"Kantor lagi sibuk ya? Sampai lembur gini," kataku pada Diah.
"Iya, saya karyawan baru," jawab Diah.
"Oh gitu," balasku santai.
"Diah nggantiin sekertaris lama Bos, seharusnya sekertaris lama Bos yang ngejelasin kerjaan ini, tapi orangnya udah keburu ke luar kota, jadi aku yang jelasin," kata Johan dengan sedikit nada kesal.
"Namanya juga kerjaan Jo," kami bertiga tertawa cair. "Ya udah lanjutin aja,"
"Udah kelar kok," jawab Johan singkat.
Kami bertiga tidak bicara banyak, hanya tentang ini dan itu. Menikmati kopi kami masing-masing. Johan sibuk dengan telepon genggam miliknya, Diah yang entah, sibuk dengan catatan-catatannya yang mungkin tentang pekerjaan, sedangkan aku diam dan sibuk berfikir. Aku memperhatikan Diah, yang duduk di depanku, tertunduk pada lembar-lembar kertas putih. Sesekali ia menggenggamkan jari-jarinya yang lelah. Ia tampak sibuk tapi seperti memperlihatkan dirinya yang sedang baik-baik saja. Hujan masih deras, Johan menerima telepon yang tidak bisa diabaikannya.
Sekarang aku sendirian bersama Diah. Sudah sangat lama tapi tiba-tiba perasaanku bergejolak ke masa SMA. Tempat manusia dengan bebas mencintai dan melakukan hal-hal bodoh yang menjadi bahan candaan di masa depan. Diah meletakkan alat tulisnya, mengemas lembar-lembar berserakan. Menggapai secangkir kopi dan meminumnya. Melihat ke arahku. Tersenyum. Aku membalasnya dengan senyum yang mengisarat.
"Sebelumnya kerja di mana?" Tanyaku.
"Ini pengalaman kerja kantor pertama, sebelumnya kerja di mana aja yang juga masih ada kaitannya sama sekertaris,"
"Oh gitu, selamat sudah masuk dunia kantor," kami saling melempar tawa kecil.