Dua orang siswa di sekolah saya beberapa hari sebelumnya pada salah satu kelas tidak masuk secara bersamaan. Mereka kakak beradik.
Sehari sebelumnya mereka juga pulang lebih awal. Alasannya, nenek kedua siswa itu meninggal dunia.
Pada hari yang sama, pagi-pagi sekali sejumlah ibu-ibu bergerombol berjalan di jalan depan sekolah.
Kepala mereka menjunjung baskom. Sebagian lagi menenteng wadah serupa.
Dapat dipastikan isi wadah itu beras atau gula yang dibawa menuju rumah duka.
Lokasinya tidak jauh dari sekolah. Apa yang dilakukan warga itu merupakan wujud bela sungkawa atas musibah meninggalnya nenek dua siswa tersebut.
Harga beras yang tengah mencapai harga dengan titik tertinggi tahun ini tidak membuat warga melewatkan kesempatan mengambil bagian untuk meringankan kesusahan sesamanya.
Beras mahal tetapi rasa empati tidak boleh padam.
Melayat merupakan tradisi masyarakat yang dapat kita temukan di mana-mana.
Tradisi ini termasuk berlaku umum pada semua kelompok masyarakat. Tidak saja di Nusantara melainkan juga di seluruh kelompok masyarakat di berbagai belahan bumi dengan pola yang berbeda-beda.
Dalam suku Sasak tradisi melayat ‘melihat mayat’ dikenal dengan istilah belangar atau langar. Bantuan (beras, gula, atau barang lain) yang dibawa disebut pelangar.
Di tempat yang berbeda disebut meserak (1). Di daerah Gunung Kidul dikenal istilah lelayu (2). Sedangkan suku Dayak Jalai, Kalimantan Barat, menyebutnya dengan manamburau. (3)
Secara umum semua sepakat bahwa, tradisi melayat merupakan kunjungan warga dan kerabat kepada keluarga yang mengalami musibah sebagai wujud empati atas kesedihan yang dialami.
Kedatangan ke rumah duka tidak lain sebagai bentuk belasungkawa atas musibah yang dihadapi sesama.
Mereka tidak sekadar datang. Warga terdekat biasanya datang lebih awal.
Tujuanya untuk membantu persiapan pemakaman, mendirikan tenda atau tetaring, membuat keranda, menggali liang kubur, atau menerima kedatangan pelayat lainnya.
Tetangga di sekitar biasanya menyiapkan makanan dan minuman untuk sahabat atau kerabat yang datang dari jauh.
Karena musibah itu menimpa masyarakat setempat, sekolah juga mengambil bagian untuk menunjukkan belasungkawa atas musibah itu.
Untuk itu sekolah menugaskan siswa yang rumahnya terdekat meminta beras seikhlasnya kepada orang tua masing-masing untuk disumbangkan kepada keluarga yang terkena musibah. Siswa boleh membawa segenggam, secangkir, atau sekantong plastik kecil.
Diminta menyumbangkan beras, kaki-kaki kecil itu berhamburan berlari menuju rumah masing-masing.
Karena rumahnya dekat, dalam belasan menit berlalu mereka sudah kembali dengan kantong plastik berisi beras. Beberapa orang siswa kembali tanpa membawa sesuatu.
“Saya nyumbang uang Pak Guru,” kata salah seorang siswa karena orang tuanya sedang bekerja di sawah.
Beberapa siswa lainnya juga melakukan hal yang sama dengan menyisihkan uang jajannya.
Jumlahnya tidak banyak tetapi itu merupakan salah satu cara merepresentasikan nilai cinta kasih yang bersifat universal.
Tradisi ini penting untuk diperkenalkan sebagai bagian dari upaya pemahaman siswa terhadap tradisi baik di masyarakat dan pembentukan karakter peserta didik.
Sekolah sebagai lembaga pembentuk karakter dapat menjadikan tradisi ini sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Cara sederhana ini penting dilakukan sebagai upaya membumikan rasa empati siswa.
Aksi siswa pengumpulan sumbangan itu setidaknya dapat menjadi bagian dari proses belajar tentang kehidupan sosial sebenarnya.
Kegiatan ini dapat menanamkan sikap kepedulian dan saling memberi sebagai wujud sikap empati.
Anak-anak tidak hanya memahami makna kata itu dalam pikirannya tetapi juga penting diwujudkan dalam tindakan nyata dan ekspresi yang sesungguhnya.
Dalam keseharian, setiap anak pasti memiliki pengalaman bagaimana orang tua dan masyarakat sekitarnya mengunjungi dan membantu tetangganya yang mengalami musibah.
Berdasarkan pengalaman tersebut, sekolah kemudian melakukan pengembangan sikap empati itu melalui aksi atau tindakan nyata.
Sisi lain yang penting dari kegiatan semacam itu adalah menumbuhkan jalinan hubungan yang lebih dekat antara sekolah dengan masyarakat.
Aksi atau kegiatan serupa seyogyanya menjadi bagian penting penyelenggaraa pendidikan di satuan pendidikan.
Mengapa?
Jika mengacu kepada kehidupan sosial, sekolah dan masyarakat dapat diandaikan sebagai hubungan dua tetangga.
Fakta ini membuat kedua belah pihak harus dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Inisiatif sekolah untuk mengajak siswa menggalang bantuan sebagaimana diuraikan di atas dapat menciptakan komunikasi antara kedua belah pihak.
Adanya komunikasi itu akan meningkatkan hubungan yang lebih dekat antara sekolah dan masyarakat.
Instrumen ini diharapkan dapat menghilangkan jarak sekolah dengan masyarakat. Ini juga dapat menjadi salah satu upaya saling mengenal, membangun rasa peduli, dan yang lebih penting menciptakan komunikasi yang lebih positif.
Apa yang dilakukan sekolah di atas merupakan upaya kecil pengembangan karakter, menjaga hubungan positif dengan masyarakat.
Lombok Timur, 22 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H