Satu dekade sudah ragamu pergi
namun pepatahmu tentang rasa damai dan kesetaraan masih saja bertualang di muka bumi
karena rasanya bagi kami kau masih ada bersama kami berjalan bersama mengarungi peliknya permasalah negeri ini.
kami masih ingat ketika kau dilengserkan dari jabatan Presiden RI
tapi dengan entengnya kau berceloteh apa sih tingginya jabatan presiden di negeri ini
sampai harus mengorbankan darah rakyat sendiri.
satu dekade sudah ragamu tak bersama kami
tapi semangat kau dalam menjadi pejuang kemanusiaan yang kau wariskan akan terus kami perjuangkan
semangat menjaga persatuan dalam perbedaan yang kau perjuangkan akan terus kami sebarkan
perilaku serius dibalut guyon dan canda yang kau ajarkan akan terus kami lakukan ketika sekarang hal tersebut menjadi barang langka
serta kobaran semangat menjaga keutuhan entitas NKRI yang kau titipkan akan terus kami jaga dan pertahankan
seandainya kau masih bersama kami
tak akan ada peristiwa berdarah di ujung negeri
ketika suara-suara putra papua dikebiri
dan apabila kami boleh bercerita, kasihan sekali saudara kita di Papua
yang kehilangan hak nya sebagai manusia merdeka.
Benar prediksi kau dahulu
Ketika banyak orang yang belum tahu dan cenderung menutup telinga
Sekarang makin banyak saja golongan yang menjual agama
hanya demi kepentingan semata
dengan embel-embel jual satu atau dua ayat
banyak orang yang terjerat.
Kalau boleh, datanglah ke mimpiku
Akan kubawa lagi kau mengelilingi nusantara dengan perahu
Sambil kuceritakan tentang permasalahan yang sedang menggerogoti ibu pertiwi
Diselingi diskursus, pastinya kau akan beri kami ribuan solusi
Diiringi penuturannya memberi solusi,
Kami rindu ucapanmu GITU AJA KOK REPOT.
Oh, Wahai sang Guru Bangsa. Terima kasih telah mewariskan begitu banyak ilmu serta perjuangan menjaga rasa damai,keadilan dan persatuan dalam perbedaan.
mataNya boleh buta, namun engkau bisa melihat manusia seutuhnya. tanpa embel-embel jabatan,harta,suku dan agama.
kakiNya memang sudah tak bisa jalan, namun engkaulah yang menuntun bangsa indonesia menuju demokrasi dan keadilan yang sesungguhnya.
Kini tak terasa, sudah satu dekade engkau pulang meninggalkan kami semua.
Semoga apa yang kau tinggalkan dapat kami lanjutkan untuk Indonesia.
dari aku yang selalu merindukan dan mendoakan engkau,
Muhamad Nabil.
*sedikit cerita, dahulu saya akan diberi nama Abdurahman Wahid.
Namun karena atas perundingan keluarga rencana itu tidak jadi.
Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H