53 H; dan (3) periode 53-110 H. Periode pertama merupakan periode kehidupan al-Hasan di Madinah. Pada masa ini, ia banyak menimba ilmu, tidak hanya dari ibunya, melainkan juga dari sebagian sahabat. Pada periode kedua ia mulai melibatkan diri dalam berbagai peperangan dan penaklukan wilayah- wilayah baru. Pada saat yang bersamaan, ia juga bertemu dengan banyak sahabat Nabi SAW dan menimba banyak ilmu dari mereka. Dalam periode ini pula ia menjadi sekretaris Rabi’ ibn Ziyad al-Harisi (w. 53 H), seorang amir Sijistan, Khurasan (Persia). Periode ketiga ia habiskan waktunya di Basrah untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmunya.
Al-Hasan al-Basri banyak menerima hadits dari para sahabat dan tabi'in. Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa al-Hasan masih sempat bertemu dengan Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, dan Aisyah binti Abu Bakar. Beliau menerima hadits dari beberapa sahabat dan perawi hadits lainnya, seperti Ubay bin Ka'ab (wafat 19 H), Sa'id bin Ubadah, Umar bin Khattab, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Usman bin Affan, Abdullah bin Umar, Hamid at -Tawil, Yazid bin Abi Maryam, dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Hasan Bashri dikenal sebagai seorang ulama yang sangat mendalami ilmu fiqih dan kalam. Sebagaimana disebutkan di atas, 'Amr ibn 'Ubaid dan Wasil ibn Atha, keduanya tokoh mazhab Mu'tazilah, adalah murid-muridnya. Hasan al-Basri juga dikenal sebagai orator yang sangat brilian. Dalam khutbahnya ia mengajak masyarakat untuk mewaspadai tipu muslihat kehidupan duniawi. Salah satu nasehat beliau, “Jual duniamu dengan akhiratmu maka kamu akan mendapatkan keduanya. Jangan jual duniamu dengan akhiratmu, maka kamu akan kehilangan keduanya. Waspadalah terhadap tipu daya dunia. Dunia itu seperti ular, kulitnya lembut, tapi racunnya mematikan.” Dia dihormati sebagai 'alim dan wali di masa awal Islam.Hasan al-Basri mendirikan dewan zikir di Basra di mana murid-murid dan pengikutnya berkumpul.
Pada malam Jum'at awal Rajab tahun 110H/728 M, Hasan Al-Basri menjawab panggilan Robb-nya. Ia meninggal dalam usia 80 tahun. Warga Basra sedih, hampir semuanya membawa jenazah Hasan Al-Basri ke liang lahat. Hari itu di Basra tidak ada shalat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong dan tidak berpenghuni.
Karya-Karya Hasan Basri
Pendapat al-Hasan al-Basri ditemukan dalam berbagai kitab. Meskipun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang apakah ada tulisan yang ditinggalkan oleh al-Hasan al-Basri. Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H), misalnya, berpendapat bahwa al-Hasan al-Bashri tidak pernah meninggalkan satu kitab pun dan kita tidak pernah melihat kitab yang ditulisnya, sedangkan pendapat yang kita lihat saat ini disampaikan melalui riwayat. . nabi. ulama. muridnya.
Berbeda dengan Abu Zahrah, Ibnu Nadim berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri telah menulis kitab tafsir dan risalah sejumlah ayat berjudul al-'Adad atau 'Adad Ayi al-Qur'an al-Karim (Jumlah Ayat Al-Karim). Al-Qur'an). Risalah yang dia tulis adalah; (1) al-Ihklas (keikhlasan), (2). Risalah tentang tanggapannya terhadap Khalifah Abdul Malik bin Marwan; (3) Risalah Fada'il Makkah wa as-Sakan fih (Kebajikan Mekah dan Kedamaian di dalamnya), yang menurut Ahmad Ismail al-Basit adalah satu-satunya risalahnya (teks asli diedit oleh Dr. Sami Makki al-Ani, profesor budaya Islam di Universitas Kuwait, dan diterbitkan pada tahun 1980 oleh Maktabah al-Fallah, Kuwait); dan (4) risalah Faraid ad-Din yang naskahnya masih tersimpan di Maktabah al-Auqaf, Bagdad. Selain itu, di Maktabah Taimur, Kairo, masih terdapat beberapa naskah tersebut, yaitu Syurut al-Imamah (Syarat Pemimpin), Wasiyyah an-Nabi li Abi Hurairah (Kesaksian Nabi Muhammad kepada Abu Hurairah), dan al-Istigfarat al-Munqizat min. an-Nar (Berbeda Istigfar yang bisa menyelamatkan dari Neraka).
Untuk mengembangkan ilmu yang pertama kali diterimanya, ia membuka Madrasah al-Hasan al-Basri, yang merupakan forum khusus untuk berdiskusi dan di sinilah ia mengajarkan berbagai ilmu keislaman. Di antara murid-muridnya adalah Wasil ibn Atha (tokoh Muktazilah, w. 131 H), Amr ibn Ubaid (tokoh Muktazilah,w. 145 H), Ma'bad al-Jahani (w. 80 H), Gailan ad-Dimasyqi (w. 105 H), dan Qatadah ibn Di'amah as-Sadusi al-Basri (w. 118 H). Murid-muridnya yang lain adalah Hamid at-Tawil (ahli dan penghafal hadits, w. 143 H), Bakr ibn Abdullah al-Muzani (a Basrah faqih, w. 108 H), Sa'ad ibn Iyas (a Basrah faqih, w. .144 H), Malik ibn Dinar (seorang ulama dan zuhud, w. 127 H), dan Muhammad ibn Wasi' al-Azadi al-Basri (seorang ahli kirologi dan ulama Basra, w. 123 H)