Mohon tunggu...
Mochamad Toha
Mochamad Toha Mohon Tunggu... Jurnalis - Kini bekerja di Forum News Network

Jurnalis di Forum News Network. Jika ingin jadi teman, cukup tulis: toha.forum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Dahlan Iskan, Dasep Ahmadi, dan Agus Suherman

19 Juni 2015   20:42 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Saya tertegun. Lama. Maka saya bertekad untuk dibolehkan mengganti semua pengeluaran proyek mobil listrik yang dananya berasal dari beberapa BUMN tersebut. Saya hanya berharap masa depan anak muda yang begitu cemerlang itu tidak cures,” tulis Dahlan.

“Kalau uang saya tidak cukup saya akan berusaha minta bantuan kepada orang-orang yang peduli kemajuan teknologi untuk membeli mobil-mobil tersebut,” lanjut Dahlan. Agus dan Dasep memang bukan Dahlan yang berlatar belakang wartawan. Agus, seorang insinyur perikanan, sedangkan Dasep insinyur mesin. Namun, keduanya adalah anak bangsa yang peduli kemajuan.

Mereka akhirnya terseret dalam kasus korupsi hanya karena ada mantan menteri yang bersemangat untuk ikut pula memajukan bangsa Indonesia, yang tidak mau tertinggal dari bangsa lainnya di dunia. Sehingga, beragam peraturan yang dianggap menghambat kinerjanya ia terabas saja saat jadi Direktur Utama PT PLN.

Memang, seperti kata Dahlan, ada baiknya orang tahu ini. Proyek-proyek gardu induk PLN yang dibiayai uang negara (APBN) itu ditangani oleh satu organisasi yang disebut P2K (Pejabat Pembuat Komitmen). P2K itu didampingi oleh bendahara, tim pemeriksa barang, tim penerima barang, dan tim pengadaan.

Menurut Dahlan, seluruh pejabat di situ pegawai PLN, tapi yang mengangkat mereka menjadi P2K adalah menteri ESDM. Mengapa? Karena Pengguna Anggarannya (PA) adalah menteri ESDM. Dalam hal ini, Dirut PLN (waktu itu Dahlan), sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Mengapa Menteri ESDM yang mengangkat pejabat pelaksana proyek itu, bukan KPA/Dirut PLN yang mengangkatnya? Kepresnya berbunyi begitu. Yakni Kepres 54/2010. Wewenang P2K itu luar biasa besar. Merekalah yang berwenang melakukan lelang/tender.

Mereka-lah yang menentukan pemenang tender. Mereka-lah yang membuat dan menandatangani kontrak. Mereka-lah yang melaksanakan pekerjaan. Dan mereka pula yang melakukan pembayaran. Untuk melakukan semua itu, P2K tidak perlu meminta persetujuan KPA/Dirut PLN. Ketentuannya memang begitu.

"Jadi kalau saya tidak mencampuri lelang, siapa pesertanya, siapa pemenangnya, dan bagaimana pengadaan barangnya, memang karena mereka tidak perlu minta persetujuan KPA/Dirut PLN,” tulis Dahlan Iskan dalam blognya Gardu Dahlan. Demikian juga saat mereka membayar. Tidak perlu minta persetujuan KPA/Dirut PLN. Ketentuannya memang begitu.

Dan mereka melaksanakan ketentuan itu. Apalagi ia hanya 22 bulan di PLN. Dengan demikian, ia juga sudah tidak di PLN kala kontrak-kontrak ditandatangani. “Saya juga sudah tidak di PLN ketika pembayaran-pembayaran dilakukan,” lanjut Dahlan.

P2K itu setiap bulan sekali melakukan rapat koordinasi dengan kementerian ESDM. Ia tentu harus hadir. Tapi kebetulan ia belum pernah ikut hadir. Ini karena sudah menjadi kebiasaan sejak lama bahwa dalam rapat koordinasi seperti itu cukup dihadiri pejabat setingkat di bawah direksi.

Dahlan berterima kasih ketika direksi PLN menjelaskan semua itu kepadanya. Tentu ia tetap merasa bersalah kalau terjadi apa-apa di P2K dan jajarannya. Seperti juga Dahlan akan merasa bersalah kalau anaknya nakal. Tapi, yang Dahlan lupakan adalah apa yang dialami Dasep dan Agus bukanlah semata-mata karena kesalahan mereka berdua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun