Mohon tunggu...
Mochacinno Latte
Mochacinno Latte Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

day dreamer, art holic, coffee holic, painter, technocrat wanna be, author for his own satisfaction, idea creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ontran-ontran Ngarcopodo Seri 8: Demi Pribumi Aku Wani Perih

31 Oktober 2017   15:55 Diperbarui: 31 Oktober 2017   16:37 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ternyata yang datang adalah Koh Jii Shu, china muslim langganan Yu Ginah yang biasa mampir untuk menikmati kopi dan pisang goreng-nya, bahkan sakin ingin diakui bahwa dia Muslim Koh Jii Shu ini sudah umroh 5 kali berikut dengan 5 karyawannya, meskipun umrohnya cuman bonus penjualan dari produsennya. Koh Jii Shu adalah pedagang beras yang juga membuka warung klontongnya di Pasar impres Desa Parang Pojok.

"Eh.. ada Koh Jii, monggo-monggo, silahkan duduknya dipilih sendiri. Kebeneran pisangnya anget-anget baru saya angkat." Sambut Yu Ginah sumringah.

Lalu segera saja Koh Jii Shu beranjak masuk ke warung Yu Ginah, tapi beberapa saat hendak meletakkan pantat nya ke kursi panjang, Koh Jii Shu  mengernyitkan dahi lantaran membaca banner yang terpasang di diding warung itu.

"Oeeiii... afa ini iyaa. Oe kagak tahu a maksudnya a? Bole dipeljelas Yu?, ini diskliminatif a, kamu olang mau ikut-ikutan kepala desa sebelah yang balu itu a? telsinggung oe." Koh Jii Shu pun membatalkan duduknya dan memprotes isi poster yang terpasang di dinding itu.

"Naaah kan kandani tooo, iki bakale gawe masalah akan bikin masalah, ngeyel!!" Sambar Katon membara.

"Heh ra marai koe Ton. Ngga usah ikut-ikutan manasin suasana. Udah sumuk en gerah ini" Bagong membalas celetuk Katon tak kalah membaranya, kemudian lanjutnya "lho, sampeyan ngaku sebagai pribumi tidak Koh Ji? Atau sampeyan bukan pribumi? Yang mana? Kalau sampeyan merasa pribumi ya biasa saja lah. Kita itu sebagai warga negara Indonesia harusnya bangga bahwa kita ini pribumi asli Bangsa Indonesia ini. Kok mahal tersinggung piye to?" Lanjut Bagong menerangkan.

"Fukan Fegitu e. Oe tumfah dalar Indonesia, kalau misalnya ada felang oe majulah faling devan, tafi kalau ditanya apa asli dai penduduk sini oe lagu-lagu juga meskifun oe cinta mati dengan bangsa ini e. coba oe tanya fada kamu olang semua, saya lahil disini tafi kake nene oe pelantau a, dali Yunan, dalatan Tiongkok. Lalu fosisi oe mau dimana ini. Dikata plibumi atau kamu olang kata oe non plibumi? Dafat diskon tidak di walung ini?... aeeeee semakin fusing a hidup di negala ini, olang-alang sendili semua suka bikin masalah a?" Koh Jii Shu yang merasa tersinggung berusaha menanya membela diri, mencari tempat bagi kaumnya, mencari jati diri bangsa yang sejatinya justru anak bangsa sendiri yang membuat bingung siapa sebenarnya diri kita.

"Aduuuh mumet aku, pusssing?" Bagong garuk-garuk kepala sendiri, merasa kebingungan dengan termin "Pribumi" itu sendiri dan siapa yang harus disebut pribumi? Dan siapa-siapa saja yang bukan pribumi.

"Ciakakakaka... modyar koe gong, Bagong leyong nabrak gentong, sudah aku bilang ngga usah ikut-ikutan sok-sok membela pribumi karena pidato Kades desa sebalah Pak Ais Bassedan itu. Wis Yu Ginah copot Bannernya, bikin rusuh saja, ayo Ann, copoten.. lepas saja banner nya." Katon menyela mencoba mencari pembenaran atas pendapatnya dan merasa punya posisi.

"Opo to Mass Katon, masih pagi kok minta copot saja, nanti laah maluu.." Ujar Ann merajut tak kalah kemayunya dengan Simbok sematang wayang nya.

"Husss.. Yu Ginah koe kui Ann. Hehe... bukan begitu Koh Jii dan Kang Katon, ini kan semata-mata adalah cara saya mencari pelangggan atau membuat tambah laku dagangan saya ini. Lagian semalam saya sudah dikasih subsidi jika mau memasang ini.... Eh eh eh"  Tak sadar Yu Ginah ketrucut, keceplosan bahwa semalah telah didatengi orang dan dikasih komisi jika memasang banner atau sepanduk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun