"hayoo.. ndang ribut lagi!! Aku copot juga ini singlet dan kolor saya, biar kalian berhenti!!" Kembali Pak Kades berseru, warga pun mulai mematung melihat tingkah Pak Kades. Mereka menjadi geli dan keheranan, sebagaian besar dari warga mulai berhenti dan tertawa-tawa tapi beberapa masih melakukan aksi anarkisnya terhadap warga yang lain.
"Oke kalau begitu, kalau belum mau berhenti semunya" Pak Kades pun melanjutkan aksinya dengan mencopot singlet nya, tinggalah sekarang Pak Kades hanya mengenakan kolor bergambar burung emprit warna pink. Dengan perut buncit dan bule ketek lebat yang berkibar Pak Kades kembali meneruskan ancamannya.
"Pokoke nak ora bisa diam, ini kolor saya copot!!. Begitu ancamnya, penuh dengan bahaya.
Warga pun mulai tenang memerhatikan Pak Kades, bukan karena takut atau bagimana tapi merasa hal tersebut lebih menarik dari apa yang mereka lakukan sekarang ini. Lalu triakan pun menyemangati aksi Pak Kades pun mulai bergema.
"Coopott.. copot.... Copot... copott katok e.. copot katoke!!" Korr teriakan warga yang mualai bersatu menyemangati Pak Kades.
"Woong Edyaaaan kabeeeh, gila semua kalian... ini apa-apaan?" Pak Kades menghardik warga, sedikit keki dengan reaksi dari warga tetapi sedikit lega karena mendapatkan kesempatan berbicara dengan warga.
"Kalian itu ngapain, opo to opo. Masalah sepertu itu saja kok dibesar-besarkan, kita semua ini pribumi tanpa terkecuali, pokoknya asal punya KTP itu pribumi mau dia alien sekalipun. Ndak usah diributkan, kaya anak kecil saja. Kalian tahu ndak hee.. ini semua kan demi kepentingan politik, semua yang bisa menjadi bahan untuk menjatuhkan atau bisa dikata menjadi senjata untuk menusuk lawan politiknya, mereka akan melakukannya tak perduli itu masalah apa yang penting bisa melukai musuh dan lawan, mau itu masalah sepatu, pribumi, pringsilan, miegodog, RUU, reklamasi, reboisasi. Seharusnya itu semua adalah masalah yang harus diselesaikan dengan duduk bersama, rembugan musyawarah oleh para penggede itu. Bukan malah gontok-gontokan tak jelas mementingkan kelompoknya. Lalu kita mau apa? Mau ikut-ikutan mereka mengelompokkan diri kita masing-masing pada kelompok yang kita seukai?? Koyo wong ra duwe pikiran, heh!!!" Menggebu-gebu Pak Kades memberi pengertian pada warga desa, semua warga jadi mematung dan merasa malu atas tingkah konyol mereka.
Lalu lanjut Pak Kades "Wis gini, mereka yang ribut dan rusuh biar saja diluar sana. Tapi jangan sampai terjadi diwarga desa ini, biar saja para penggede itu pada edyan. Toh tidak akan berpengaruh pada penghidupan kita to? Siapa lagi yang akan menjaga persatuan kalau bukan kita semua kalau bukan warga desa, masyarakat bawah dan akar rumput, siapa?? Bukankah para penggede dan politikus itu malah membuat perpecahan saling cela saling menyalahkan. Wis sekarang begini, sepanduknya copot Yu, selama tiga hari akan saya gratisi saya bayarin ndak usah pada ribut!! Wis do meneng anteng, Kang Bagong dan Koh Jii Shu ayo salaman dan pelukan yang lain juga harus begitu!! Kalau sampai ada yang masih marahan dan dendam tidak akan saya urusi kalau buat surat menyurat biar kapok!!" Terang Pak Kades dengan jelas dan penuh penenangan untuk warga.
Warga desa pun mengangguk-angguk. Katon yang sedari tadi ngopi menonton kejadian itu bersama Anna dan Yu Ginah malah mrengut karena kehilangan tontonan seru nan menghibur. Pak Kades turun dari atas drum kembali mengenakan seragam pamong desanya. Sedangkan Yu Ginah keluar dari persembunyiannya dan mencopoti banner yang terpajang di dinding warungnya. Desa Parang Pojok pun kembali damai dan tentram, wargapun bancakan panganan di warung Yu Ginah. Lalu aktor intelektulan penghasut Yu Ginah malam itu masih dalam pencarian.
 End.
Moral: Bahwasannya yang bisa menjaga persatuan dan kesatuan hanyalah kesadaran semua masyarakat untuk bersatu menjaga perdamaian dan kerukunan karena para penguasa dan pemimpin tidak bisa diharapkan, sebab mereka malah sibuk mencari cara memecah belah Bangsa ini.