Di tengah dunia yang semakin cepat dan serba digital ini, banyak orang merasa perlu mengerjakan berbagai hal sekaligus demi mengejar produktivitas.Â
Namun, apakah multitasking benar-benar membuat kita lebih efisien, atau justru sebaliknya?Â
Pernahkah Anda mencoba mengerjakan banyak hal sekaligus, hanya untuk menyadari bahwa pekerjaan yang dihasilkan kurang optimal atau bahkan membuat Anda merasa kewalahan?Â
Pada kenyataannya, multitasking mungkin lebih membahayakan produktivitas kita daripada yang kita sadari.
Apa Itu Multitasking?
Multitasking sering diartikan sebagai kemampuan untuk mengerjakan lebih dari satu hal dalam waktu yang bersamaan.Â
Contohnya, menulis laporan sambil mendengarkan percakapan di telepon atau memeriksa email sambil melakukan riset.Â
Dalam multitasking, otak kita dituntut untuk berpindah-pindah fokus antara dua atau lebih aktivitas.Â
Namun, meski kelihatannya efisien, berbagai penelitian mengungkapkan bahwa multitasking seringkali hanya menjadi ilusi produktivitas.Â
Kita tidak benar-benar melakukan dua hal dalam waktu yang bersamaan, melainkan berpindah fokus dari satu tugas ke tugas lainnya dalam kecepatan tinggi.
Sebagai contoh, bayangkan saat Anda sedang mengemudi sambil berbicara di telepon.Â
Mungkin terdengar aman karena mata tetap mengarah ke jalan, namun kenyataannya, aktivitas ini bisa meningkatkan risiko kecelakaan.Â
Ketika kita melakukan dua kegiatan sekaligus, perhatian kita terpecah, dan respons terhadap situasi darurat menjadi lebih lambat.Â
Dengan kata lain, multitasking dalam situasi seperti ini berpotensi membahayakan diri dan orang lain.
Bagaimana Multitasking Menurunkan Produktivitas?
Penurunan produktivitas saat multitasking bisa terjadi karena berbagai alasan. Otak manusia dirancang untuk fokus pada satu hal pada satu waktu.Â
Ketika kita memaksa otak untuk beralih di antara tugas-tugas, setiap pergantian membutuhkan waktu adaptasi yang singkat.Â
Saat perpindahan fokus berlangsung, otak harus menyesuaikan diri dengan tugas yang baru, dan dalam proses ini, seringkali terjadi penurunan performa.
Riset menunjukkan bahwa otak membutuhkan sekitar 23 menit untuk benar-benar kembali fokus setelah terganggu.Â
Artinya, ketika kita terganggu oleh notifikasi, pesan, atau aktivitas lain, produktivitas kita tidak hanya menurun dalam hitungan detik, tetapi bisa berdampak dalam puluhan menit ke depan.Â
Jadi, saat kita mengerjakan dua hal sekaligus, bukannya mempercepat proses, justru kita sering kali membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas yang seharusnya bisa cepat selesai jika dikerjakan satu per satu.
Dampak Negatif Multitasking pada Kesehatan Mental
Selain menurunkan produktivitas, multitasking juga bisa memberikan dampak buruk pada kesehatan mental.Â
Setiap kali kita berpindah fokus, otak mengalami "mental switch cost," yaitu proses adaptasi yang memerlukan energi mental tambahan.Â
Dalam jangka panjang, ini bisa mengakibatkan stres dan kelelahan mental.Â
Multitasking sering kali menimbulkan perasaan kewalahan karena otak terus berusaha menyelesaikan beberapa tugas sekaligus.Â
Selain itu, gangguan yang datang dari notifikasi digital secara terus-menerus meningkatkan tekanan mental, karena kita merasa harus merespons setiap gangguan tersebut.
Bagi mereka yang sering terlibat dalam multitasking, stres bukanlah satu-satunya risiko.Â
Studi menunjukkan bahwa multitasking secara berlebihan bisa berdampak pada penurunan kemampuan otak dalam memproses informasi.Â
Bahkan, efek multitasking dapat mempengaruhi otak hingga memperlambat kecepatan berpikir serta menurunkan kemampuan mengambil keputusan secara efektif.
Mengapa Kita Tetap Melakukan Multitasking?
Jika multitasking terbukti merugikan produktivitas dan kesehatan mental, lalu mengapa banyak dari kita tetap melakukannya?Â
Salah satu alasannya adalah karena multitasking menciptakan ilusi produktivitas. Ketika kita mengerjakan banyak hal sekaligus, ada perasaan bahwa kita sudah menyelesaikan banyak pekerjaan.Â
Sayangnya, hasil akhir sering kali menunjukkan sebaliknya. Tugas yang dikerjakan menjadi kurang optimal, dan waktu yang dihabiskan justru lebih banyak daripada jika kita fokus pada satu tugas.
Selain itu, dorongan untuk multitasking juga bisa berasal dari tekanan eksternal, seperti beban pekerjaan yang tinggi atau ekspektasi dari lingkungan.Â
Ketika ada banyak tugas yang belum selesai, kita cenderung merasa harus mengerjakan semuanya sekaligus agar tidak merasa terbebani. Namun, kenyataannya, multitasking justru memperpanjang waktu penyelesaian tugas tersebut.
Perbedaan Antara Multitasking dan Task Switching
Penting untuk memahami perbedaan antara multitasking dan task switching.Â
Multitasking melibatkan penggabungan dua tugas atau lebih dalam satu waktu, sedangkan task switching adalah proses berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya dalam waktu yang singkat.Â
Task switching memungkinkan kita untuk memprioritaskan tugas yang paling penting, sehingga bisa lebih efisien dalam bekerja. Namun, jika dilakukan terlalu sering, task switching pun bisa mengakibatkan kelelahan mental yang serupa dengan multitasking.
Task switching yang berlebihan menguras energi dan fokus kita, yang dalam jangka panjang dapat menurunkan kemampuan kita untuk konsentrasi penuh pada satu tugas.Â
Oleh karena itu, daripada terus berpindah-pindah, lebih baik menyelesaikan satu tugas sepenuhnya sebelum beralih ke tugas berikutnya.
Bagaimana Menghindari Multitasking dan Meningkatkan Fokus
Jika kita ingin meningkatkan produktivitas tanpa harus multitasking, berikut beberapa strategi yang dapat dicoba:
Tetapkan Prioritas Harian
Cobalah memulai hari dengan menetapkan prioritas yang jelas. Pilih tugas yang paling penting dan buatlah daftar tujuan harian yang ingin Anda capai. Dengan begitu, Anda bisa tetap fokus tanpa tergoda untuk berpindah-pindah antara banyak tugas.Batasi Gangguan Digital
Notifikasi yang masuk terus-menerus bisa sangat mengganggu fokus. Atur waktu khusus untuk memeriksa email dan media sosial, serta matikan notifikasi saat sedang fokus pada pekerjaan yang memerlukan konsentrasi tinggi. Beberapa perusahaan besar bahkan menerapkan "quiet hours," yaitu periode waktu tertentu di mana karyawan dibebaskan dari email dan notifikasi agar bisa fokus pada pekerjaan.Lakukan Teknik Pomodoro
Teknik Pomodoro adalah cara efektif untuk meningkatkan fokus dengan cara bekerja selama 25 menit, diikuti dengan istirahat singkat selama 5 menit. Setelah empat sesi, beristirahatlah selama 15--30 menit. Metode ini memungkinkan Anda fokus pada satu tugas dalam waktu singkat, sekaligus memberikan jeda bagi otak untuk beristirahat.Manfaatkan Visualisasi Tujuan
Sebelum memulai tugas, bayangkan apa yang ingin Anda capai pada akhir hari. Visualisasi ini bisa menjadi panduan agar tetap berada di jalur meskipun ada gangguan yang muncul. Selain itu, membayangkan hasil yang ingin dicapai bisa memotivasi Anda untuk tetap fokus dan tidak mudah terganggu oleh hal-hal kecil.Beristirahat Secara Teratur
Otak kita seperti otot yang membutuhkan istirahat setelah bekerja keras. Jangan ragu untuk mengambil jeda sejenak, terutama setelah menyelesaikan tugas yang rumit atau membutuhkan konsentrasi tinggi. Istirahat ini akan membantu otak memulihkan diri dan siap untuk tugas berikutnya.
Kesimpulan: Produktif Tanpa Multitasking
Multitasking mungkin terdengar seperti cara yang efektif untuk menyelesaikan lebih banyak pekerjaan, tetapi penelitian membuktikan bahwa pendekatan ini lebih sering merugikan daripada menguntungkan.Â
Produktivitas yang sesungguhnya bukanlah tentang seberapa banyak tugas yang bisa diselesaikan dalam waktu bersamaan, melainkan seberapa baik kita menyelesaikan setiap tugas dengan fokus penuh.
Ketika kita memusatkan perhatian pada satu tugas, otak bekerja secara optimal, dan hasilnya pun cenderung lebih berkualitas.Â
Jadi, daripada terjebak dalam ilusi produktivitas multitasking, mari kita coba untuk fokus pada satu tugas pada satu waktu.Â
Dengan cara ini, bukan hanya hasil pekerjaan yang akan meningkat, tetapi juga kualitas kesehatan mental kita secara keseluruhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI