Mohon tunggu...
Moch. Marsa Taufiqurrohman
Moch. Marsa Taufiqurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum (yang nggak nulis tentang hukum)

Seorang anak yang lahir sebagai kado terindah untuk ulangtahun ke-23 Ibundanya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Inspirasi untuk Mulai Beraksi dan Berprestasi

25 Januari 2019   09:23 Diperbarui: 25 Januari 2019   09:30 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: echo.co.uk

INI merupakan kisah nyata kehidupan mahasiswa perantau, sebuah kisah yang tak jarang bisa muncul jutaan cerita yang manis, fantastis, romantis hingga beringis. Kisah ini sejatinya menceritakan bagaimana rasanya hidup sendiri, menghadapi masa-masa depresi, frustasi, bahkan hidup tanpa motivasi namun tetap ingin berjuang untuk berkreasi dan berprestasi.

Perkenalkan, nama saya Marsa, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember yang memasuki semester ketiga. Teman-teman di kampus memberi saya gelar sebagai "Single Fighter". Memang sekilas kedengarannya sebuah gelar yang keren, padahal gelar tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengisyaratkan bahwa saya adalah seorang......... "Jomlo". Bisa dibayangkan sendiri bagaimana kehidupan mahasiswa perantau yang jomlo, tidak begitu mengenaskan sih, namun cukup memprihatinkan.

Selain memiliki gelar tersebut, saya memiliki pekerjaan sampingan sebagai penulis bebas, ya memang sebuah pekerjaan yang cocok sebagai seorang jomlo, sebuah pekerjaan sekaligus ajang peratapan nasib diri.

Tapi jangan salah sangka, tulisan ini bukanlah sebuah curahan hati seorang mahasiswa perantau (yang juga jomlo) yang ingin meminta belas kasihan sekaligus mempromosikan dirinya supaya "laku", melainkan sebuah kisah inspirasi untuk seluruh masyarakat Indonesia untuk terus berkarya, berkreasi dan berprestasi.

Domisili asli saya berada di Banyuwangi, satu tahun tiga bulan yang lalu saya memutuskan untuk melanjutkan studi di Jember. Beberapa orang mengatakan bahwa telalu alay jika menyebut mahasiswa dari Banyuwangi yang kuliah di Jember sebagai perantau, karena mungkin jarak yang tidak begitu jauh, yakni hanya tiga jam perjalanan.

Cukup terkejut sebenarnya, ternyata ada juga ambang batas untuk dapat disebut sebagai seorang perantau. Mungkin di masa yang akan datang bakal ada proses verifikasi untuk disebut seorang perantau, setelah lulus verifikasi mereka pun akan mendapatkan Kartu Tanda Perantau.

Namun apapun itu, saya tetap menyebut diri saya sebagai sorang perantau. Ini pun bukan berarti tanpa alasan, karena saya beranggapan bahwa tidak ada ambang batas jarak untuk dapat disebut perantau. 

Berapa pun kilometer jauhnya tempat dia berjuang, asalkan dia merasa tidak lagi berada pada zona nyamannya, tidak lagi berada pada sebuah kotak yang berisi kemanjaan, tidak lagi berada sebuah ruangan yang selalu memberikan semua yang diinginkan tanpa sebuah usaha yang berarti, dan dia sedang berusaha untuk berjuang menghadapi hal tersebut, maka dia sudah dapat disebut sebagai perantau.

Walau berjuang sendiri, jangan sekali-kali mencoba bunuh diri

Menjadi seorang perantau dan berstatus mahasiswa bukanlah sebuah hal yang mudah, selain berjuang sendiri, saya pun di hadapkan dengan berbagai cobaan. Dan cobaan paling umum yang menjadi ujian terbesar bagi seorang mahasiswa perantau adalah ketika dihadapkan dengan kosongnya lembaran rupiah yang ada pada dompet dan semakin sedikitnya digit angka yang tertera pada mesin ATM.

Seperti halnya saya yang tinggal di indekos, tak semua mahasiswa perantau dapat mengatur uang bulanannya dengan baik. Ini bukan perihal banyak atau sedikit uang yang diberikan orang tua, namun bagaimana kita bisa bijaksana dalam mengelolanya. Mahasiswa perantau diwajibkan untuk mati-matian dalam mencari solusi ketika uang bulanan semakin menipis, atau di saat orang tua telat untuk mengirim uang bulanan. Ketika situasi seperti ini terjadi, maka yang sering muncul adalah kata-kata rindu dan pulang yang sering terngiang di kepala.

Saya pernah mendengar orang bijak bilang "Berjuang sendiri, sama saja seperti bunuh diri", namun tak selamanya pernyataan tersebut berlaku di semua keadaan. Walau berjuang sendiri jangan sampai mencoba untuk bunuh diri. Karena mengapa? Jujur saya adalah mahasiswa yang dilahirkan dari keluarga yang biasa-biasa saja, bahkan uang bulanan saya jika dibagi per harinya hanyalah seharga satu porsi sekali makan. Namun saya masih tetap dapat hidup, bahkan memiliki tabungan.

Kok bisa? Bisa, karena saya tidak pernah mencoba bunuh diri. Jadi maksud bunuh diri disini adalah jangan sampai membiarkan diri kita untuk terlarut dan terjebak dengan seburuk apapun situasi kita. Kita punya otak yang dapat digunakan, dan memiliki tenaga untuk dimanfaatkan.

Maka yang saya melakukan banyak hal agar keluar dari kondisi sulit ini. Bersyukur saya diberi keahlian oleh Tuhan untuk data merangkai kata-kata menjadi sebuah tulisan, mengikuti lomba-lomba blog dan karya tulis lainnya serta memenangkannya berhasil membantu saya di perantauan.

Jangan sampai bunuh diri karena tak ada yang bisa diandalkan selain diri kita sendiri. Setiap manusia diberi kekurangan dan kelebihan, dan manusia terbaik adalah yang bisa memanfaatkan kelebihannya secara baik. Memanfaatkan kelebihannya menjadi sebuah karya yang dapat menunjang kehidupannya sekaligus menjadi manfaat bagi orang lain.

Bang Zul, Fotografer difabel yang berhasil Buka perhatian media internasional Aljazeera

(bosmurah.com)
(bosmurah.com)
Ternyata saya belum ada apa-apanya dan belum pantas dijadikan panutan untuk berjuang, saya hanyalah manusia yang kebetulan sedikit bisa memanfaatkan apa yang menjadi kelebihan saya. Yang lebih keren adalah ketika kita bisa mengkordinasikan kekurangan dan kelebihan tersebut menjadi sebuah karya. Ini adalah cerita dari Bang Zul, seorang yang selama ini berhasil menginspirasi saya, sesorang yang bisa memperlihatkan kelebihannya dibalik kekurangan yang beliau miliki.

Bang Zul memiliki domisili asli yang sama dengan saya yakni Banyuwangi. Achmad Zulkarnain, begitulah nama panjanganya, dilahirkan dengan tangan dan kaki yang kurang sempurna, tidak seberuntung manusia normal lainnya. Namun hanya dengan sebuah kamera, beliau dapat menghasilkan karya-kaya yang ciamik dan berhasil menjadi seorang fotografer handal.

Puncaknya ketika dia mendapat sorotan dari media internasional asal Inggris, Aljazeera. Melalui video yang diunggah di twitter Aljazeera, warganet dunia pun berhasil dibuat kagum dengan kemampuan yang beliau miliki. Bukan hanya dapat mengotak-atik kamera, namun beliau juga bisa memainkan berbagai alat musik, seperti piano bahkan gendang dan tabla.

Hikmah yang dapat saya ambil perjuangan beliau bukan sekedar bagaimana cara kita bersyukur kepada apa yang kita miliki. Lebih daripada itu, kita dituntut untuk berjuang dan berkarya dengan apa yang kita miliki juga, dengan cara kita sendiri.

Karena jika dilihat secara logika, hampir mustahil seorang tanpa tangan dan kaki menghasilkan sebuah karya, bahkan dengan hasil jepretan yang luar biasa. Mulai dari mendorong kamera ke wajahnya, mengubah ISO, mengatur focus dan zoom, menggunakan mulutnya untuk menghidupkan dan mematikan kamera, bahkan menggunakan kulit lebih di ujung tangannya untuk menekan tombol shutter. Meski Bang Zul memiliki kekurangan sedemikian rupa, Bang Zul tidak pernah merepotkan orang lain. Bahkan untuk menuju lokasi pemotretan pun beliau lakukan sendiri, dengan motor yang beliau modifikasi sendiri membawa Bang Zul berkarya dengan mandiri. 

Ya! Jawabannya adalah Bang Zul berhasil menemukan caranya sendiri untuk menghasilkan karya.

"Saya memiliki cara sendiri untuk melakukan sesuatu. Saya tidak ingin orang melihat gambar saya dan memikirkan siapa saya. Saya hanya ingin melihat kreativitas saya"

Begitulah apa yang dikatakan Bang Zul. Seekor burung saja yang tidak memiliki akal sesempurna manusia, dapat bangun tidur dan pergi dalam keadaan lapar, namun berhasil kembali dengan keadaan kenyang bahkan masih dapat membawa makanan untuk anak-anaknya. Jika seekor burung saja bisa, mengapa kita tidak? Kita pasti memiliki cara sendiri untuk berkarya, berkreasi dan berprestasi.

"Jika seseorang itu menginginkan untuk menjadi yang terbaik, maka hapuslah pikiran bahwa kita itu adalah sesorang penyandang cacat. Untuk menjadi yang terbaik itu tidak harus sempurna," Bang Zul

Menyusun formasi dan strategi untuk menembus ambisi

Mungkin pembaca bertanya-tanya, mengapa kita harus berprestasi dan berkreasi, bukankah hidup mengalir apa adanya itu jauh lebih baik? Lebih enak kuliah, terus pergi nongkrong, kuliah lagi terus pulang, kemudian lulus kuliah cari kerja dan dapat kerja yang penting cukup untuk hidup, apalagi hidup kita semua kan sudah ada yang mengatur? Apa sih gunanya mau capek-capek mengeluarkan tenaga, memeras keringat, menguras otak hanya untuk sesuatu yang disebut dengan "berkarya" ?

Ternyata tidak sesempit itu, manusia memang harus dan wajib berkarya, karena apa? Karena kita memiliki otak. Karya adalah hasil olah rasa, hati, serta pikiran. Binatang punya rasa dan hati, tapi mereka tidak punya pikiran. Jadi dapat disimpulkan jika kita tidak berkarya kita sama saja dengan binatang.

Kok sekasar dan sekejam itu? Iya ini memang faktanya! Kalau kata Buya Hamka pernah bilang, "Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup" Artinya disini apa? Artinya adalah Eksistensi manusia ditentukan oleh karyanya. Descrates bilang "I think, therefore I am" nah ini dia! Kita berkarya maka kita ada.

Lalu kita harus memulai dengan apa?

Langkah pertama adalah dengan Buka formasi dan strategi. Kita tentukan, kita lihat apa yang kita miliki, segala apa yang menjadi kelebihan kita dan menjadi produktif itu tujuannya. Formasi dan strategi harus disusun dengan baik, berkarya tanpa berencana sama saja seperti tidak melakukan apa-apa.

Dan formasi serta strategi utama yang harus kita susun pertama kali adalah Perjelas Ambisi Kita di Masa Depan. Kita perlu menentukan dan meluruskan apa ambisi masa depan yang hendak kita capai, membangun semangat meraih ambisi masa depan agar berjalan di jalur yang tepat. 

Hilangkan semua pikiran dan fokus yang membuat kita menjauh dari bingkai mimpi masa depan yang sudah dibangun. Dengan membangun formasi dan strategi yang baik, proses berkarya kita akan terarah, hingga puncaknya kita dapat menembus ambisi kita kelak.

Membuang gengsi demi meraih prestasi

Tak jarang karena gengsi membuat kita terhambat untuk berkarya. Seringkali juga kita malas untuk berusaha, kita gengsi untuk susah, hanya agar kita terlihat selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan tanpa bersusah payah.

Banyak juga dari mereka yang gengsi untuk berkarya hanya karena takut gagal, banyak juga dari mereka yang gengsi untuk berkarya hanya karena takut untuk dicemooh. Memang terkadang berkarya juga sering membuat kita dicemooh, diragukan, digunjing, dikhianati bahkan oleh orang terdekat sekalipun.

Gengsi sejatinya akan membendung usaha kita dalam memperlihatkan kehebatan kita. Jadilah diri sendiri, berkaryalah sesuai apa yang kita inginkan, bukan orang lain inginkan. Berani melakukan yang benar tanpa merugikan, daripada gengsi kemudian menutup dan membatasi diri apalagi melakukan hal yang salah dan justru memalukan. Jadi buanglah gengsi dan mulailah berprestasi!

Berani berspekulasi meski terkadang mengalami turbulensi

Setelah menetapkan strategi dan membuang gengsi, langkah selanjutnya adalah eksekusi. Beranilah untuk Buka Spekulasi, artinya disini jangan pernah takut untuk mencoba. Karena hal yang terpenting dalam berkarya adalah sanggup melihat peluang dan berani mengambil resiko.

"Di dalam hidup ini, kita tidak bisa berharap segala yang kita dambakan bisa diraih dalam sekejap. Lakukan saja perjuangan dan terus berdoa, maka Tuhan akan menunjukkan selangkah demi selangkah," Merry Riana

Memang sih bayang-bayang dari kegagalan tidak bisa dihindarkan, boleh saja kita takut gagal namun sekali-kali jangan pernah takut untuk mencoba. Sebab kegagalan adalah sebuah proses menuju suatu keberhasilan. 

Jangan pernah takut dengan kegagalan, tapi takutlah akan kesempatan yang hilang. Kita tidak akan bisa melompat jauh dengan cara langsung maju ke depan, tapi harus mundur terlebih dahulu ke belakang, barulah lompatan kita akan jauh. Jangan pernah takut mencoba karena takut gagal, karena ketakutan untuk mencoba itulah yang justru pantas disebut dengan kegagalan.

Meski sering kalah, meski sering salah, meski sering mengalami turbulensi, tetaplah terbang. Tetap berjuang melawan badai, karena di balik badai petir akan ada cerahnya cahaya matahari yang akan menyambut. Karena yang pasti adalah akan selalu ada pelajaran dari sebuah kegagalan.

Pada akhirnya menjadi konsisten untuk berkarya adalah tujuan utamanya, sebab tak lelah untuk mengingatkan bahwa eksistensi manusia ditentukan oleh karyanya, seberapa besar dia dapat bermanfaat bagi orang lain.

Sleeping only for winner, Tidur hanyalah untuk pemenang. Kita punya otak di kepala kita, kita punya kaki, kita dapat mengarahkan tubuh kita kemanapun yang kita inginkan, bahkan kita tahu apa yang kita ketahui. Kitalah yang memutuskan kemana kita akan berarah.

Ciptakan kelasmu sendiri!

Yuk temukan tulisan dan kisah inspiratif lainnya di sini :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun