"Gil, Â kamu itu a, bukan b atau c atau yang lain. Seperti bumi yang berputar sejak awal hingga kini, lurus, terus, tidak berbelok, tak berliku, sehingga tidak perlu jadi frustasi"
"Apa? Frustasi?"
"Iya"
"Aku tidak, aku tidak, aku tidak frustasi!"
Sruput, renyah susu panas Ta hirup lagi dengan harap agar gambaran-gambaran slide yang tadi tidak terjadi, bukan kenyataan yang sudah jadi, kekeliruan yang membuat dunianya jadi....
"Sekarang apalagi? Semua sudah bukan milik ibu lagi!"
"Gil, semua itu aku korbankan demi sekolah kamu, harusnya kamu sudah menjadi seperti yang kuingini!" Ta menggerakkan tangannya, menjangkau gambaran rumah, kebun, harta benda yang bergerak cepat bersama angin dari jendela.
"Kau ingini kan, bukan ku ingini kan?" sahut Gil sambil berlari
Harusnya... kamu itu a, bukan b atau c atau yang lain. Seperti bumi yang berputar sejak awal hingga kini, lurus, terus, tidak berbelok, tak berliku, sehingga tidak perlu jadi frustasi. Lihat itu uban, tak ubahnya seperti rentetan kejadian belokan, liukan yang terdokumentasi. Harusnya kamu itu... harusnya kamu itu...
"Ibu, ibu, sudah ya bu, menulisnya dilanjut nanti, sekarang makan yuk?"
"Ah kau Na, iya, kalau kau yang bicara aku tak bisa menolaknya," Ta kehilangan slide-slide masa. Kenangan bersama putri satu-satunya menghambur, berbaur dengan bau-bau makanan sehat pagi hari, selalu setiap hari, bersama seorang perawat yang berlaku lembut yang jadi penghiburnya.