“Cepetan, ntar keburu keluar!” teriak Oca lagi.
“Iya. Ayo duluan!”
“Cepat, Kak!”
Sevi tambah gugup. Jalan keluar belum ditemukannya. Otaknya justru mentok. Tak ada pikiran yang sekedar mampir lewat di otaknya. Otaknya betul-betul kosong. Melompong. Jengkel juga Sevi. Otaknya ternyata tak mau diajak kerja sama. Otaknya seperti memberontak. Mungkin otaknya berharap sudah tidur. Sudah istirahat. Setelah seharian dipakai untuk mikir.
“Kakak!” teriak Oca lagi.
“Iya, Ca.”
Tanpa pikir lagi, Sevi membuka pintu. Dilihatnya Oca sedang memegang perutnya. Ada apa? Jangan-jangan perutnya sudah sobek dan berdarah.
“Aku kebelet BAB.”
“Perampoknya mana, Ca?” tanya Sevi.
“Perampok apa?”
“Bukannya tadi ada perampok, Ca?”