Mohon tunggu...
Mochamad Rizky Pangestu
Mochamad Rizky Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Muda

Saya suka menulis, dan ingin berbagi cerita melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tugas Kelompok

5 Desember 2022   18:47 Diperbarui: 5 Desember 2022   18:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                 

Akhir-akhir ini, entah kenapa dosen di kampusku gemar sekali memberi tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok. Dengan dalih 'mengakrabkan' karena menyatukan beberapa individu dalam satu tim yang diharap dapat bekerja sama dengan baik.  Lalu alasan lain, untuk 'meringankan' (katanya) seperti peribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. 

Tapi bagaimanapun juga, aku tidak pernah membenarkan dalih-dalih tersebut. Aku menyesali bahkan aku sedikit membenci semester ini yang diwarnai dengan tugas-tugas kelompok yang setiap kelompoknya beragam, lain-lain lagi orangnya. Terkadang, bagiku yang introvert ini terasa beban karena harus beradaptasi lagi dan lagi.

Padahal, dua semester saja tidak cukup untuk bisa akrab dan terbiasa dengan orang-orang sekelas. Apalagi kerasnya lingkaran pertemanan di dunia perkuliahan, membuatku terkadang merasa tidak punya teman.

Tanpa disadari, lingkaran itu tercipta dengan sendirinya. Menjadikan mereka berkelompok-kelompok dengan orang-orang yang mereka anggap 'cocok.' Sehingga teramat kentara, perpecahan itu terlihat mencolok.  Aku sadar, hal semacam ini pasti selalu saja terjadi. Dan, tidak dipungkiri di era maraknya tuntutan kesetaraan masih tercipta kesenjangan, mengelompokkan dengan mencocokkan latar belakang termasuk kelas sosial. Membuat dunia begitu terbatas padahal kebebasan berpuluh tahun digaung-gaungkan.

Imbasnya, pada tugas-tugas kelompok. Ketika kelompok dibuat secara acak, kelompok-kelompok pertemanan yang telah dibuat masing-masing seketika terpecah. Secara terpaksa bergabung dengan yang lain untuk bekerja bersama menyelesaikan satu tugas. Dan, tahu kan artinya dari kata terpaksa? Bisa dilihat hasilnya.

                                                                                                                                   ***

"Cla! Aku kelompok kamu, ya!" Jesy, wanita berambut pendek dengan setelan kuliah yang selalu trendi tiba-tiba menyapaku, saat itu dosen memberi keleluasaan, kami bebas menentukan siapa saja anggota kelompok kami. Jelas enak, mereka yang sudah punya kelompok pertemanan masing-masing dengan cepat mendeklarasikan anggota kelompoknya.

Aku hanya diam, sampai Jesy mendekatiku. Memang sejak saat itu aku menjadi akrab dengan Jesy dan kawan-kawannya. Kami berenam. Jesy, Nowela, Rahma, Keyla, dan Sarah mengajakku bergabung dalam kelompoknya. Akhirnya, aku punya kelompok pertamanan juga.

Kami, setiap kali ada tugas kelompok yang diberi keleluasaan untuk menentukan sendiri, seperti orang-orang tanpa bersusah payah memilih siapa-siapa. Segera, biasanya Jesy si paling  aktif dan berani mendeklarasikan anggota kelompok kami. Semuanya, selalu punya konflik.

Jika dilihat-lihat, Jesy yang cantik dan cukup dikenal, Nowela yang anggun sekali, Rahma yang ambisius, dan Sarah yang sibuk dengan organisasinya, apa sih yang akhirnya bisa menyatukan mereka?

Setelah sekian waktu aku bersama, akhirnya aku mengerti. Dibalik perbedaan masing-masing, mereka merasa nyaman satu sama lain. Ada selera humor yang bagi sebagian orang begitu 'receh' tetapi begitulah kebahagiaan mereka.  Saling mengisi, saling lengkapi dan saling menjadi tempat berbagi cerita. Apa di setiap kelompok pertemanan begini juga dalamnya? Entah.

Aku akhirnya masuk. Bukan hal mudah membiasakan diri dan beradaptasi. Memasuki dunia mereka banyak hal yang perlu aku sesuaikan. Terkadang terkikis prinsipku untuk tetap menjadi diriku, terserah orang lain setuju atau tidak. Setelah mengenal mereka, aku mulai melonggar. Aku sering kali berubah agar tetap mendapat tempat di tengah mereka.

Meski aku bisa tertawa, aku ikut tersenyum bersama mereka. Pertanyaan-pertanyaan itu tetap menghantuiku, apakah mereka benar-benar tulus berteman denganku? Atau ada sesuatu yang mereka mau dari aku? 

Aku tak pernah bisa menemui jawabannya. Aku selalu mengikuti alur yang sekarang tak mungkin lagi kuhentikan. Namun rupanya, yang dekat belum tentu sepakat, yang nyaman belum tentu  sejalan. Semua kubuktikan sendiri saat mengerjakan tugas kelompok.

                                                                                                                                    ***

Tapi, apa iya enak? Bahkan hamper beberapa kelompok aku selalu satu kelompok dengan mereka, konflik selalu ada. Tapi rasanya yang satu ini, yang akan kuceritakan adalah yang paling kronis.

                                                                                                                                     ***

Keputusan cukup dilematis ketika pada satu mata kuliah, kelompoknya hanya berjumlah tiga orang. Seorang teman lelaki sudah melirikku sejak tadi. Rey, memohon agar aku sekelompok dengannya. Aku tidak bisa menolaknya. Aku melirik teman-temanku yang berlima itu, mereka tak apa. Namun akhirnya, Jesy ikut. Sehingga aku tak terlalu merasa bersalah.

Awalnya, semua baik-baik saja. Kami saling berbagi tugas. Bahkan aku ambil tugas atau bagian yang paling banyak. Tak apa, aku juga senang kok.

"Jesy, bagian kamu belum dikerjain ya?" tanyaku, setelah hamper satu minggu Jesy masih belum juga mengerjakan bagiannya.

"Clara, aku bingung." Jawabnya. Aku terima, mungkin dia emang gak ngerti.

"Sini, aku kasih tahu." Kataku, dan aku pun menjelaskan tentang tugasnya. Dia mengangguk-angguk. Aku lega, syukrlah dia mengerti. Semoga dia segera menyelesaikannya.

Sebenarnya, bagiku beban dua kali lebih berat ketika tugas dikerjakan secara berkelompok. Kenapa? Bayangkan saja, satu orang menghambat, terkadang semua ikut terbawa getahnya juga. Apalagi, sekarang mungkin memang gitu ya tabiatnya, saling mengandalkan. Mentang-mentang tugasnya sudah selesai, ketika teman yang lain tidak mengerjaknan, yang lainnya tak mau mengganti. Padahal kelompok.

Kadang, pada beberapa kelompok yang lain, mau tak mau aku yang sadar dan mempraktikannya harus bekerja dua kali. Mereka juga sadar, tapi tidak tergugah untuk mempraktikannya. Jadilah aku selalu menyesali, sama saja seperti tugas individu. Kelompok adalah sia-sia, percuma.

Hal lain, apalagi satu kelompok dengan orang yang terdekat membuatku akhirnya banyak memberi toleransi yang justru menghambat kinerja kelompok.

"Aku sakit, Cla."

"Aku baru sampai rumah, Cla."

Aku ini dan itu, semua alasannya kadang tak bisa dibantah. Apalagi dia dekat, perasaan tak enak dan tentu saja untuk menjaga hubungan selalu mengalahkan amarah terbesarku yang paling tak suka dengan orang yang selalu lari dari tanggungjawab.

Tapi seperti yang sudah-sudah, ya aku bisa apa. Selalu tak apa. Aku kerjakan saja sendirian. Lagipula aku juga gak mau mengorbankan nilaiku hanya karena amarahku pada mereka.

Mengesalkannya lagi, mereka bilang "maaf," "makasih," "ga enak jadi ngerepotin." Setelah semua tugas selesai, mereka tahu beres. Andai saja aku kuasa, aku ingin meneriakinya "kalau cuma maaf, makasih, ga enak, semua juga bisa!"

Tapi, aku selalu terbungkam. Mengulum rasa kesalku dengan senyuman dengan alasan menjaga hubungan.

Sampai akhirnya, mungkin ini puncak kekesalanku. Suatu malam, aku hubungi Jesy, bertanya perihal tugas. Aku minta dia buatkan ilustrasi. Aku dan Rey sebelumnya sudah berdiskusi. Jesy gak hadir. Aku dan Rey sudah punya konsep, dan Jesy telah sepakat bahwa dia menyanggupi mengerjakannya. Aku pikir, kali ini kelompokku benar-benar berjalan.

Dan, malam itu...

[20.18, 4/12/2022] Jesy: Cla, kasih contohnya kan bingung

[20.18, 4/12/2022] Clara: Kan udah aku kasih tau konsepnya.

[20.22, 4/12/2022] Jesy: Ya, tapi kan aku butuh gambaran

[20.22, 4/12/2022] Clara: Kan dikonsepnya udah jelas, Jesy.          

                                                     Masa gak kebayang?

[20.22, 4/12/2022] Jesy: Ya, tapi kasih contoh aja dulu

[20.22, 4/12/2022] Clara: Kalau gak bisa, gak usah aja jes.

                                                     RIBET BANGET.

[20.22, 4/12/2022] Jesy: Maaf aku bikin repot kelompok kamu

Aku tak bermaksud menyinggungnya malam itu. Mungkin, emosiku sedikit tersulut. Bagaimana tidak, dia tidak pernah punya inisiatif, sekali dua kali tak apa, tapi... kali ini tugasku bukan ini aja, dia juga paham, dia juga sama. Aku harap, dia mengerti, tugas dia ya kerjakan dengan penuh tanggungjawab dia. Butuh contoh, cari sendiri. Aku kesal malam itu. Aku tak ingin membalas pesannya. "Udah tahu ngerepotin!" gerutuku, geram.

Konflik terus berlanjut. Jesy mulai tak menganggapku. Padahal ini kelompok aku.

Kelompok 3

[07.22, 5/12/2022] Clara: Hai, gimana ilustrasinya?

[07.23, 5/12/2022] Jesy : Duh Rey, ternyata susah.

[07.23, 5/12/2022] Rey  : Hai

Di sini, aku yang bertanya. Tapi, seolah aku tak ada, Jesy malah menyebut Rey. Jujur aku tidak enak dengan sikapnya. Seolah gak menghargai aku. Emosiku yang sejak semalam belum reda, tadi pagi disulutnya lagi. Aku tak terima. Diam-diam, aku keluar dari grup itu. Grup yang aku buat sendiri.

                                                                                          Keluar dari grup "Kelompok 3"? (Keluar).

Tak lama, Rey segera menghubungiku,

[07.30, 4/12/2022] Rey  : CLARA, KELUAR GRUP KAH?

[20.30, 4/12/2022] Clara: Lanjutin aja, selesaikan.

                                                     Siapin aja buat presentasi.

Aku tak ingin menanggapi. Tanpa menimbang-nimbang dan aku rasa tak perlu dipertimbangkan lagi, lagipula bagianku sudah selesai, aku sudah mengerjakannya, menyelesaikannya. Aku sakit hati.

Aku tak mau munafik. Aku teramat marah pada Jesy,

                                                                                                                       Hari ini

                                                            Anda telah memblokir kontak ini. Ketuk untuk membuka blokir.

Aku menutup akses. Begitu juga dengan lingkaran pertemanannya. Aku mengundurkan diri, aku keluar dari grup pertemanan mereka. Karena aku yakin, bagaimanapun juga keadaannya tetap tidak akan nyaman lagi bagiku, begitu juga Jesy. Tak apa, lagipula dulu aku juga bukan bagian dari mereka. Aku hanya orang baru, sedang Jesy, dia tergolong sosok sentral di sana. Sangat jelas, siapa yang harus tahu diri untuk pergi.

Tak ada keberatan bagiku meninggalkan mereka.

Kali ini, prinsipku kembali kuat. Terserah aku, mau orang setuju, mau orang suka atau ngga, terserah. Terlampau, sejak aku bersama mereka, rupanya aku tak terlalu peduli pada diri sendiri. Kini, aku kembali peduli.

Bahkan bayang-bayang aku sendiri lagi seperti saat awal-awal masuk kuliah sudah tak kupedulikan lagi. Karena pada dasarnya, mereka manusia yang berkelompok, memilih-milih orang dan membuat lingkaran pertemanannya sendiri tak lebih dari sekedar hanya untuk mendapat validasi. Aku tak butuh itu.

Berteman bisa dengan siapa saja. Tidak perlu dekat, hanya agar kita tidak terlalu kesepian. Berbagi sewajarnya.

                                                                                                                                 ***

Apa yang kubilang benar kan? Yang dekat belum tentu sepakat, yang nyaman belum tentu sejalan. Aku dan Jesy, memang dekat dan dalam situasi-situasi lain aku nyaman dengan dia, tapi pada satu sisi ada hal yang tidak Jesy mengerti dari aku. Menghambat.

Dan setelah apa yang terjadi. Tidak ada yang salah. Aku merasa aku tak bersalah. Aku tak ingin meminta maaf. Membiarkan konflik ini terus bergulir? Mungkin. Lagipula selama ini aku benar. Aku tak ingin mengalah lagi, sudah cukup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun