Mohon tunggu...
KANG NASIR
KANG NASIR Mohon Tunggu... Administrasi - petualang

Orang kampung, tinggal di kampung, ingin seperti orang kota, Yakin bisa...!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nasihat Guru untuk Murid yang Akan Nyalon Tetua

4 Februari 2018   16:21 Diperbarui: 23 Februari 2018   06:53 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi (tubasmedia.com)

Suatu hari, Aldi  datang ke rumah  Ki Anim, guru ngaji  dikala kecil, dan guru spiritual setelah Aldi dewasa dan menjadi orang sukses dikampungnya. 

Kali ini  kedatangannya bukan lagi ingin belajar ngaji, tapi minta nasihat dan do'a sehubungan tahun ini akan ada Pemilihan Tetua Kampung. Aldi berniat untuk ikut kontestasi pemilihan Tetua Kampung  yang akan dipilih oleh masyarakat  yang masih hidup di Desa dimana Aldi tinggal.

Setelah Aldi mengungkapkan niatannya, Ki Anim hanya manggut manggut  sambil menatap wajah Aldi.

"Jadi maksud kedatanganmu ke abah mau minta nasihat dan do'a karena mau nyalon yah", Ki Anim dengan menyebut dirinya abah bertanya kepada Aldi.

"Nggih bah", Jawab Aldi singkat.

"Hmmmmm", Abah bergumam sambil merapihkan peci putihnya.

"Begini saja", kata Abah

"Iya bah", Aldi menimpali.

"Abah akan selalu mendoakannmu jika kamu memang punya niat baik, soal pendapat Abah, minggu depan kamu kesini lagi, Abah mau minta petunjuk dari Allah".

"Insya Allah Abah, saya siap", jawab Aldi seraya menganggukkan kepala.

"Sekarang begini saja, Abah mau minta tolong, kira kira mau engga", Ki Anim bertanya.

"Siap, Insya Allah, Abah mau minta apa"

"Oh, Abah ngga minta apa apa,  cuma mau minta tolong".

"Siaaaaaap Abah, katakana saja"

"Itu Abah tadi di kirim duren sama MIA empat biji, sudah Abah makan satu, durennya uenak sekali, katanya sih geblugan dari kebun tetanggannya di Mancak",

"ya bah, emang tetangga MIA punya pohon duren"

"Nah, itu tinggal tiga buah, Abah minta tolong diantar ke anak abah  Meriyam dan istri muda abah , tau kan?, nyai Kemidah".

"Ohh  siap bah", Aldi menjawab.

"Tapi biar  cucu abah merasakan juga, tolong  dikasihkan buat anak abah 2 buah, Istri abah 2 buah dan kamu ambil satu buah, tapi jatah kamu nanti setelah semua diantar, ingat jangan kamu tambahin ya", ucap Ki Anim.

Ki Anim kemudian mengambil 3 buah durian yang masih diikat dengan daun aren, lantas diserahkan kepada Aldi.

Aldipun bergegas pamit dan membawa durian itu dengan sepeda yang ia tumpangi.

Sepanjang jalan Aldi berpikir, durian ada tiga, untuk anaknya abah dua, untuk istri muda abah dua, dan untuk dirinya satu, kan harusnya ada lima, padahal pesan Ki Anim,tidak boleh ditambah.

Sambil berpikir memecahkan masalah, Aldi tiba dirumahnya, bergegas ia turun dari sepeda seraya memanggil anaknya  Udin yang masih berumur 10 tahun.

"Diiiiiin, sini, ayo ikut ayah".

Udin keluar, girang bukan kepalang melihat ayahnya bawa durian dan bergegas mengambil durian  yang ada di sepeda ayahnya.

"Eeeehhhh nanti dulu, ini duren harus diantar dulu ke anak dan istri abah Anim, jatah Udin nanti setelah mengantar duren".

"Oh, ya udah ayo kita antar", kata Udin.

Aldi dan Udin  segera beranjak, tak lam kemudian, tiba didepan rumah Meriyam yang  dikelilingi dengan tanaman singkong. Sebelum memasuki halaman, Udin berhenti dan mengambil satu buah durian, lantas disumputkan di rerumputan yang ada di kebun singkong depan rumah Meriyam.

"Kok disumputin yah", Udin bertanya.

"Hus diam saja, kamu nanti didalam engga usah ngomong apa apa ya".

Aldi  menuntun sepedanya ke depan pintu rumah Meriyam, dilihatnya Meriyam sedang nyapu teras.

"Assalamualaikum teh", Aldi mengucapkan salam

" Wa'alaikum salam, eh Aldi, ada apa, kok tumben",  sahut Meriyam.

"Ini teh ada amanat dari abah, dua buah duren, mohon diterima ya teh"

"Olaaaah, Alhamdulillah, ya sudah taruh disini", kata Meriyam

Aldi kemudian menurunkan durian, ditaruh ditempat yang ditunjuk Meriyam.

"Begini ya, teteh ngahaturkeun nuhun pisan, kamu sama si kecil ini cape cape nganter ke rumah tetah", ujar Meriayam sambil mengelus kepala si Udin.

"Nah, ini teteh cukup satu saja, yang ini buat Udin yah",  Meriyam menyerahkan satu buah kepada Udin. Udin sangat senang.

"Terimakasih bu" kata Udin sambil menerima durian.

Aldi dan Udin kemudian pamit meninggalkan rumah Meriyam. Keluar dari rumah, Aldi kemudian mengambil kembali durian yang tadi disimpan dikebun dan bergegas menuju rumah Nyai Kemidah, istri muda abah,

Sesampainya di depan rumah Nyai Kemidah, diturunkannya dua durian yang ada, tapi Udin protes.

"Ayah, ini kan punya Udin satu", kata Udin.

"Iya nanti, kan pesen abah, Udin nanti kebagian kalau sudah diantar semua",

Udin manggut manggut.

Saat Aldi dan Udin berbicara, Nyai Kemidah keluar dari rumah. Aldi terkejut, hawatir pembicaraanya dengan Udin terdengar.

"Assalamualaikum Nyai", sapa Aldi sambil mencium tangan nyai Kemidah.

"Ini nyai, ada amanat abah, Aldi disuruh nganter dua durenn  untuk nyai, mohon diterima", kata Aldi seraya menyerahkan durian itu.

"Oh ya, Abah bikin repot orang saja ya Aldi, ini Udin kan?, sahut Nyai.

"iya Nyai", Udin mencium tangan Nyai.

"Begini ya nak, ini sudah Nyai terima, tapi nyai kan tinggal sendirian, jadi yang satu bawa saja buat Udin ya", kata Nyai Kemidah.

"Subhanallah Walhamdulillah", Aldi tertegun sejenak, ahirnya amanat sudah tersampaikan sesuai yang diinginkan Abah.

Tiga hari kemudian, giliran Ki Anim pulang ke rumah istri muda. Namun sebelumnya, Ki Anim mampir dulu ke rumah anaknya Meriyam.

"Eh Abah, Assalamualikum, masuk bah", kata Meriyam setelah tahu kedatangan Abah.

"Walaikum Salam, ngga usah nak, Abah Cuma mau tanya, apakah titipan abah sudah nyampe", sahut ki Anim.

"Oh sudah bah, durian kan?", Meriyam menjawab.

"Iya, berapa yang dikasihkan"

"Dua buah bah, tapi karena Meriyam kasihan sama  anaknya Aldi,  saya kasihkan satu untuk anaknya Aldi, engga apa apa kan bah".

"Alhamdulillah, ternyata anak abah, anak yang Sholihah dan memperhatikan sesama", kata Abah sambil memeluk Meriyam lantas pamit untuk pulang ke rumah Nyai Kemidah.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Ki Anim saat tiba dirumah.

"Nong, durennya sudah diterima?", tanya Ki Anim

"Oalaah baaah, kasihan itu si Aldi, jauh jauh datang nganter duren dua buah, tapi maaf ya bah, saya kasihkan yang satu buat yang nganter". Jawab Nyai Kemidah.

Ki Anim manggut manggut  setelah tahu apa yang diamanatkan sudah sampai dan sesuai dengan keinginannya. Ki Anim tidak mau tahu bagiamana caranya Aldi membagi tiga durian hingga bilangannya sesuai dengan pesan yang disampaikan.

Satu minggu seperti yang di janjikan, Aldi kemudian datang ke rumah Ki Anim. Kedatangan Aldi, sudah difahami Ki Anim yakni Aldi bermaksud minta petuah atau nasihat sehubungan dengan rencana pencalonannya. Aldi duduk bersila dihadapan Ki Anim.

"Aldi, Abah nggak banyak nasihat ya, menurut Abah kamu sudah layak jadi pemimpin", kata Ki Anim mengawali nasihatnya.

Tentu saja Aldi merasa bangga, tapi kok semudah itu Abah memberikan penilaian, gumam Aldi dalam hati.

Belakangan Aldi tahu, bahwa apa yang dilakukan Ki Anim  minta Aldi mengantar durian itu bukan semata mata minta tolong, tetapi ingin menguji soal kejujuran dan cara bertindak yang  benar dalam rangka mencari solusi terhadap suatu permasalahan. 

Ki Anim kemudian bercerita bahwa apa yang Ki Anim perintahkan itu tak lain ingin tahu bagaimana jika Aldi nanti jadi seorang pemimpin bisa menjalankan amanat dengan benar walaupun dalam kenyataannya apa yang diinginkan oleh masyarakat --misalnya-- tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tetapi jika pintar mencari solusi, sesulit apapun pasti bisa melaksanakan amanat itu dengan tidak   menyalahi aturan.

"Jadi intinya, kamu telah lulus ujian dari abah",

"Satu lagi harus dicamkan ya"

"Apa itu bah", sela Aldi.

"Jadi calon pemimpin itu harus ber-ahlaqul karimah, harus bisa melihat badan sendiri", ucap Ki Anim.

"Iya bah, Insya Allah".

"Jangan sampai kamu mencela orang lain, ngewadani wong lian jereh bahasa Cilegone mah"

"Intinya  jangan melihat diri kita lebih baik dari yang lain, itu sama saja dengan setan yang menganggap dirinya lebih baik dari manusia, Setan itu sombong lantaran dibuat dari api, sedangkan manusia dibuat dari tanah".

"Berpikirlah dengan hati yang jernih, jangan melihat orang lain dari segi negatifnya sebab siapa tahu kamu juga dulu "tukang mabok", demikian nasihat Ki Anim.

"Oh, iya, kamu juga harus ingat, harus tetap Eling lan waspodo, sebab ketika kamu sudah mendaftar sebagai Calon Tetua, pada dasarnya untuk saat ini kamu juga sudah mendaftar ke KPK", imbuh Ki Anim

"Amiiiin, Insya Allah!", jawab Aldi setengah kaget mendengar KPK disebut-sebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun