Dalam konteks pembelajaran, penampilan anak-anak itu membuat saya percaya bahwa jika dibimbing dan dilatih dengan tepat akan memungkinkan mereka melakukan sesuatu dengan tepat pula. Fakta ini sejalan dengan ungkapan bahwa, "Tidak ada siswa yang bodoh. Mereka hanya perlu mendapatkan bimbingan yang tepat".
Bukanlah sesuatu yang mudah bagi anak-anak dalam memerankan tokoh nenek, seorang istri/suami, tokoh anak-anak dengan karakter yang berbeda, atau tokoh tertentu dalam sebuah seni peran. Untuk tampil di atas panggung, anak-anak itu memerlukan berbagai kemampuan yang diperlukan dalam seni peran.
Dari sisi akting, anak-anak itu terlihat mampu memerankan karakter dengan penampilan yang cukup meyakinkan. Mereka dapat menunjukkan penampilan yang cukup baik dalam hal dialog, ekspresi, dan gerak tubuh.
Kemampuan bermain peran anak-anak itu tentu tidak dapat disamakan dengan kemampuan anak-anak yang dibentuk dalam lingkungan profesional. Namun setidaknya anak-anak itu memiliki kemampuan awal dalam bermain seni peran.
Kompetisi tersebut tidak semata-mata bertujuan untuk mencari yang terbaik. Ini hanya sebuah pendekatan yang dilakukan untuk mendorong minat siswa dalam dunia seni peran yang selama ini identik dengan dunia para pesohor (artis profesional), dunia film, dan sinetron. Pengenalan dasar-dasar seni peran (teater atau drama) diharapkan dapat membangun daya imajinasi siswa sebagai bagian dari proses kreatif dalam dunia seni.
Nilai terpenting dari kegiatan semacam ini adalah membangun hubungan yang lebih positif antar siswa dari sekolah yang berbeda. Kegiatan semacam ini akan memperluas jaringan pergaulan siswa melalui cara-cara yang positif dan lebih bermakna.
Lombok Timur, 27 Juni 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI