Atau mungkin, dalam kontemplasinya Nietzsche memang melihat Tuhan yang sedang dikubur, karena gugur dalam pertarungan melawan keganasan manusia. Mungkin juga, sekali lagi, Nietzsche ingin mengatakan bahwa "Tuhan telah mati dalam sanubari manusia, dan kita semua pembunuhnya".
Lagipula, Tuhan dalam angan kita, atau Tuhan yang sesungguhnya, memang tak mampu kita kalkulasikan secara logika sempit manusia. Tidak nyata kekuatannya, tampak bagai gelombang laut, yang menghempas bibir pantai. Atau sebuah tamparan pada pipi, atau seperti listrik yang menyalakan lampu, atau mungkin seperti uang yang dapat membeli segenggam permen manis.
Kegaiban atau kemistisan itu pula yang membuat banyak dari kita menjadi ragu dan memilih untuk menjadi "Ateis" atau "Agnostik". Namun saya percaya, bahwa Tuhan dapat kita buktikan dan rasakan dengan hati nurani. Mencari Tuhan menggunakan akal, logika, rasionalitas adalah seumpama mencari sinyal Wi-Fi dengan ponsel yang tidak memiliki spesifikasi untuk menangkap sinyal Wi-Fi.
Terakhir, di antara label amoral, ateis, agnostik, gila, atau apapun itu yang mereka sematkan pada Nietzsche, saya hanya ingin menyampaikan bahwa Nietzsche adalah salah satu filsuf paling religius yang pernah ada.
"Tidak ada fakta, hanya interpretasi"
-Friedrich Wilhelm Nietzsche
Akhir kata, sekian dan semoga semua makhluk berbahagia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H