Namun, namanya saja handphone bekas. Tidak lama berselang Hanif sering mengeluh karena gadget itu kerapkali bermasalah, mulai dari kerusakan touch screen, baterai yang sudah aus, hingga kinerja handphone yang makin lamban. Dia minta ganti atau dibelikan handphone baru. Sayangnya keinginan itu tidak serta merta dapat dipenuhi. Alasan klasik orang tua yang tidak (terlalu) kaya seperti saya tentu saja "belum punya uang".
Rupanya Hanif cukup memahami kondisi keuangan orang tuanya. Dia tidak pernah mendesak saya sampai suatu hari saat pulang dari sekolah saya melihat sebuah kemasan handphone. Usut punya usut, ternyata Hanif baru saja membeli HP baru secara online. Dalam bulan yang sama Hanif juga membeli sebuah sepeda.
Kedua barang itu dibeli dengan uang tabungannya. Ini yang saya sebut dia menggunakan uangnya untuk membeli sesuatu yang dia inginkan. Hanif mampu meredam keinginan-keinginan kecil untuk mendapatkan keinginan yang lebih besar.
Beberapa bulan berlalu dia kembali mengganti handphone dengan yang baru. Handphone sebelumnya diberikan kepada saya. Kebetulan handphone saya juga bermasalah. Jadi artikel ini saya tulis pada handphone pemberian Hanif.
Saya tidak ingin menyebut berapa harga handphone dan sepeda itu. Namun nilai pembeliannya sudah cukup lumayan untuk anak-anak kampung seusianya.
Sebagaimana anak-anak pada umumnya, game menjadi bagian dari hari-harinya. Saya dan banyak orang tua tidak dapat memisahkan anak-anak dari aktivitas digital ini secara absolut. Saya hanya dapat membatasi dengan mengingatkan supaya dia menjeda aktivitas game itu dengan kegiatan yang lain.
Satu hal yang menarik bahwa handphone di tangannya tidak sekedar untuk keperluan game. Dia jualan pulsa. Satu dua tetangga kadang memanggilnya dari pintu gerbang untuk memesan pulsa. Sebagian ada yang bayar langsung, sebagian lagi pay later.
Rupanya jual beli pulsa tidak begitu menguntungkan. Dia mengeluh karena pelanggannya hanya minta transfer saja. Bayarnya bisa berhari-hari bahkan mingguan. Modalnya sebagian masih berada di saku pelanggan.
Merasa jual beli pulsa tidak begitu menguntungkan Hanif berubah haluan. Dia mencoba menjadi semacam broker akun game. Melalui komunitas game yang anggotanya terdiri dari anak-anak seusianya dia mulai usaha jual beli akun game.
Sesekali dia memintai saya sejumlah uang untuk nombok pembelian akun. Saya juga tidak begitu paham bagaimana akun game diperjualbelikan.
"Harganya 200 ribu Pak. Nanti bisa laku 300 atau 350 ribu," katanya meyakinkan saya suatu ketika.