Kemampuan literasi dipercaya sebagai kemampuan dasar yang dibutuhkan seorang individu dalam dalam mengembangkan keterampilan lainnya. Dilansir dari laman Direktorat Sekolah Dasar Kemdikbud Ristek, keterampilan literasi diandaikan sebagai keterampilan seseorang untuk menerima, mengolah, serta menyampaikan kembali informasi yang diterimanya.
Dalam konteks literasi di Indonesia, rendahnya kemampuan literasi dan numerasi merupakan salah satu isu pendidikan yang tengah menjadi perhatian berbagai pihak.
Masih dari sumber yang sama, Indonesia saat ini dianggap tengah mengalami krisis literasi. Dengan mengutip pernyataan sastrawan Taufik Ismail, bangsa Indonesia saat ini dalam kondisi "Rabun Membaca dan Lumpuh Menulis".
Kemal Seno melalui blog Kompas Muda, membuat kesimpulan tajam bahwa rabun membaca dan lumpuh menulis merupakan dua penyakit yang berhubungan satu sama lain. Rabun membaca, dapat diartikan sebagai malas membaca, mengakibatkan kelumpuhan untuk menuangkan ide secara tertulis.
Membaca dalam hal ini, bukan sekadar melafalkan kata demi kata atau membunyikan rangkaian kalimat dalam sebuah tulisan secara lisan. Membaca adalah sebuah proses pemahaman terhadap sebuah informasi, menganalisis kelebihan dan kelemahannya, memaknai pesan tersurat maupun tersirat, dan menyampaikan kembali informasi tersebut secara lisan maupun tertulis.
Selebihnya informasi yang bermanfaat dapat dijadikan rujukan untuk mengambil tindakan atau sikap tertentu dan menganulir informasi yang negatif atau informasi yang bersifat hoaks.
Kehadiran teknologi informasi sejauh ini telah membuat kita dikepung oleh begitu banyak informasi melalui media digital. Kepungan informasi tersebut membuat kita gelisah, marah, tertekan, dan amat mengganggu kondisi psikologis kita. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan kita untuk memilah dan memilih informasi yang berkembang.
Kasus korupsi timah yang membuat kerugian negara hingga mencapi 271 trilyun rupiah merupakan contoh nyata dari betapa parahnya kemampuan kita menerima informasi.
Akibat kasus itu dua nama selebritis Indonesia, Sandra Dewi dan Dewi Sandra, menjadi dua publik figur yang sering dipertukarkan sebagai bagian dari pusaran korupsi besar tersebut. Rendahnya kecakapan literasi itu membuat begitu marah melampiaskannya secara membabi-buta kepada orang yang tidak bersalah.
Belajar dari kasus tersebut wajar bangsa besar ini ditempatkan sebagai negara yang memiliki tingkat literasi yang sangat rendah. Kecenderungan kita sejauh ini adalah menerima secara bulat-bulat informasi yang beredar lalu demikian cepat mengambil kesimpulan tanpa pertimbangan yang jernih.