"siapa dia!" bentak pak Bagus lagi.
"dia satria ayah, ayah dari anakku!!
"kurang ajar" bentak pak bagus seraya mengayunkan tangannya ingin menampar. tapi segera kucegah.
"bukan seperti ini pak, putri masih istriku. biarkan saya yang bertanggung jawab." pintaku. Â
Setelah kejadian malam itu, saya dan putri merasa saling canggung. saya tahu, dia merasa bersalah tapi saya lebih memilih untuk memberinya ruang dan berlaku seperti biasa. bukan karena tidak marah, tapi hanya ingin dia tidak terpuruk dalam kesalahannya. bukankah setiap yang jatuh itu butuh tangkapan, bukan di biarkan berserakan.Â
Aku masih sama, orang yang sama, di tempat yang sama dan sebagai suami yang sama. hingga suatu sore sepulang dari kerja, putri mendekatiku dan mulai mengajakku untuk bicara serius.
"mas, saya minta maaf untuk semuanya. mungkin sudah waktunya kita berpisah. satria juga sudah kembali dan ingin bertanggung jawab untuk menjadi ayah dari bayi ini." ucapnya pelan penuh keraguan dan ketakutan.
"saya paham, kamu tidak perlu khawatir." ucapku lembut sambal tersenyum. walaupun dalam hati meledak - ledak begitu hebatnya.
"kamu tidak marah mas ?"
"kalo masih bias tersenyum, untuk apa marah?"Â
"makasih mas." ucapnya merasa lega dan memelukku.