"Mereka beranggapan bahwa sukses adalah jalan anak IPA. Saya tidak tega melihat mereka sedih jika saya masuk bahasa. Tapi makin ke sini, saya lihat bakat saya memang di bahasa. Buat apa di IPA kalau tidak ada passion di sana. Saya yakin sukses milik semua orang tanpa terkecuali."
"Jadi sekarang kamu ingin pindah bahasa? Apa kamu tidak takut bermasalah di SNMPTN?"
"Jika itu risiko yang harus saya tanggung, maka saya siap."
"Apa kamu tidak menyayangkan prestasimu di IPA?"
"Mau tidak mau saya harus meninggalkannya dan kembali ke jalan saya yang sebenarnya - yang sejati.", jawabku dengan nada tegas.
"Kami akan memikirkannya. Besok akan kami sampaikan"
"Terima kasih,"
Aku menyalami guru BKku dan berlalu meninggalkan ruangan BK dengan perasaan lega. Semoga saja, esok hari aku bisa duduk di kelas bahasa.
***
Pagi ini aku datang ke sekolah seperti biasa. Namun, ada hak yang berbeda, kali ini perasaanku benar-benar tidak bisa dikendalikan. Telingaku sudah memerah tidak sabar mendengar keputusan BK.
"Baik anak-anak sekarang buka LKS halaman tiga puluh! Kerjakan nomor satu sampai lima belas!" kata guru PPKnku memberikan tugas. Lagi-lagi tugas yang diberikan membengkak.