Inilah rupanya yang membuat Arik pusing memikirkannya, tapi ini adalah amanat yang harus disampaikan sesuai dengan pesan Pak Kyai “tidak boleh di tambah atau dikurangi”, seberat apapun amanat harus disampaikan.
“Bismillahirohmanirrohim, saya yakin Allah akan memberi petunjuk”, ucap Arik sambil mengangkat tiga buah durian itu berangkat bersama anaknya yang berusia 8 tahun ke rumah Nyai Jenab dan Meriyam yang jaraknya kurang lebih 1 km dari rumah Arik ditempuh dengan jalan kaki .
Sepanjang jalan, tidak ada lain yang dipikirkan Arik kecuali bagaimana cara membaginya agar sesuai dengan pesan pak Kyai. Samar samar dari kejauhan rumah Nyai Jenab sudah kelihatan, tapi belum juga ketemu bagaimana cara menyampaikannya, namun setelah sampai di depan rumah nyai Jenab yang penuh dengan tanaman singkong, tiba tiba Arik berhenti, satu buah durian di taruh di sela sela tanaman singkong yang ada diluar pagar rumah, sementara yang dua buah di bawa ke rumah Nyai Jenab.
“Assalamualaikum”, ucap arik sambil mengetuk pintu,
“Waalaikum Salam”, terdengar suara ibu ibu yang lembut menyahut dari dalam rumah.
Setelah pintu dibuka, seketika Nyai Jenab menyapa;
“Aih nak Arik, lama ngga kelihatan, ayo masuk”, Nyi Jenab mempesilahkan masuk.
“Nyai cukup disini saja”, jawab Arik.
“Ya sudah, ayo duduk di amben ini saja kalau begitu”, kata Nyai Jenab sambil menunjuk sebuah amben yang ada diteras rumah.
Nyai Jenab, Arik dan anaknya kemudian duduk di amben itu.
“Begini nyai”, kata Arik sambil menyeka keringat dan mengusap keringat anaknya juga,