ditulis para ulama, tetapi juga para raja.
BangunanPada tahun 1636, sultan Shah Jahan berhasil menguasai dua kerajaan penting, yakni Ahmadnagar dan Bijabur. Pada saat perluasan kekuasaan tersebut permaisurinya Mumtaz Mahal meninggal tahun 1631. Begitu cintanya pada istrinya, Shah Jahan mengenangnya dengan membuat mega proyek makam Mumtaz Mahal yang artinya mutiara istana yang dibangun tahun 1631-1648 dengan melibatkan 20.000 pekerja. Bangunan makam tersebut dilengkapi dengan masjid dan taman dengan arsitek tinggi. Kemasyhurannya sampai di penjuru benua, dan saat ini merupakan salah satu keajaiban dunia. Shah Jahan juga telah membuat rencana bangunan makam untuk dirinya yang rencananya tidak kalah indahnya dengan Mumtaz Mahal. Tetapi wasiat itu tidak dilaksanakan penggantinya
Aurangzeb yang tidak menyukai kemegahan bangunan. Jenazah Shah Jahan dimakamkan berdampingan dengan istri tercintanya, Mumtaz Mahal.
Perkembangan Kepercayaan dan Aliran KeagamaanMasuknya Islam di India bukan tidak menimbulkan masalah konflik kepercayaan. Hal ini sangat wajar mengingat di wilayah tersebut berkembang dua agama besar, terutama Hindu dan Islam. Sikap para penguasa Islam yang berusaha membuat keadilan dalam menjalankan ibadah kadang sulit dilakukan oleh munculnya berbagai kecurigaan dan kesalahpahaman politik. Upaya melakukan akomodasi kedua agama ini pernah dilakukan oleh sultan Akbar dengan melahirkan ajaran baru Din-I-Ilahi tahun 1582, namun tidak mendapat respon positif dari para ulama Islam.Akbar juga memperistri seorang Hindu dengan maksud menghilangkan pertentangan dua pemeluk agama terbesar di India tersebut. Islam dan Hindu yang kadang memunculkan pertentangan tersebut kemudian mendorong munculnya aliran kepercayaan baru yang kemudian berkembang menjadi salah satu agama besar di India. Pada abad XV muncul agama Sikh yang merupakan sinkritisme Islam dan Hindu dengan pemimpinnya yang terkenal dengan sebutan Guru Nanak (1469-1539). Sikh (murid) terus berkembang, dan Guru Nanak laksana sebagai Rasul yang kemudian dilanjutkan oleh guru-guru selanjutnya sampai guru ke sepuluh yakni Guru Govind Singh (1675-1708). Agama Sikh terus berkembang dan mendapat tentangan, baik umat Islam maupun Hindu. Lambat laun penganut Sikh membuat kelompok tersendiri dan berhasil membangun kekuatan baru di Asia Selatan.KesimpulanSecara ringkas, sejarah India dapat dibagi kepada beberapa etape, yaitu: Pertama, peradaban di Lembah Indus (Indus Valley Civilization) yang dipelopori oleh agama Hindu. Kedua, zaman kegemilangan Ashoka yang dipelopori oleh agama Budha. Ketiga, di bawah kerajaan Islam, dimulai dari dinasti Lodhi sehingga dinasti Mughal.
Adapun urutan-urutan penguasa kerajaan Mughal, sebagai berikut: (1) Zahiruddin Babur (1482-1530 M), (2) Humayun (1530-1539 M), (3) Akbar Shah I (1556-1605 M), (4) Jahangir (1605-1628 M), (5) Shah Jahan (1628-1658 M), (6) Aurangzeb (Alamghir I) (1658-1707 M, (7) Muazzam (Bahadur Shah I) (1707-1712 M), (8) Azimus Shah (1712 M), (9) Jahandar Shah (1712 M), (10) Farukh Siyar (1713-1719 M), (11) Muhammad Shah (1719-1748 M), (12) Ahmad Shah (1748-1754 M), (13) Alamghir II (1754-1759 M), (14) Shah Alam II (1759-1806 M), (15) Akbar II (1806-1837 M), (16) Bahadur Shah II (1837-1858 M).
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kehancuran daulah Mughal, di antaranya sultan-sultan yang diangkat setelah sultan Aurangzeb adalah orang-orang lemah yang tidak mampu membenahi pemerintahan, ditambah lagi kemerosotan moral, hidup bermewah-mewahan di kalangan elit politik yang mengakibatkan pemborosan dalam pengeluaran uang negara.
DAFTAR PUSTAKA
Â
Alauddin. Pendidikan Islam Masa Tiga Kerajaan Islam (Syafawi, Turki Usmani, dan Mughal). Jurnal Ulul Albab. Vol. 14. No. 1. Januari 2012.
Amin, Saidul. Pembaharuan Pemikiran Islam di India. Jurnal Ushuluddin. Vol. 18. No. 1. Januari 2012.
Ashari, Mohamad Zulfazdlee Abul Hassan., dkk. Akbar (1556-1605M) dan Usaha Penyatuan India di Bawah Kerajaan Mughal. Jurnal Al-Muqaddimah Bil. Vol. 1. No. 2. 2013.
Asrori, Mohammad. Menyingkap Peradaban Islam Kontemporer di Anak Benua India. Jurnal el-Harakah. Vol. 11. No. 3. 2009.
Lihat Humaniora Selengkapnya