Namun, kenyataannya, tidak semua perusahaan bisa memenuhi harapan ini, terutama untuk posisi entry-level. Sering kali, pekerjaan di level awal menawarkan gaji standar dengan tuntutan kerja yang cukup berat.
Masalahnya, lapangan pekerjaan yang sesuai dengan ekspektasi Gen Z tidak banyak. Banyak yang ingin bekerja di industri kreatif atau start-up yang menarik, tetapi posisi di sektor-sektor tersebut terbatas.Â
Akibatnya, banyak yang menganggur lebih lama karena menolak pekerjaan yang dianggap tidak sesuai dengan harapan mereka.
4. Persaingan yang Ketat
Jumlah lulusan universitas meningkat setiap tahun, tetapi peluang kerja tidak bertambah secepat itu.Â
Ini menyebabkan persaingan yang ketat di pasar kerja. Setiap kali ada lowongan kerja, bisa ada ratusan hingga ribuan pelamar untuk satu posisi.Â
Gen Z harus bersaing tidak hanya dengan sesama lulusan baru, tetapi juga dengan mereka yang sudah berpengalaman.
Selain itu, perusahaan sekarang sering mencari kandidat dengan keterampilan tertentu, seperti coding atau pemasaran digital.Â
Jika Gen Z tidak memiliki keterampilan tersebut, akan lebih sulit bagi mereka untuk bersaing. Meski memiliki ijazah, tanpa keterampilan tambahan yang relevan, peluang untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih kecil.
5. Gig Economy: Peluang dan Risiko
Gig economy, atau ekonomi berbasis pekerjaan lepas, semakin populer di kalangan Gen Z.Â
Pekerjaan seperti menjadi driver ojek online, desainer grafis lepas, atau content creator menawarkan fleksibilitas dan kebebasan. Namun, pekerjaan di gig economy sering kali tidak stabil.Â
Penghasilan bisa berfluktuasi tergantung pada jumlah pekerjaan yang tersedia, dan tidak ada jaminan penghasilan tetap seperti dalam pekerjaan konvensional.