Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kapitalisme dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Modern

25 Oktober 2024   06:00 Diperbarui: 25 Oktober 2024   07:37 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kapitalisme. sumber: freepik

Kapitalisme sudah lama menjadi bagian dari kehidupan manusia, terutama di bidang ekonomi. 

Dalam sistem ini, individu dan perusahaan memiliki kendali atas barang, jasa, dan sumber daya yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan. 

Namun, seiring berjalannya waktu, kapitalisme tidak lagi terbatas pada sektor ekonomi saja. 

Pengaruhnya telah merambah ke berbagai aspek kehidupan, mulai dari cara kita bekerja, berkomunikasi, berpikir, hingga memahami kebahagiaan dan kesuksesan.

Di era digital seperti sekarang, kapitalisme menjadi semakin dominan, mengatur berbagai interaksi sosial dan gaya hidup kita. 

Dengan media sosial, teknologi, dan algoritma yang mengendalikan hampir setiap aspek kehidupan kita, kapitalisme membentuk pola pikir kita tanpa kita sadari. 

Kapitalisme di Media Sosial: Menciptakan Ilusi Kebahagiaan

Salah satu pengaruh terbesar kapitalisme dalam kehidupan modern terlihat jelas di media sosial. 

Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi lahan subur bagi gaya hidup kapitalis, di mana banyak orang merasa terdorong untuk menunjukkan kesuksesan material mereka. 

Ini terlihat dalam konten-konten yang menampilkan kehidupan mewah, seperti memiliki mobil mahal, tinggal di rumah besar, atau berlibur ke luar negeri. 

Gaya hidup seperti ini dipasarkan sebagai standar kebahagiaan yang seolah harus dicapai oleh semua orang.

Namun, kenyataannya, kapitalisme menggunakan popularitas konten-konten tersebut untuk membentuk cara berpikir kita. 

Kita didorong untuk mengejar standar hidup yang sebenarnya mungkin tidak realistis atau tidak sesuai dengan kebutuhan pribadi kita. 

Dalam prosesnya, kita secara tidak sadar menjadi bagian dari roda kapitalisme, di mana kebahagiaan dan kesuksesan diukur dari jumlah harta dan barang yang dimiliki.

Ini tentu menimbulkan banyak masalah, terutama di kalangan pengguna media sosial yang merasa tertekan ketika standar hidup tersebut tidak tercapai. 

Banyak orang yang akhirnya merasa gagal dan terjebak dalam perasaan tidak cukup, padahal standar tersebut hanya merupakan konstruksi kapitalis yang tidak mencerminkan realitas kehidupan. 

Kita tidak tahu latar belakang sebenarnya dari orang-orang yang kita lihat di media sosial, dan sering kali cerita tentang "keberhasilan dari nol" hanyalah narasi yang diciptakan untuk menambah daya tarik konten.

Ketergantungan pada Teknologi: Kapitalisme dalam Genggaman

Seiring dengan kemajuan teknologi, kapitalisme juga menemukan jalannya untuk semakin menancapkan cengkeramannya dalam kehidupan kita. 

Jika dulu kehidupan sehari-hari lebih bersifat fisik, seperti berbincang dengan keluarga saat bangun tidur atau memulai hari dengan sarapan, kini semua itu tergantikan oleh aktivitas digital. 

Sering kali, hal pertama yang kita lakukan begitu membuka mata adalah memeriksa notifikasi di smartphone kita. 

Dalam hitungan detik, kita sudah terhubung kembali dengan dunia digital, yang tidak lain adalah hasil dari sistem kapitalisme.

Teknologi yang kita gunakan, mulai dari handphone hingga internet, memungkinkan kapitalis untuk mengumpulkan data pribadi kita. 

Data ini kemudian diolah untuk menentukan kebutuhan dan preferensi kita, yang pada akhirnya memengaruhi keputusan yang kita ambil setiap hari. 

Kapitalisme memanfaatkan data ini untuk mengendalikan apa yang kita akses dan bagaimana kita bereaksi terhadapnya. 

Kita, tanpa sadar, diarahkan untuk mengikuti pola konsumsi dan pemikiran yang sudah dirancang oleh algoritma.

Salah satu bentuk nyata dari pengaruh kapitalisme ini adalah kebiasaan kita yang semakin ketergantungan pada teknologi. 

Hal ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak dan remaja. 

Kita sering melihat bagaimana anak-anak kecil sudah terbiasa dengan gadget sejak usia dini, dan bagaimana mereka bergantung pada teknologi untuk hiburan maupun pendidikan. 

Ini menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman kapitalisme dalam membentuk pola pikir generasi muda.

Kapitalisme di Sektor Kesehatan, Pendidikan, dan Pekerjaan

Kapitalisme tidak hanya memengaruhi cara kita berinteraksi dengan teknologi, tetapi juga mencengkeram sektor-sektor penting lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. 

Dalam dunia pendidikan, misalnya, kapitalisme telah menciptakan jurang besar antara mereka yang memiliki akses ke pendidikan berkualitas dan mereka yang tidak. 

Pendidikan berkualitas sering kali hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu membayar mahal, sementara sebagian besar masyarakat harus berjuang dengan fasilitas yang terbatas.

Di sektor kesehatan, kapitalisme menciptakan sistem yang lebih mengutamakan keuntungan daripada layanan yang terjangkau dan berkualitas. 

Layanan kesehatan yang idealnya merupakan hak dasar setiap orang, kini lebih sering dianggap sebagai produk yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar. 

Situasi ini membuat banyak orang, terutama di negara-negara berkembang, tidak mendapatkan akses kesehatan yang memadai.

Pekerjaan pun tidak lepas dari pengaruh kapitalisme. Banyak orang terjebak dalam pekerjaan yang tidak mereka sukai hanya demi mendapatkan uang. Kebutuhan akan uang untuk bertahan hidup membuat kita seolah terjebak dalam roda yang terus berputar. 

Para kapitalis, dengan kendali mereka atas perusahaan besar dan sumber daya, memegang kendali atas kehidupan kita. 

Akhirnya, kita tidak lagi bekerja untuk kepuasan pribadi atau pengembangan diri, melainkan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dikendalikan oleh para elit kapitalis.

Revolusi Kendaraan Listrik: Kemajuan atau Jebakan Kapitalisme?

Salah satu contoh menarik dari pengaruh kapitalisme dalam kehidupan modern adalah meningkatnya penggunaan kendaraan listrik. 

Tren ini dipopulerkan oleh perusahaan seperti Tesla, yang dipimpin oleh Elon Musk. Tesla dianggap sebagai pelopor kendaraan masa depan yang ramah lingkungan dan hemat biaya. 

Dalam waktu singkat, perusahaan-perusahaan otomotif besar lainnya pun ikut berkompetisi dalam produksi kendaraan listrik, dan tren ini mulai merambah negara-negara seperti Indonesia.

Namun, di balik inovasi ini, ada sisi gelap yang perlu kita perhatikan. Di satu sisi, kendaraan listrik memang dapat membantu mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. 

Namun, di sisi lain, teknologi ini menciptakan ketergantungan baru pada energi listrik. Jika hampir semua aktivitas kita bergantung pada listrik, bayangkan jika suatu saat terjadi krisis energi listrik. 

Kapitalis yang mengendalikan pasokan energi listrik ini memiliki kendali penuh atas hidup kita, dan dampak jangka panjangnya bisa sangat serius.

Media Sosial dan Algoritma: Mengendalikan Pikiran Kita

Media sosial tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat yang digunakan oleh kapitalisme untuk mengendalikan cara berpikir kita. 

Algoritma yang digunakan oleh platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram dirancang untuk terus-menerus memancing perhatian kita. 

Mereka memanfaatkan data tentang preferensi kita untuk menyajikan konten yang membuat kita ketagihan.

Masalahnya, banyak dari konten yang kita konsumsi di media sosial tidak memiliki nilai yang signifikan. 

Banyak konten yang hanya berisi hiburan tanpa makna, atau bahkan mempromosikan drama dan tren yang tidak jelas. 

Akibatnya, waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk aktivitas produktif justru terbuang hanya untuk scroll media sosial tanpa tujuan yang jelas.

Tidak hanya itu, media sosial juga sering kali membuat kita merasa tidak aman dengan diri sendiri. 

Ketika kita terus-menerus terpapar oleh kehidupan "sempurna" orang lain di media sosial, kita cenderung membandingkan diri kita dengan mereka. 

Padahal, kita semua memiliki perjalanan hidup yang berbeda-beda, dan apa yang kita lihat di media sosial belum tentu mencerminkan realitas.

Melawan Pengaruh Kapitalisme: Pentingnya Berpikir Kritis

Kapitalisme memang tampaknya mengendalikan hampir semua aspek kehidupan kita. Namun, sebagai individu, kita tetap memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang lebih bijak. 

Salah satu cara untuk melawan pengaruh negatif kapitalisme adalah dengan berpikir kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh tren atau standar yang ditetapkan oleh sistem ini.

Misalnya, sebelum kita memutuskan untuk mengikuti suatu tren di media sosial atau membeli barang yang sedang populer, kita bisa bertanya pada diri sendiri: Apakah ini benar-benar penting bagi saya? Atau, apakah saya hanya mengikuti keinginan untuk mendapatkan validasi dari orang lain?

Teknologi, pada dasarnya, memang memiliki banyak manfaat jika digunakan dengan bijak. 

Tantangannya adalah bagaimana kita bisa lebih sadar akan pengaruh kapitalisme dalam kehidupan kita sehari-hari, dan bagaimana kita bisa menggunakannya untuk kebaikan, bukan malah terjebak dalam rutinitas yang membuang-buang waktu.

Kesimpulan

Kapitalisme memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan modern kita, baik di media sosial, teknologi, pendidikan, kesehatan, maupun pekerjaan. 

Meski kita tidak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari sistem ini, kita masih bisa mengambil sikap yang lebih kritis dan bijak dalam menghadapi pengaruhnya. 

Dengan begitu, kita dapat menggunakan teknologi dan berbagai produk kapitalisme untuk kebaikan kita sendiri, bukan sebaliknya menjadi korban dari sistem yang mengendalikan hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun