Berdasarkan data dari OJK, 42% korban pinjaman online ilegal adalah guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa bahkan tenaga pendidik pun masih banyak yang kesulitan mengelola keuangan mereka.
2. Kurangnya Kompetensi Guru
Hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) 2015 menunjukkan rata-rata nilai guru hanya 44,5 dari standar 75.Â
Ini menjadi indikasi bahwa masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai, termasuk dalam hal literasi keuangan.Â
Bandingkan dengan Finlandia, di mana seorang guru minimal harus memiliki gelar master, bahkan untuk mengajar siswa sekolah dasar.
Mengapa Literasi Keuangan Tidak Pernah Menjadi Fokus Pendidikan?
Untuk memahami mengapa literasi keuangan tidak masuk dalam kurikulum, kita perlu menilik latar belakang historis dari sistem pendidikan modern.Â
Sistem pendidikan yang kita kenal saat ini banyak dipengaruhi oleh John D. Rockefeller, salah satu orang terkaya pada awal abad ke-20.Â
Melalui Rockefeller Foundation, ia menciptakan model pendidikan berbasis standar, yang dikenal sebagai factory model education.Â
Sistem ini dirancang untuk mencetak generasi pekerja yang patuh dan mengikuti aturan, bukan individu yang berpikir kritis atau mandiri secara finansial.
Tujuan sistem ini adalah menciptakan tenaga kerja yang terampil untuk kebutuhan industri, tetapi tidak cukup kritis untuk mempertanyakan aturan atau struktur yang ada.Â
Konsep literasi keuangan yang mengajarkan kemandirian finansial tidak sesuai dengan tujuan sistem tersebut.
Dampak Sistem Pendidikan yang Terlalu Akademis
Kurikulum pendidikan di Indonesia cenderung menitikberatkan pada hafalan dan mata pelajaran akademis.Â