Mohon tunggu...
Wisnu Hastama
Wisnu Hastama Mohon Tunggu... Hoteliers - Do i have to lose you too...

Belajar, mencoba, gagal, mencoba lagi dan lagi...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerita, Cinta, dan Senja

3 Juli 2019   23:09 Diperbarui: 4 Juli 2019   10:29 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.....

Langkah kakiku berjalan lunglai ketika mengingat semua kisah ini. mengingat sebuah kepiluan yang aku alami. bagaimana tidak, di penikahanku yang baru berjalan satu tahun, aku harus kehilangan istriku. ya, istriku. 

Carissa Wulandari. dia harus berpulang ke yang maha segalanya dengan mengandung calon buah hatiku yang baru berusia 4 bulan dalam kandungan. teramat perih, teramat sakit, dan teramat berat untuk kulalui. 

Hampir gila dalam otakku ketika butiran kenangan tiap semua tentangmu mulai merangkak di pundak ajaibku. tapi aku tahu, engkau tidak akan tinggal diam jika aku mulai merasa terpuruk dalam kesedihanku. Carissa, aku mengingatmu, aku mengenangmu, dan aku merindukanmu...

"Barangkali kepergianmu adalah upaya menyembuhkan hatiku. tapi kau keliru, hatiku hancur berkali - kali saat kau memilih pergi"

"pagi mas wisnu, udah mulai kerja lagi ?" suara pak security menyapaku ramah.

"iya pak, kangen sama njenengan pak."

"walah, njenengan bisa aja mas."

"njenengan hari ini keliatan bahagia pak ? habis menang lotere ya pak." celetukku bercanda.

"hush!! jangan kenceng kenceng mas, nanti pada tahu lho!" balasnya sambil tertawa ramah.

Di lobby hotel tampak begitu sibuk karena pagi-pagi begini biasanya tamu tamu pebisnis pada mulai check out. ya, rutinitas seperti ini yang mungkin aku rindukan dan setelah beberapa hari cuti untuk memulihkan badan yang sempat drop karena typus yang datang tak di jemput dan pulang tak diantar, akhirnya mulai ngeliat list Pekerjaan yang lumayan Panjang saperti hidung pinokio. eh, anak jaman sekarang tahu cerita pinokio apa enggak ya ? ah, sudahlah.

"mas wisnu, jangan lupa inventory linen, ya?" pesan pak Bagus yang melihatku berjalan menuju kursiku.

"Iya pak, nanti sore saya di bantu sama mas andi buat inventory linen, katanya mau bantuin juga."

dan mas andi pun melihatku sambil nyengir.

Bukan rahasia umum lagi kalo dalam dunia kerja itu ada momen-momen yang memang selalu menjadi kebahagiaan hakiki bagi para karyawan. waktu istirahat makan siang, waktu gajian, waktu libur dan waktu THR an. yah, ini sih menurutku lho. dan saat makan siang, si riska yang terkenal kayak headline news yang tiap harinya bawa berita mulai membuka prakata dengan gosipnya.

"eh, udah pada tau belum nih?"

"apaan?" tanya teman-teman yang lain menanggapi.

"anaknya pak bagus hamil lho!"

"masak ? kan belum nikah?"

"yee, kalo udah nikah mah gak bakalan jadi berita dong!"

saya yang dari tadi sibuk makan sambil sesekali nguping pun ikut penasaran juga.

"katanya, pacarnya pergi gitu aja. padahal udah hamil 3 bulan lho." sambungnya cerita.

"hush,hush, Pak bagus datang!" ucap temennya dan kemudian mendadak membisu.

Begini nih yang bikin hidup gak nyaman. dan yang kayak gini sih biasanya jadi benalu. mirip banget kayak sinetron di tv. biasanya, yang kayak gini nih yang perlu di jauhin. kenapa ? biasanya sih kalo kita sering kumpul sama orang kayak gini, terus kita tetiba gak ikut kumpul, kita yang jadi bahan topik omongan. dan percayalah, gak enak lho.

"boleh saya duduk disini mas wisnu ?" tanya pak bagus yang membuatku kaget karena sedang beradu dengan tumis kubis kesukaanku.

"iya pak, silahkan." jawabku sopan.

keadaan yang seperti ini yang membuat karyawan kecil seperti merasa canggung. karena duduk berhadapan sama owner hotel.

"mas wisnu dulu nikah umur berapa mas ?" tanya pak bagus memecah suasana canggung.

"saya nikah umur 28 pak."

"ouwh, istrinya dulu umur berapa ?"

"kalo istri saya umur 20 pak."

"wah, berarti dapat darah muda dong!" serunnya bercanda.

"iya pak, mungkin jodoh." jawabku sambil tersenyum.

"salah mas wisnu, jodoh itu gak bias di ukur dari hal seperti itu. kalo sampai akhir hayat masih Bersama baru itu namanya jodoh." ucapnya menerangkan .

"gitu ya pak ?"

"iya dong, lha istri mas wisnu kerja dimana ?" tanyanya sopan.

"maaf pak, istri saya sudah meninggal 10 Bulan  yang lalu." jawabku sopan.

"eh, maaf mas wisnu!" ucapnya kaget.

"iya pak, enggak kenapa-kenapa kok pak." jawabku ramah.

dan suasana kembali hening...

Biasanya, sore begini saya dan sang istri suka main ayunan di samping rumah sambal menghabiskan waktu berdua, bercerita tentang hariku dan harinya. tapi, itu akan menjadi sebuah cerita indah di kala senja. akupun menghela nafas dan mencoba bersikap seperti yang seharusnya. eh, apa kabar radio sekarang ya ? sore begini iseng iseng ku coba buat nyalain radio. sambal menunggu maghrib juga, walaupun masih agak lama sih. 


Oh, tiada yang hebat dan mempesona
Ketika kau lewat di hadapanku
Biasa saja...
Waktu perkenalan lewatlah sudah
Ada yang menarik pancaran diri
Terus mengganggu
Mendengar cerita sehari-hari
Yang wajar tapi tetap mengasyikkan
Kini terasa sungguh
Semakin engkau jauh
Semakin terasa dekat
Akan ku kembangkan
Kasih yang engkau tanam
Di dalam hatiku
Oh, tiada kejutan pesona diri
Pertama kujabat jemari tanganmu
Biasa saja...
Masa pertalian terjalin sudah
Ada yang menarik bayang-bayangmu
Tak mau pergi
Dirimu nuansa-nuansa ilham
Hamparan laut tiada bertepi

Tak terasa lagu "nuansa bening" membuatku terbayang ke masa lalu. masa dimana untuk pertama kalinya aku bertemu dengan istriku. seorang gadis yang berlari dengan sepatu, tas, dan bekal makanan, seorang gadis yang terjatuh, dan seorang gadis yang aku gendong untuk pertama kalinya. sungguh dalam hatiku merasa bahagia, walaupun ini cuman kenangan. aku pun tersenyum-senyum sendiri mengingatnya.

Benar kata orang tua jaman dahulu, bahwa jarak antara luka dan sembuhnya adalah sebatas kita mau memaafkan dan menerimanya. kalo kita terpaku pada hal-hal buruk, fikiran dan hati kita akan semrawut. tapi kalo kita menerima dan memaafkannya, kita terpaku pada hal yang indah dan baik, hati dan fikiran pun akan mengalir yang indah-indah. 

Tak terasa, sudah genap satu tahun berlalu sejak istriku pergi, dan aku pun sudah mulai terbiasa dengan semua ini. hingga suatu malam ada seorang tamu besar yang bertamu dan bertandang ke rumahku. 

tok.tok.tok...

"tunggu Sebentar!" teriakku dari dalam rumah.

"pak Bagus, silahkan masuk pak!" pintaku mempersilahkan tamu kehormatan.

"iya mas wisnu, terima kasih." jawabnya sopan.

"maaf, sebelumnya pak Bagus. Ada apa gerangan bapak berkenan singgah dirumah kecil saya ?" tanyaku penasaran.

"ah, saya cuman mampir saja kok mas. karena kebetulan lewat sekitar sini."

"saya bikinkan minum dulu pak," 

"tidak usah mas wisnu, saya cuman sebentar saja kok mas!" tolaknya sopan.

"kalo begitu, kita makan dulu pak, sudah tradisi keluarga kalau semisal ada tamu kita harus menyambutnya dengan makan dulu." pintaku sopan.

"baiklah kalau memang begitu tradisi di rumah ini." jawabnya tak kalah sopan.

Setelah selesai makan pun pak Bagus mulai menjelaskan maksud kedatangannya.

"begini mas wisnu, sebenarnya saya kesini itu ingin meminta tolong sama mas wisnu." ucapnya membuka pembicaraan.

"Kalau saya bisa membantu, pasti akan saya bantu pak. kalau boleh tahu, pak Bagus ingin minta bantuan apa ya pak ?" tanyaku penasaran.

"begini mas wisnu, saya mempunyai 3 anak. dan anak saya yang kedua namanya Putri Wijayanti. saat ini, anak saya itu sedang hamil 3 bulan. dan pacarnya yang tidak bertanggung jawab itu katanya pergi keluar negeri. dan kedatangan saya ini, saya ingin meminta bantuan mas wisnu."

"ouw begitu, saya pasti akan bantu pak Bagus. kebetulan saya juga ada beberapa teman di perhotelan juga, dan masih lajang pula." 

"bukan, bukan itu maksud saya mas wisnu."

"lantas bagaimana pak ?" tanyaku penasaran.

"begini mas wisnu, saya ingin meminta bantuan mas wisnu untuk menikahi putri saya itu. saya tidak ingin putri saya menikah dengan sembarang orang yang tidak tentu watak, sikap, dan tabiatnya. saya sudah gagal menjadi orang tua bagi putri saya itu sehingga jadi seperti ini. dan saya ingin membayar kesalahan itu dengan menikahkan putri saya dengan orang yang baik, dan orang yang saya percaya, yaitu mas wisnu." ucapnya menerangkan.

Bagai disambar kereta di siang bolong, saya kaget, benar-benar kaget. karena tak pernah terlintas dan terfikirkan akan seperti ini. bahkan tak pernah ada bayangan akan seperti ini. menikah dengan orang yang saya tak pernah tahu, kenal, bahkan mencintainya. apa itu mungkin ? akupun hanya bisa diam membisu. tak berkata sepatah hurufpun.

"bagaimana mas wisnu ?" tanya pak bagus dalam diamku.

"tapi pak, saya hanya karyawan rendahan, berpendidikan rendah, anak Yatim piatu. apakah itu nantinya tidak akan membuat keluarga pak Bagus malu?"

"saya akan lebih malu pada diri saya sendiri karena anak saya mas wisnu. karena itu saya meminta tolong sama mas wisnu. karena saya percaya sama mas wisnu."

"tapi pak, bagaimana saya menikahi putri bapak jika saya tidak mencintainya?"

"karena itu saya minta tolong sama mas wisnu, hanya untuk status anaknya saja. setelah putri saya melahirkan, jika ingin bercerai tidak apa-apa mas wisnu."

"maaf pak Bagus, sepertinya saya perlu waktu untuk ini. karena ini acara sakral pak."

"baiklah, saya akan biarkan mas wisnu untuk berfikir. dan sekali lagi, saya hanya meminta tolong kepada mas wisnu. karena saya yakin mas wisnu adalah orang yang baik dan amanah." terang pak Bagus.

Dan malam itu, menjadi malam yang berat. entah kenapa otaku dan fikiranku seperti mati. tak ada tanda-tanda berfikir ataupun merasa. aku hampa, aku bagaikan mati suri. kucoba melupakan kejadian malam ini, tapi gagal. kucoba mengingat Carissa istriku, tapi gagal. entahlah, akupun tak tahu apa yang aku rasakan. aku cuman tahu satu hal, shalat istikharah. ya, itu yang harus aku lakukan...

Hari ini serasa berbeda, ya berbeda. aku merasa sepi, bingung, gundah gulana. apa yang harus aku lakukan. langkah kaki pun terasa begitu berat. tapi, hal seperti jangan sampai membuatku menjadi seorang pecundang yang takut akan bayang-bayang kekhawatiran dan hal-hal yang terkalut dalam fikiranku seseorang. jika ya, katakan ya. jika tidak, katakana tidak.

"heh, mas wisnu! nanti sore kita mau ke rumah sakit, jenguk istrinya pak bagus. kamu mau ikut bareng gak nih?"  tanya mbak winda yang duduk di seberang meja. aku menoleh dan bertanya "loh, istrinya pak bagus kenapa mbak ?"

"katanya sih jantungnya kumat lagi." jawabnya.

"kalian berangkat dulu aja mbak, nanti aku nyusul deh." jawabku ngeles.

Sore itu, sepanjang jalan bus yang kunaiki. aku masih seperti boneka tanpa nyawa. sejuta kebingungan menderai di otak dan fikiranku. tetiba suara lagi "perjalanan tak tergantikan" di speaker bus membuatku tersadar. pak Bagus dengan rasa percayanya padaku, dengan mengindahkan rasa malu dan kehormatannya datang padaku dan meminta pertolongan padaku. dan bukankah aku telah berujar bahwa jika aku mampu, aku akan membantunya.

Ku langkahkan kakiku jalani ini
Dalam terpaan badai gelapnya hari
Tak tahu bagaimana cerita ini
Akan berujung nanti aku tak tahu
Selama darahku masih mengalir di nadi
Selama itu pula aku akan bernyanyi
Tiap persinggahan ada ribuan kenangan
Perjalanan ini tak akan pernah tergantikan
Ku langkahkan kakiku jalani ini

Dalam terpaan badai gelapnya hari

Malam itu juga, kuputuskan untuk datang kerumah sakit untuk menjenguk istri pak bagus dan menyampaikan jawaban yang telah aku putuskan.

Tok.tok.tok...

"ya masuk." terdengar suara pak Bagus dari dalam kamar perawatan.

"permisi pak," sapaku sopan.

"ah, ya mas wisnu. silahkan masuk mas." pak bagus mempersilahkan.

"bagaimana keadaannya bu ?" tanyaku ke bu Melda, istrinya pak Bagus sambal mencium tangan ibu Melda.

"Udah agak mendingan, dik. ini habis pulang kerja ?" tanya bu Melda.

"iya bu, bermaksud ingin tahu keadaan ibu. sekalian ada yang ingin saya sampaikan juga."

"apa yang mau disampaikan dik ?" tanya bu melda pelan.

"maaf sebelumnya pak bagus, bu melda. maksud kedatangan saya kesini juga sekalian ingin melamar anak bapak dan ibu." jawabku ramah.

"alhamdulillah..!" seru pak Bagus dan bu Melda.

Hari ini, resmi sudah saya menjadi menantu dari pak Bagus dan bu Melda. walaupun pak Bagus dan bu Melda memintaku untuk tinggal di rumahnya, tapi aku tetap bersikukuh untuk tinggal di rumahku. dan kedua mertuaku pun tidak mempermasalahkan itu.  

Putri Wijayanti, dia istriku sekarang. selama ini saya fikir dia liar, suka semaunya sendiri, egois, urakan. tapi, semua salah. dia berbeda dengan apa yang saya fikirkan. dia lembut, berfikir terbuka, santai, tak pernah memaksakan kehendaknya sendiri, dan ternyata dia cantik. beneran cantik, dan semoga bukan cuman di awal-awal... 

"mas bangun, udah siang ini." panggilnya dia sambal menyenggol bahuku.

"iya, ini udah bangun kok." jawabku pelan.

"aku pengen bubur ayam." pintanya.

"iya, kamu keluar dulu. aku mau ganti baju dulu." jawabku sambal beranjak bangun.

kami memang sudah sah sebagai suami istri, tapi tidur kita berbeda kamar. bukan satu kamar. ya karena masih canggung juga. karena saya baru ketemu dia sehabis ijab Kabul juga. dan kita memang gak neko-neko. karena memang tujuan pernikahan kita hanya untuk status. dan aku melakukan itu juga karena niat ingin membantu keluarga pak Bagus dan bu Melda.

Dan hari-hari kita baik-baik saja, tak terlalu banyak masalah karena harus saling menuntut. kita malah merasa seperti sahabat karib. kadang bercanda bareng, tertawa bareng, melakukan hal-hal yang lucu. contoh saja soal makan, saya berfikir kalau putri sedang hamil. dan saya tidak ingin dia sibuk masak karena takut dia kecapekan dan berakibat pada kandungannya. 

Sementara dia berfikir kalau dia adalah seorang istri dan sewajarnya dialah yang memasak. dan akhirnya kita malah masak Bersama-sama. hal kecil seperti itu membuat kita merasa lebih intens. Pernah juga dia minta buah jambu yang langsung dipetik dari pohonnya, tapi dianya maunya ikut nyari. biar katanya sekalian jalan-jalan sore. dan aku merasa tidak sendiri lagi.

Malam ini kepalaku agak sedikit pusing, mungkin gejala masuk angin. takut nanti putri kerepotan, akupun tiduran di sofa depan tv. biar dikira aku nonton tv. kemudian dia menghampiri dan duduk di sebelahku.

"kamu capek mas ?" tanyanya lembut.

"iya, sedikit."

"sini aku pijitin." perintahnya sambal menarik kepalaku ke pangkuannya.

Dan aku merasa gimana gitu...

oh, ya. kita berdua paling hoby ngeliat dvd mr.bean dan ketawa-ketawa bareng. merasa bebas, lepas...

"eh, mas. makasih ya udah mau jagain aku selama ini. makasih untuk semuanya." ucapnya tiba-tiba.

"kenapa ngomong gitu ? aku ikhlas kok. lagian sekarang kamu kan istriku, udah tanggung jawabku buat jagain kamu kapanpun dan dimana pun."

"iya mas...eh, mas. aku mau nanti kamu yang kasih nama anakku,"

"anak kamu, anak aku juga kan."

"iya mas. bagusnya siapa ya mas ?"

"hmm, gimana kalo khana bizatis hastama ?" 

"kalo cowok ?"

"krhisna artla hastama".

"hmm, bagus mas." ucapnya seraya memelukku. dan pelukannya membuatku sedikit kaget juga senang. apa istriku mulai mencintaiku..?

Sudah beberapa bulan saya memperistri putri, kehamilannya pun memasuki usia 8 bulan. dan sore ini saya sama pak Bagus berencana untuk mencari sebuah kado untuk ulang tahun bu bagus. mungkin karena kita laki-laki, jadi selama 3 jam kita berkeliling mall hntuk mencari kado yang cocok belum ketemu. "ibu kasih kado apa ya dek ? udah tiga jam kita berkeliling." tanya pak bagus kebingungan.

"maaf pak, saya juga bingung." jawabku tak kalah bingungnya.

"kalo dek wisnu sendiri, hadiah apa yang mau dikasih ke putri jika ulang tahun ?"

"kalo saya sih berencana kumpul dan makan-makan sama semua keluarga dengan music diiringi music klasik pak."

"lho, bukan barang gitu ?"

"kan harta yang paling indah kan keluarga pak. lagian jarang juga kita bias kumpul. Nabila kuliah di jogja, kak ersan kerja di bandung. itu bias jadi moment istimewa pak." jawabku.

"ide bagus itu, kenapa bapak gak coba ya." ucap pak bagus.

Setelah itu, saya dan pak bagus keluar dari mall menuju parkiran dengan sebuah ide yang luar biasa. dan sesampainya di parkiran mobil, ada hal yang membuat kita terperanjat, kaget, kecewa dan marah. bagaimana tidak, di sebuah parkiran mobil saya dan pak Bagus melihat Putri, istriku sedang berpelukan dengan seorang laki-laki. kulihat sebuah expresi marah dari raut wajah pak Bagus. dan saya coba menghentikan dan menenangkan pak Bagus ketika pak Bagus ingin bergerak melabrak kedua orang itu. 

"Dek Wisnu, kamu kan suaminya. apa kamu diam saja melihat seperti !" ucap pak bagus dengan nada tinggi.

"saya marah pak, kecewa juga. tapi jangan sampai kita emosi di tempat umum seperti." jawabku lirih.

"baik, kita tunggu di rumah!"

Jam menunjukan pukul 20.00 wib saat putri pulang kerumah. "ayah, mampir kesini ?" tanya putri melihat saya dan pak Bagus di ruang tamu.

"kamu dari mana ?" tanya pak Bagus.

"dari kumpul sama temen kok ayah."

"Jangan bohong! kita melihat kamu sedang berpelukan sama laki-laki lain di mall!" bentak pak Bagus.

"bapak, sabar dulu pak. biar putri menjelaskan dulu." ucapku menenangkan.

"saya minta maaf ayah." ucap putri sambal menangis pelan.

"siapa orang tadi ? kamu tau kan, kamu sudah memiliki suami! pantaskah kamu seperti itu!" bentak pak Bagus lagi.

"sekali lagi, saya minta maaf ayah." ucapnya menangis.

"siapa dia!" bentak pak Bagus lagi.

"dia satria ayah, ayah dari anakku!!

"kurang ajar" bentak pak bagus seraya mengayunkan tangannya ingin menampar. tapi segera kucegah.

"bukan seperti ini pak, putri masih istriku. biarkan saya yang bertanggung jawab." pintaku.  

Setelah kejadian malam itu, saya dan putri merasa saling canggung. saya tahu, dia merasa bersalah tapi saya lebih memilih untuk memberinya ruang dan berlaku seperti biasa. bukan karena tidak marah, tapi hanya ingin dia tidak terpuruk dalam kesalahannya. bukankah setiap yang jatuh itu butuh tangkapan, bukan di biarkan berserakan. 

Aku masih sama, orang yang sama, di tempat yang sama dan sebagai suami yang sama. hingga suatu sore sepulang dari kerja, putri mendekatiku dan mulai mengajakku untuk bicara serius.

"mas, saya minta maaf untuk semuanya. mungkin sudah waktunya kita berpisah. satria juga sudah kembali dan ingin bertanggung jawab untuk menjadi ayah dari bayi ini." ucapnya pelan penuh keraguan dan ketakutan.

"saya paham, kamu tidak perlu khawatir." ucapku lembut sambal tersenyum. walaupun dalam hati meledak - ledak begitu hebatnya.

"kamu tidak marah mas ?"

"kalo masih bias tersenyum, untuk apa marah?" 

"makasih mas." ucapnya merasa lega dan memelukku.

"tapi aku punya satu permintaan."

"apa itu mas ?"

"kita bercerai tiga bulan setelah kamu melahirkan, jika satria benar ingin bertanggung jawab pasti dia tidak keberatan. toh selama ini kita juga tidak pernah tidur bareng. kamu pun masih suci dariku bukan." ucapku sambal bercanda.

"iya, biar nanti saya bicarakan dengan satria."

"eh, satu hal lagi! saya ingin menenangkan fikiran dulu. saya ingin pergi ke luar kota, jadi selama itu kita tidak berkomunikasi satu sama lain."

"kenapa begitu ?"

"saya ingin terbiasa tanpamu terlebih dahulu, dan kamu harus janji itu. setelah itu, saya akan tanda tangan surat cerai kita."

"baik mas." ucapnya ragu.

jam menunjukan pukul 03.00 wib saat travel jurusan malang sudah siap menjemput di depan rumah. dan sebelum pergi, kusempatkan meninggalkan sepucuk surat di depan kamar istriku. berharap dia membaca dan tahu bagaimana perasaanku saat ini terhadapnya. dan sayapun pergi meninggalkan istriku, rumahku, dan kota asalku….

Sinar mentari menembus sela-sela jendela dan putri mulai terbangun, melangkah dan menemukan sepucuk surat di depan pintu kamarnya.

Teruntuk putri, istriku…

Maaf, saya tidak berpamitan secara langsung sama kamu.

karena itu berat untukku, terlampau berat.

mungkin, aku tidak benar - benar mengenalmu.

bahkan pernikahan kita pun tanpa ada sedikit cinta diantara kita.

tapi seiring berjalannya waktu, rasa itu ada, cinta itu ada.

dan aku sudah jatuh cinta kepadamu.

maaf bila terlalu lancang. dalamnya lautan bisa di ukur, tapi dalamnya hati siapa yang ngerti.

maaf, aku mencintaimu...

benar - benar mencintaimu.

aku melepaskanmu, merelakanmu agar engkau bahagia.

karena bahagiamu adalah sebuah kebahagiaan untukku juga.

jika kau mencintainya, pergilah, kejarlah, dan pertahankanlah dia.

tapi, jika nanti engkau tersesat, maka kembalilah. 

kembalilah padaku, jalan pulang yang kau rindukan...


Wisnu hastama

dan putri pun terduduk membaca surat itu dan tanpa terasa air matanya mulai mengalir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun