Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kompetisi Seni Siswa SD Lintas Gugus Kecamatan Terara, Upaya Membangun Kolaborasi dan Kebersamaan

27 Juni 2024   23:52 Diperbarui: 28 Juni 2024   05:31 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Dokumen Pribadi (Diolah dari Canva)

Cuaca mulai dingin sore itu, Jumat, 21 Juni 2024. Tampak di halaman sekolah sejumlah orang tengah memasang terop. Beberapa guru dibantu beberapa siswa terlihat sibuk menyusun bangku panjang di bawah sebuah terop yang sudah selesai diinstall. Bangku-bangku itu rencananya akan dijadikan panggung.

Sejumlah siswa di ambang gerbang sekolah berhamburan turun dari kendaraan pickup yang mengangkut mereka. Sekumpulan siswa lain yang sudah datang lebih dulu tampak bercengkrama. Dua tiga orang siswa lainnya terlihat merakit dipan yang akan digunakan sebagai properti pentas drama.

Suasana ramai di SD Negeri 1 Embung Kandong hari itu dimanfaatkan sejumlah pedagang makanan membuka lapak di salah satu sisi halaman sekolah. Sekelompok siswa berkerumun di sekitar lapak penjual makanan dan minuman.

Dua malam anak-anak itu akan menginap. Mereka berasal dari tiga sekolah di Kecamatan Terara, Lombok Timur. Siswa itu berasal dari SD Negeri 2 Rarang Selatan, SD Negeri 1 Rarang,  dan SD Negeri 1 Embung Kandong sebagai tuan rumah.

Siswa-siswa itu datang untuk mengikuti kegiatan kompetisi pentas seni kecil-kecilan, kompetisi seni lintas Gugus Kecamatan Terara, Lombok Timur. Panitia yang sok nginggris menyebutnya dengan klausa Art Camp Competition (ACC) Sekolah Lintas Gugus. Tiga sekolah siap bersaing untuk menunjukkan kemampuan seninya khusus seni peran, drama atau teater.

Selama kegiatan siswa menginap didampingi guru masing-masing. Mereka tidur di ruang kelas. Dua bilik ruangan cukup untuk menampung siswa laki-laki dan perempuan secara terpisah.  Semua peserta berbaur. Sepanjang kegiatan mereka diupayakan melakukan kegiatan bersama. Siswa diarahkan untuk melakukan shalat berjamaah di masjid yang terletak beberapa meter dari sekolah. Mereka juga diupayakan makan bersama dan melakukan kegiatan kebersihan bersama. 

Pembauran itu bertujuan untuk menjalin keakraban antar siswa. Hal ini dilakukan agar kompetisi itu berjalan sehat dengan harapan siswa dari satu sekolah dengan sekolah yang lain tidak merasa sebagai lawan. Pada gilirannya pola ini dapat memperluas jaringan interaksi dan menjalin hubungan positif siswa antara sekolah yang satu dengan yang lain.

Secara finansial, penyelenggaraan kegiatan dibiayai bersama oleh sekolah peserta, orang tua siswa, dan sponsor mini market lokal, Everlen. Sponsor lainnya, distributor kartu panggilan dan layanan internet Tri salah produk Indosat. Kontribusinya berupa beberapa terop.

Pihak sekolah juga berkolaborasi dengan mahasiswa pegiat teater dari sanggar Teater Putih Universitas Mataram. Mahasiswa itu berkontribusi dalam penataan panggung, teknisi lighting, dan manajemen kegiatan. Anak-anak muda kreatif dengan semangat penuh energi itu datang sukarela tanpa pamrih apapun. 

Malam pertama kegiatan pentas dihadiri tiga kepala sekolah peserta. Hadir pula sponsor yang memberikan sumbangan untuk kegiatan tersebut. Di samping siswa, halaman sekolah cukup sesak dengan kehadiran masyarakat sekitar sekolah untuk pentas tersebut. Mereka seakan menemukan tontonan yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Ide kegiatan bersumber dari gagasan cemerlang salah seorang guru, Lalu Akhmad Tamlihan, bersama rekan-rekannya dalam komunitas seni, Sanggar Masmirah, yang dibentuknya waktu yang lalu. Melalui sanggar itu mereka aktif melakukan pelatihan dan pembinaan seni di beberapa sekolah yang meliputi tari, musik tradisional, nyanyi, teater, dan seni pantomim.

Pembentukan sanggar sebenarnya dilatarbelakangi oleh kerisauan mereka terhadap kurangnya pembelajaran dan minat seni di lingkup sekolah. Komunitas ini memiliki harapan sederhana sebagai wadah untuk menampung dan menggali potensi anak-anak di bidang seni dari berbagai sekolah sekitarnya sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.

Kegiatan kompetisi dibuka oleh kepala sekolah tuan rumah (SD Negeri 1 Embung Kandong). Pada kesempatan itu pula perwakilan sponsor menyampaikan sambutan. Sumbangan sponsor tidak saja berupa uang tetapi juga fasilitas terop, sound system, dan kursi.

Sebelum acara dimulai sekolah tuan rumah mempersembahkan beberapa aksi tari. Musik pengiring tarian dari suara sound system menggema di tengah perkampungan yang biasanya senyap. Gegap gempita suara menarik perhatian banyak orang.

Dua kelompok teater siswa dari sekolah yang berbeda menunjukkan aksi panggungnya pada malam pertama. Lakon teater diawali oleh siswa SD Negeri 1 Rarang, berjudul "Amaq".  

Lakon "Amaq" menceritakan tentang seorang Ayah yang tidak bertanggungjawab. Lakon dibuka dengan kehadiran tokoh Nenek renta sakit-sakitan yang tengah duduk di pinggir sebuah dipan reot. 

Setting panggung menunjukkan kehidupan Nenek berada dalam sebuah ruang yang mewakili kemiskinan. Dengan rias wajah dan ekspresi sakit-sakitan Nenek bergumam sendiri menyebut-nyebut anak laki-lakinya (ayah dari cucunya) yang tidak pernah pulang. Bersama cucunya Nenek berjuang sendiri melawan kesulitan hidup dan kemelaratan.

Beberapa saat kemudian cucu perempuan bungsunya muncul dengan aksi kocak dan tentu saja dengan sifat kekanak-kanakan. Dua cucunya yang lain datang dengan perilaku yang sama. Keadaan mulai tidak kondusif dengan kehadiran tokoh tuan tanah yang memaksa Nenek menjual sebidang tanah miliknya.

Adegan berikutnya ditandai dengan kepulangan sang Ayah bersama istri barunya. Dari sinilah permulaan konflik dimulai. Akhir kisah bermuara pada kesedihan setelah sang Ayah mengambil secara paksa surat tanah untuk dijual.

Lakon kedua berjudul "Tepemerarik", artinya "dinikahkan". Kata itu menyiratkan makna pernikahan yang dipaksakan oleh orang tua. Pemainnya dari SDN 2 Rarang Selatan.

Lakon "Tepemerarik" berkisah tentang kehidupan gersang sepasang suami istri. Kisah dimulai dengan adegan kegaduhan sejumlah anak-anak (diperankan siswa) yang sedang bermain game di teras sebuah rumah. Kegaduhan itu membuat pemilik rumah kesal dan mengusir anak-anak itu. Seorang laki-laki yang sedang tidur siang marah-marah membuat anak-anak itu bubar.

Kehidupan gersang keluarga itu tampak dalam adegan berikutnya yang ditunjukkan oleh percekcokan pasangan suami istri itu hari demi hari. Sang suami terus menerus mengulang-ulang penyesalannya atas pernikahan yang dipaksakan. Ditambah lagi dengan permasalahan hutang laki-laki itu kepada rentenir.

Sebagian tokoh dalam lakon "Tepemararik" diperankan oleh mahasiswa Teater Putih Universitas Mataram. Mereka menggantikan siswa yang tidak bisa ikut pementasan karena tidak diizinkan orang tuanya untuk menginap. Rupanya ini disebabkan karena kurangnya komunikasi dan sosialisasi kegiatan dari pihak sekolah kepada orang tua.

Pentas teater malam kedua memilih Lakon berjudul "Akah Bunut" artinya, akar beringin. Aksi yang diperankan oleh siswa dari SDN 1 Embung Kandong dibuka dengan ritual pemujaan di bawah pohon beringin. Dalam temaram lighting, terlihat bahwa setting panggung dan iringan musik dalam suasana penuh mistik.

Sekelompok jin penunggu pohon berkumpul setelah adegan tarian. Kumpulan jin yang diperankan anak-anak itu tampil dengan nama-nama lucu. Ada jin rempung treng (rumpun bambu). jin kasur, jin anggota dewan, dan jin WC. Bersama pemimpinnya kumpulan jin itu berbincang tentang permintaan manusia yang lucu, aneh-aneh, dan tidak masuk akal.

Adegan berikutnya sepasang remaja berjalan mengendap-endap dengan membawa kardus berisi bayi. Oleh Raja Jin bayi itu diberikan kepada sepasang suami istri yang muncul dalam adegan sebelumnya. Dalam adegan tersebut pasangan suami istri tersebut datang membawa persembahan dengan harapan segera memperoleh keturunan.

Sebagai media kritik sosial, lakon "Akah Bunut" ingin menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang bersandar kepada mitos untuk mencapai tujuan atau meraih keinginan tertentu. Cara pandang ini ditandai dengan kebiasaan masyarakat yang membawa persembahan ke pohon-pohon yang dipercaya sebagai tempat tinggal jin dan makhluk gaib lainnya.

Jika dikaitkan dengan cara berpikir pragmatis manusia moderen, ritual membawa persembahan pada dasarnya simbol dari perilaku sebagian orang yang mempunyai sikap pragmatis. Dalam beberapa hal, sikap ini cenderung menginginkan hasil yang cepat tanpa melibatkan proses yang lama. Perilaku ini masih tumbuh subur dalam kehidupan sehari-hari.

Itulah gambaran umum tentang kompetisi pentas seni (drama atau teater) dalam kegiatan yang dilakukan dengan peserta dari tiga sekolah. 

Sejauh ini, dalam berbagai pembahasan drama dan teater merupakan dua seni peran yang sering dipertentangkan. Kadang-kadang orang membuat dikotomi drama dan teater. Dilansir dari Kumparan, misalnya, dua seni peran itu dipandang memiliki perbedaan jika mengacu pada ciri-ciri spesifiknya, seperti, konflik, tema cerita, tempat pertunjukan, dan unsur lainnya. 

Sedangkan berdasarkan kutipan dari Gramedia, kedua istilah itu (drama dan teater) sering dipertukarkan. Dalam penjelasan tentang konsep teater, kata drama digunakan sebagai istilah kunci dalam penjabarannya.

Saya tidak memiliki pemahaman yang memadai untuk memberikan penilaian terhadap berbagai unsur yang termuat dalam sebuah seni peran drama atau teater. Namun secara umum, penampilan sebagian anak-anak itu cukup memukau penonton. Mereka terlihat berusaha menghayati perannya masing-masing. Tentu saja dengan segala keterbatasan mereka yang masih dalam tahap belajar.

Dalam konteks pembelajaran, penampilan anak-anak itu membuat saya percaya bahwa jika dibimbing dan dilatih dengan tepat akan memungkinkan mereka melakukan sesuatu dengan tepat pula.  Fakta ini sejalan dengan ungkapan bahwa, "Tidak ada siswa yang bodoh. Mereka hanya perlu mendapatkan bimbingan yang tepat".

Bukanlah sesuatu yang mudah bagi anak-anak dalam memerankan tokoh nenek, seorang istri/suami, tokoh anak-anak dengan karakter yang berbeda, atau tokoh tertentu dalam sebuah seni peran. Untuk tampil di atas panggung, anak-anak itu memerlukan berbagai kemampuan yang diperlukan dalam seni peran.

Dari sisi akting, anak-anak itu terlihat mampu memerankan karakter dengan penampilan yang cukup meyakinkan. Mereka dapat menunjukkan penampilan yang cukup baik dalam hal dialog, ekspresi, dan gerak tubuh.

Kemampuan bermain peran anak-anak itu tentu tidak dapat disamakan dengan kemampuan anak-anak yang dibentuk dalam lingkungan profesional. Namun setidaknya anak-anak itu memiliki kemampuan awal dalam bermain seni peran.

Kompetisi tersebut tidak semata-mata bertujuan untuk mencari yang terbaik. Ini hanya sebuah pendekatan yang dilakukan untuk mendorong minat siswa dalam dunia seni peran yang selama ini identik dengan dunia para pesohor (artis profesional), dunia film, dan sinetron. Pengenalan dasar-dasar seni peran (teater atau drama) diharapkan dapat membangun daya imajinasi siswa sebagai bagian dari proses kreatif dalam dunia seni.

Nilai terpenting dari kegiatan semacam ini adalah membangun hubungan yang lebih positif antar siswa dari sekolah yang berbeda. Kegiatan semacam ini akan memperluas jaringan pergaulan siswa melalui cara-cara yang positif dan lebih bermakna. 

Lombok Timur, 27 Juni 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun