Hanif hanya tersenyum malu. Â Rara yang dari tadi memperhatikan Hanif sudah mulai gemas hendak mencubitnya. Â Tapi sayang, anak kecil itu belum mengenalnya, kalau sampai dicubit pasti akan menangis.
"Sama mbak Rara?"
Hanif malu-malu mendekati Rara. Â Rara merunduk dan tersenyum kepada Hanif yang malu-malu. Â Ketika tangan Hanif tak juga dilepas Rara, Hanif kebingungan.
"Emak...!" teriak Hanif meminta bantuan emaknya.
"Bawa ke Jakarta saja Mbak Rara," kata Afra meledek Hanif.
Rara memeluk Hanif. Â Hanif meronta. Â Akhirnya Rara melepaskan sambil tertawa terbahak melihat Hanif yang ketakutan. Â Hanif langsung kabur keluar rumah.
"Mau istirahat dulu, Nduk?"
"Nanti saja, Bu."
Mata itu. Â Tidak setajam dulu. Â Tapi masih terus menyimpan keteduhan. Â Dulu, Diah sering mencari-cari keteduhan di situ. Â Saat resah. Â Saat Diah merasa dunia sperti neraka. Â Saat segala telah menolaknya.
"Suamimu ke mana, Fra?"
"Sudah berangkat ke kebun. Â Katanya ada pisang yang sudah tua. Â Mau ditebang. Â Sekarang banyak maling. Â Kalau ada pisang yang sudah tua terus nggak ditebang-tebang, pasti keduluan sama maling. Â Kemarin saja Yu Vera kecolongan buah pete. Â Nggak tanggung-tanggung, satu pohon dicuri semua," kata Afra.