Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Hanif, Kisah Keterampilan Finansial pada Anak-anak

10 September 2024   20:48 Diperbarui: 11 September 2024   16:48 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanif sedang nonton pertandingan bola AFC Asian Qualifiers Indonesia vs Australia (Dokpri) 

Nama lengkapnya Ahmad Hanif Rabbani. Sapaannya Hanif. Dia cucu dari ayah saya dan anak kedua yang dilahirkan istri saya. Saat ini Hanif baru naik ke bangku SMP kelas 2. Dia lahir 13 tahun yang lalu, tepatnya 2011.

Setiap anak dilahirkan dengan karakter yang berbeda, termasuk Hanif. Namun tidak dapat juga dibantah bahwa suatu karakter dapat melekat pada sejumlah individu. Misalnya, Gaya hidup hemat. Tanpa melalui pembiasaan beberapa anak sejak dini sudah menunjukkan kehati-hatian dalam membelanjakan uang. Sebagian mereka telah memiliki sikap literasi finansial yang positif. 

Pada umumnya, anak-anak seusia Hanif relatif tidak berfikir untuk memasukkan uangnya dalam celengan. Mereka cenderung membelanjakannya sampai habis jika tidak dikontrol. Saat diberikan uang, anak-anak akan merasa bebas membelanjakannya. 

Hanif menunjukkan sikap keuangan yang tergolong hemat. Tentu dia bukan satu-satunya anak yang sudah mulai berpikir dan mempraktekkan gaya hidup hemat.

Sebagaimana anak-anak pada umumnya, Hanif memiliki jatah uang jajan setiap pagi saat hendak berangkat ke sekolah. Uang jajan itu tidak banyak, sekitar 15-20 ribu. Di sekolah, dia lebih sering menyisakannya atau tidak membelanjakannya sama sekali. Sikapnya itu membuat dia dikira tidak membawa uang jajan ke sekolah oleh gurunya.

Di samping uang jajan, saat hari raya biasanya Hanif mendapat uang lebaran dari kakek, paman, bibi, atau kerabat dekat.  

Uang jajan dan uang lebaran itu dikumpulkan dan disimpan. Dia menyimpan uangnya pada amplop, tas, kaleng, atau toples plastik. Saya beberapa kali menemukan sejumlah uang dalam amplop atau tas kecil yang terselip di bawah kasur.

Rupanya di sinilah kelebihan Hanif. Dia mampu menahan keinginan kecil untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar.

Hanif akan menggunakan uang itu untuk sesuatu yang sangat dia inginkan (bukan dibutuhkan). Saat masih duduk di bangku SD, Hanif memiliki sebuah sepeda butut. Dia rajin merawatnya. Beberapa bagian dipreteli dan diganti dengan spare part lain. Sebagian organ sepedanya dimodifikasi. Dia membiayai perawatan itu dari uang simpanannya.

Saat memasuki SMP pula dia minta dibelikan handphone tetapi saya tidak dapat memenuhi permintaannya. Beberapa bulan setelah itu kakaknya yang sedang kuliah mengganti handphone dengan spesifikasi yang lebih baik. Alasannya supaya lebih nyaman menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Sebenarnya saya tahu alasan utamanya ganti hape, agar lebih nyaman main game. Hanif mendapatkan warisan handphone lawas dari kakaknya. Itu sudah cukup membuatnya senang. 

Namun, namanya saja handphone bekas. Tidak lama berselang Hanif sering mengeluh karena gadget itu kerapkali bermasalah, mulai dari kerusakan touch screen, baterai yang sudah aus, hingga kinerja handphone yang makin lamban. Dia minta ganti atau dibelikan handphone baru. Sayangnya keinginan itu tidak serta merta dapat dipenuhi. Alasan klasik orang tua yang tidak (terlalu) kaya seperti saya tentu saja "belum punya uang". 

Rupanya Hanif cukup memahami kondisi keuangan orang tuanya. Dia tidak pernah mendesak saya sampai suatu hari saat pulang dari sekolah saya melihat sebuah kemasan handphone. Usut punya usut, ternyata Hanif baru saja membeli HP baru secara online. Dalam bulan yang sama Hanif juga membeli sebuah sepeda.

Kedua barang itu dibeli dengan uang tabungannya. Ini yang saya sebut dia menggunakan uangnya untuk membeli sesuatu yang dia inginkan. Hanif mampu meredam keinginan-keinginan kecil untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar.

Beberapa bulan berlalu dia kembali mengganti handphone dengan yang baru. Handphone sebelumnya diberikan kepada saya. Kebetulan handphone saya juga bermasalah. Jadi artikel ini saya tulis pada handphone pemberian Hanif. 

Saya tidak ingin menyebut berapa harga handphone dan sepeda itu. Namun nilai pembeliannya sudah cukup lumayan untuk anak-anak kampung seusianya.

Sebagaimana anak-anak pada umumnya, game menjadi bagian dari hari-harinya. Saya dan banyak orang tua tidak dapat memisahkan anak-anak dari aktivitas digital ini secara absolut. Saya hanya dapat membatasi dengan mengingatkan supaya dia menjeda aktivitas game itu dengan kegiatan yang lain.

Satu hal yang menarik bahwa handphone di tangannya tidak sekedar untuk keperluan game. Dia jualan pulsa. Satu dua tetangga kadang memanggilnya dari pintu gerbang untuk memesan pulsa. Sebagian ada yang bayar langsung, sebagian lagi pay later.

Rupanya jual beli pulsa tidak begitu menguntungkan. Dia mengeluh karena pelanggannya hanya minta transfer saja. Bayarnya bisa berhari-hari bahkan mingguan. Modalnya sebagian masih berada di saku pelanggan.

Merasa jual beli pulsa tidak begitu menguntungkan Hanif berubah haluan. Dia mencoba menjadi semacam broker akun game. Melalui komunitas game yang anggotanya terdiri dari anak-anak seusianya dia mulai usaha jual beli akun game. 

Sesekali dia memintai saya sejumlah uang untuk nombok pembelian akun. Saya juga tidak begitu paham bagaimana akun game diperjualbelikan.

"Harganya 200 ribu Pak. Nanti  bisa laku 300 atau 350 ribu," katanya meyakinkan saya suatu ketika. 

Di balik sikap hematnya Hanif memiliki sikap empati. Sekitar tiga atau empat bulan yang lalu adiknya terus merengek meminta sepeda baru. Rupanya dia tahu saya belum dapat memenuhi keinginan saudaranya. Sembari menyodorkan sejumlah uang Hanif menawarkan pinjaman uang untuk membeli sepeda untuk adiknya.

Literasi finansial memang keterampilan yang sangat diperlukan sejak dini. Saya sendiri sebenarnya tidak pernah mengajarkan Hanif bagaimana mengelola keuangan secara positif.

Banyak anak-anak seusianya telah menunjukkan literasi keuangan yang baik. Beberapa anak suka menabung, menunda keinginan sementara, atau bahkan bekerja untuk mendapatkan uang tanpa dipaksa orang tuanya. 

Seorang anak usia seusia Hanif yang tinggal di batas desa menunjukkan perilaku lebih suka bekerja. Ayahnya memiliki sebuah bengkel dan jasa pencucian  motor. Sepulang sekolah anak itu saban hari ikut bekerja sambil bermain membantu ayahnya mencuci kendaraan pelanggan yang datang. Sebagai imbalan dia berhak mendapatkan bayaran dari setiap motor yang dicucinya. 

Anak itu juga tidak sembarang mengambil jajanan yang dijual ibunya yang juga berjualan di tempat yang sama. Dia akan membayar setiap makanan atau minuman yang diambil dari dagangan ibunya. 

Bagi sebagian orang mungkin sikap ibunya terkesan pelit. Namun sebenarnya sikap itu merupakan cara mendidik anak untuk mengajarkan bahwa hidup ini merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan. 

Tentu masih banyak cerita tersembunyi dari kehidupan anak-anak yang luput dari kehidupan kita sehari-hari. 

Banyak anak-anak yang memiliki kemampuan menunda pembelian barang yang diinginkan demi mencapai tujuan finansial yang lebih besar.

Tanpa mengabaikan peran pendidikan, banyak anak-anak yang sejak dini sudah berfikir bagaimana menghasilkan uang dengan melakukan usaha kecil atau bekerja tanpa dipaksa orang tuanya.

Sejumlah anak-anak ternyata dapat mengembangkan kemampuan literasi finansial yang baik secara alami melalui pengalaman dan pengamatan. 

Melihat anak yang membeli jajan dari ibunya di atas merupakan bukti bahwa banyak di antara mereka yang sadar bahwa kasih saya orang tua tidak selalu ditunjukkan dengan memberi atau menerima. 

Di balik egoisme anak-anak, mereka juga memiliki keterampilan empati sebagaimana Hanif meminjamkan uangnya untuk pembelian sepeda  buat adiknya.

Lombok Timur, 10 September 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun