Perempuan paruh baya itu tak henti-hentinya menepuk-nepuk tas dan dompetnya. Entah berapa kali sudah dia melakukan hal itu. Membuka dompet dan hanya kosong yang didapatinya. Lalu ia pun berteriak, "Aaaa...!!!"
"Ada apa, Bu?" tanya seorang Bapak.
"Uangku. Aku kecurian." Air mata jatuh membasahi lengannya. Orang-orang sekeliling segera merubung.
"Siapa yang mencurinya Bu?'' Anak muda penjaga toko mainan bertanya.
"Tadi ada orang yang datang kepada saya. Dia bilang tidak punya uang untuk ongkos pulang. Setelah itu, saya tidak ingat lagi apa yang terjadi. Saya baru sadar uang di dompet sudah tidak ada setelah laki-laki itu pergi." Ucap Ibu muda itu terbata-bata.
''Wah, pasti hipnotis lagi tuh.'' celetuk seseorang di belakang si ibu muda. ''Iya, Bu, pasti hipnotis lagi. Dua hari lalu juga ada yang jadi korban.'' tukas yang lain. "Lain kali hati-hati, Bu."
Tanpa komando orang-orang bubar. Ibu muda itu masih termangu di sudut pasar. Bau amis sampah tak lagi mengganggu hidungnya.Â
Pasar itu selalu ramai, karena letaknya yang dilintasi oleh angkot dari berbagai jurusan. Hanya sebuah pasar tradisional. Namun sampah dan kriminalitas tetaplah dua kata yang mewakili kondisi pasar itu.Â
Meski demikian, pasar itu tak pernah sepi pengunjung. Mulai dari buruh, ibu-ibu rumah tangga, pegawai rendahan, karyawan swasta, anak sekolah, dan pegawai negeri tetap saja memenuhinya.Â
Sebuah Mall besar berdiri setahun lalu di seberang jalan. Tapi, tetap saja orang-orang lebih suka belanja kebutuhan sehari-hari ke pasar itu.Â
Uniknya Mall itu juga tak pernah sepi pengunjung. Mungkin sebagian dari mereka hanya ingin menunjukkan keakraban dengan modernitas. Ke Mall sekedar jalan-jalan dan cuci mata. Untuk keperluan sehari-hari mereka ke pasar tradisional.