Dalam situasi seperti ini, setiap kritik atau masukan sering kali dianggap sebagai ancaman tambahan, bukan sebagai solusi.Â
Bahkan saran yang dimaksudkan untuk membantu bisa dianggap sebagai bentuk arogansi dari orang luar yang tidak memahami kesulitan mereka.
Mental defensif ini adalah mekanisme perlindungan psikologis. Ini memungkinkan mereka bertahan di lingkungan yang keras, tetapi di sisi lain, juga membuat mereka sulit menerima perubahan atau pandangan baru.
Peran Pendidikan yang Hilang
Pendidikan adalah salah satu cara terbaik untuk mengubah hidup seseorang. Namun, akses ke pendidikan layak sering kali menjadi tantangan bagi keluarga miskin.Â
Meski ada sekolah gratis, banyak biaya tambahan seperti seragam, buku, dan transportasi yang tetap harus ditanggung.
Ketika keluarga miskin tidak mampu membayar biaya tersebut, anak-anak mereka sering kali harus putus sekolah.Â
Ini menciptakan lingkaran setan di mana generasi berikutnya tumbuh tanpa keterampilan untuk berpikir kritis atau mengelola emosi mereka dengan baik.Â
Mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan formal juga kehilangan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
Tanpa pendidikan, seseorang tidak hanya kehilangan kemampuan akademis, tetapi juga kesempatan untuk belajar bagaimana menerima kritik dengan kepala dingin.Â
Mereka sulit membedakan antara kritik konstruktif dan hinaan, sehingga cenderung bereaksi defensif terhadap masukan apa pun.
Budaya Malu dan Harga Diri
Budaya malu sangat kuat dalam masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan miskin. Harga diri adalah salah satu hal yang paling mereka jaga, karena itulah satu-satunya "kekayaan" yang mereka miliki.