Mohon tunggu...
Mochacinno Latte
Mochacinno Latte Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

day dreamer, art holic, coffee holic, painter, technocrat wanna be, author for his own satisfaction, idea creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ontran-ontran Ngarcopodo Seri 8: Demi Pribumi Aku Wani Perih

31 Oktober 2017   15:55 Diperbarui: 31 Oktober 2017   16:37 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Warung kopi Yu Ginah, warung kopi pribumi, diskon khusus bagi pribumi sebesar 20%" Katon membacanya sembari mengernyitkan dahi, mikir. "Wah wah ide siapa ini? Bisa ramai ini, ngga bener ini, ngga bener." Sahut katon memprotes isi poster tersebut.

"embuh.. tanya simbok tuh, aneh-aneh saja. Ini kan jadi menghilangkan hiburanku, nanti para artis-artis Korea yang mau belanja kesini kan jadi mikir mereka, karena merasa didiskriminasikan, macam Gong Yoo, Lee Min Ho, Choi Si..." Belum juga selesai Anna meneruskan kalimatnya Yu Ginah meraupi muka Anna dengan tangan belepotan adonan gandum. Sambil keluar membawakan kopi pesanan Bagong dan Katon Yu Ginah menimpali ucapan anaknya.

"Meneng koe... diam koe Ann, sukanya kok ngimpi.., delusi kayak yang katanya ilmuwan itu siapa itu BH, eh DH?. Gini lho Kang, ini kan dalam rangka usaha saya memajukan warung ini, jadi ini termasuk cara saya melakukan negosiasi dengan konsumen dan bargaining, ya to? Terus menyatakan bahwa warung ini juga cinta dan pro pribumi?" Terus Yu Ginah sembari mebetulkan letak susur di mulutnya.

Sejurus kemudian Bagong menyahut setelah nyruput kopi yang telah disediakan oleh Yu Ginah.

" Eheem.. ehhm" gaya Bagong berdehem macam politikus yang hendak memberikan pidato." Bagus, bagus.. kita itu memang harus pro pribumi dan tidak harus takut bahwa kita ini pribumi ya to? kalau kita minder menampakan jati diri kita, lalu bagaimana ketika menghadapi bangsa lain? Bagaimana ketika asing dan aseng mulai agresif melakukan penetrasi di segala bidang, semua dikuasai dan diakuisisi tak tersisa. Huh!!" jawab Bagong menggebu gebu seperti biasa, penuh semangat dan cadas.

Lalu terusnya, "Kita mau apa? Bisa apa? Apalagi belakangan orang-orang Tiongkok itu mulai berdatangan baik sembunyi-sembunyi alias illegal atau resmi? Mau diinvasi lewat apalagi kita? Udah ini bener, setuju!! persis seperti pidato dari Kepala Desa tetangga yang baru, Pak Ais Bassedan. Top itu jempolan. Sing singkek dan sing encik minggir kono pergi hih." Terocos bagong mirip angkutan konvensional yang takut kalah saing dengan angkutan online, srudak-sruduk seperti biasanya.

Katon mengamati mereka berdua dengan keki, lalu bia berujar." Weeh lha aku ki mung takon, saya cuman menanya, kok malah pada pidato tow? Tadi waktu di balai desa kan kita sepakat Kang Bagong, tidak usah dibahas, mboseni, piye to?" lalu tambahnya "bukan begitu, ini nanti kalau tahu warga yang merasa dideskreditkan apa tidak menyinggung mereka, menyakiti hati paseduluran. Jelas ucapan dari Pak Kades Ais itu kurang tepat, salah. Kok malah didukung piye tow?" katon anyel dan sedikit mangkel.

Memang juga sobat karib beda bapak lain ibu, juga berbeda selera dalam menilai wanita, kendaraan apalagi dalam berpolitik, tapi tetap saja meskipun mereka sering berantem dan berdebat dengan hal yang tak jelas tapi tetap saja mereka rukun dan happy, yang jelas mereka punya kesamaan. Sama-sama suka ngutang di warung Yu Ginah.

"Karepmu Ton...Katon, terserah kamu lah," Bagong meneruskan menikmati kopi dan rokoknya sambal jegang. Suasana pun menjadi kurang kondusif.  Merekapun memilih menikmati kopinya masing-masing dan gadget di tangan dan Yu Ginah kembali nggoreng panganannya.

Lalu kemudian, suara uluk salam yang dengan lafal sedikit cedal pun bergema menyapa kecanggungan antara Bagong dan Katon.

"Assalamualaikum blatel semua.. fagi-fagi sudah pada ngelumpi yak" Ucap suara dari orang yang baru datang menyapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun