Ketika kritik datang, mereka sering kali merasa bahwa harga diri mereka diserang.Â
Mereka tidak melihat kritik sebagai upaya untuk membantu, tetapi sebagai ancaman yang memperkuat stigma negatif tentang diri mereka.Â
Dalam banyak kasus, kritik bahkan bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap seluruh komunitas mereka, bukan hanya terhadap individu yang menerima kritik tersebut.
Fenomena ini diperburuk oleh lingkungan sosial di mana rasa malu sering kali digunakan sebagai alat kontrol.Â
Orang yang dianggap gagal atau tidak mampu sering kali dipermalukan di depan umum, yang membuat mereka semakin defensif ketika berhadapan dengan masukan dari luar.
Trauma Antar-Generasi
Istilah "trauma intergenerasional" menggambarkan bagaimana tekanan hidup dan trauma yang dialami satu generasi bisa diwariskan ke generasi berikutnya.Â
Contohnya, kakek-nenek yang hidup di masa sulit seperti penjajahan atau krisis ekonomi, cenderung mewariskan pola pikir bertahan hidup kepada anak-anak mereka.
Namun, pola pikir bertahan ini sering kali tidak diiringi dengan keterampilan untuk berkembang atau keluar dari lingkaran kemiskinan.
Akibatnya, generasi berikutnya tumbuh dengan sifat curiga terhadap orang lain dan kesulitan menerima kritik atau bantuan.
Trauma ini juga membuat mereka sulit percaya pada niat baik orang lain. Bagi mereka, setiap kritik atau masukan selalu disertai dengan motif tersembunyi.Â
Pandangan ini membuat mereka semakin terisolasi dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.