Sevi mendadak terbangun. Ada suara. Suara ketukan. Ya, seperti ada orang yang mengetuk pintu. Padahal malam sudah larut. Sevi menyalakan lampu. Diliriknya jam dinding. Jarum jam menunjuk pada angka dua. Masa ada tamu malam-malam begini? Hati Sevi kecut. Takut.
“Siapa malam-malam begini mengetuk pintu?” tanya Sevi. Tentunya hanya dalam hati.
Sevi keluar kamar. Dengan keberanian yang tak seberapa itu. Plastik yang tak sempat dibereskan terantuk kaki Sevi. Hampir saja Sevi berteriak, tapi langsung diurungkan. Sevi menyalakan lampu ruang tamu. Berjingkat ke jendela. Mengintip lewat jendela. Tapi tak ada siapa-siapa di luar. Hanya sepi yang memang menemani keremangan malam.
Sevi kembali ke kamar. Hatinya sudah tak menyimpan takut lagi. Sudah kabur rasa takut itu. Sevi pun memutuskan untuk tidur kembali. Mungkin hanya mimpi, kata Sevi dalam hati.
Baru saja hendak memejamkan mata. Sevi tergeriap bangun. Sepertinya ada orang yang sedang bicara. Tapi siapa? Tapi di mana? Hati Sevi mulai dag dig dug. Menyelusup kembali rasa takut itu. Jangan-jangan orang yang tadi mengetuk pintu sudah berhasil masuk rumah. Suaranya terdengar begitu dekat. Atau jangan-jangan, ada perampok yang sudah masuk rumah. Ah, tak mungkin! Kata Sevi dalam hati hanya untuk menenangkan diri.
Kalau sudah begini, Sevi jengkel juga sama adik semata wayangnya. Oca. Si adik tak pernah terbangun saat ada suara apa pun. Jangankan cuma orang berbisik, orang berteriak di kupingnya pun belum tentu adiknya itu terbangun.
Pernah ada kucing berantem di sebelah kamarnya saja dia tidak peduli. Padahal suaranya sudah sampai ke mana-mana. Sampai Sevi menyumpal kupingnya dengan kapas terus ditambah bantal pun masih tertembus suara berisik kucing berkelahi itu. Tapi si manusia yang satu ini justru masih ngorok saja. Tak mendengar apa pun.
Sevi ingin keluar kamar dan membangunkan Oca. Tapi rasa takut menyergap hati Sevi. Sehingga dibatalkan niat itu. Sevi hanya pura-pura terpejam.
“Krek!”
Ada suara orang hendak membuka pintu kamar. Tak berhasil. Pintu kamar memang tadi sudah dikunci oleh Sevi. Untung saja. Kalau tadi lupa mengunci pintu, pasti akan lain lagi ceritanya. Mendengar ada orang yang hendak membuka pintu, Sevi semakin ketakutan. Hatinya hampir saja copot. Apalagi saat mendengar bisik-bisik pula. Pasti perampoknya lebih dari satu. Pasti wajahnya seram-seram. Pasti ....
Sevi tak berani meneruskan apa yang ada di dalam pikirannya.