Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

3 Hati dalam Gelas (4)

16 Maret 2016   16:53 Diperbarui: 16 Maret 2016   17:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mau apa, sayang?" kata-kata itu begitu saja meluncur dari bibir Diah.  Wajah Rara pun berbinar mendengar sapaan sayang itu.  Lalu ... Rara langsung memeluk Diah dengan erat.  Mencium pipinya dengan semangat.

"Jangan kelamaan, nanti ibu pingsan."

Barulah Rara melepas pelukannya.  Rara menangis.  Tapi Diah yakin seyakin-yakinnya kalau tangisan Rara kali ini merupakan tangisan bahagia.  Bukan hanya Rara, Diah juga tak bisa lagi membendung air matanya.  Juga karena bahagia. 

Seandainya.  Ya.  Seandainya Diah menikah seusai kuliah, mungkin anak Diah juga segede Rara kini.  Tapi ... hingga kini, Diah masih sendiri.  Paling-paling berteman sepi.  Ah, kayak penyair saja.  Selalu bergelut dengan sepi.  Bahkan memuja sepi.

Langkah Rara tak seceria tadi.  Diah tahu kalau Rara enggan pergi dari rumahnya.  Rara seperti sudah menemukan rumah untuk hatinya.  Dan Rara tak mau kalau harus meninggalkan rumah yang baru ditemukannya itu.

"Besok kamu bisa ke sini lagi.  Pintu rumah ibu selalu terbuka," kata Diah mencoba menguatkan hati Rara.

"Jangan, Bu!" timpal Rara mengagetkan.

"Kenapa?"

"Nanti maling masuk dong, Bu."

Mereka berdua tertawa.  Renyah.  Secerah hati berdua.

Diah menutup pintu.  Untuk kembali pada dunia awal manusia dibuat.  Dunia yang sepi.  Dunia yang sendiri.  Tapi, dunia sepi itu dulu dijalani Adam.  Lalu Adam pun kabarnya minta teman agar tidak kesepian.  Tuhan menciptakan Hawa untuk mengusir rasa sepi Adam.  Dan rasa sepi pun hilang.  Namun kemudian muncul tawa-tawa bayi.  Hingga kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun