"Ra, ibu ingin kau berubah seratus persen. Â Tak boleh ada yang tertinggal. Â Kalau masih ada yang tertinggal, kau akan kembali lagi ke tempat itu suatu saat."
"Baik, Bu. Â Tapi ...."
"Ra, tak boleh ada tapi ya? Â Bisa kan?" tambah Diah.
"Akan Rara coba."
"Harus Rara lakukan bukan dicoba lagi. Â Kalau Rara mau mencoba, kesannya hanya setengah hati niat Rara untuk menjadi baik."
"Teman-teman Rara terkadang ngajak. Â Rara kan nggak mungkin nolak?"
"Rara harus tolak. Â Rara kan udah punya ibu?"
Diah memeluk Rara. Â Pelukan sayang yang tulus. Â Diah ingin sekali Rara menjalani hidupnya dengan penuh bahagia. Â Juga mampu menuju kehidupan yang lebih bahagia.
"Kalau Rara panggil bunda, boleh?" tanya Rara.
Senang sekali hati Diah dipanggil bunda. Â Dulu Diah memang pernah memikirkan, kira-kira panggilan apa yang pas untuk dikatakan anaknya saat memannggil Diah. Â Dan Diah sudah memutuskan untuk menggunakan kata "bunda". Â Tapi si pemanggil tak pernah datang. Â Jangankan si pemanggil, orang yang menyebabkan hadirnya si pemanggil saja hingga hari ini belum ada yang hadir. Â Bagaimana semua keinginan baik itu akan hadir. Â Iya, kan?
"Ibu tak ingin dengar kalau Rara kumpul-kumpul sama teman yang lama itu. Â Apalagi pakai acara ikut-ikutan ngerokok atau kegiatan lain yang kurang bagus. Â Mau kan?"