Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ekonomi Melambat, Kelas Menengah Terancam Jatuh ke Jurang Kemiskinan

13 September 2024   06:00 Diperbarui: 13 September 2024   06:15 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kelas menengah. sumber: freepik

Dalam lima tahun terakhir, Indonesia menghadapi fenomena penurunan jumlah kelas menengah yang mengkhawatirkan. 

Berdasarkan data yang dirilis pada tahun 2024, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang, mengalami penurunan drastis dibandingkan tahun 2019 yang mencatat angka 57,33 juta orang. 

Penurunan ini menandakan bahwa sekitar 9,5 juta orang yang sebelumnya berada dalam kategori kelas menengah, kini turun kasta ke kelas rentan miskin atau bahkan lebih rendah.

Kondisi ini semakin memprihatinkan karena pengeluaran rata-rata kelompok kelas menengah kini mendekati batas bawah yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 

BPS mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang memiliki pengeluaran antara Rp2,04 juta hingga Rp9,9 juta per bulan. 

Saat ini, modus pengeluaran kelas menengah tercatat di angka Rp2,05 juta, yang artinya nyaris berada di batas bawah. 

Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar dari mereka berpotensi jatuh ke dalam kategori rentan miskin jika tekanan ekonomi terus berlanjut.

Peran Penting Kelas Menengah dalam Perekonomian

Kelas menengah memiliki peran vital dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. 

Mereka menjadi tulang punggung konsumsi nasional, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. 

Berdasarkan laporan yang ada, kelas menengah berkontribusi sekitar sepertiga dari total konsumsi nasional, mencakup sektor-sektor penting seperti manufaktur, properti, hingga sektor jasa.

Selain itu, daya beli kelas menengah juga berdampak besar pada iklim investasi dan penciptaan lapangan kerja. 

Ketika kelas menengah memiliki daya beli yang kuat, mereka cenderung membelanjakan uangnya untuk berbagai barang dan jasa, yang akhirnya meningkatkan permintaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Namun, jika daya beli mereka menurun, sektor-sektor tersebut akan terdampak, memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko pengangguran.

Penurunan jumlah kelas menengah ini mencerminkan adanya ketidakstabilan dalam struktur ekonomi yang lebih luas. 

Dampaknya bukan hanya pada individu atau rumah tangga, tetapi juga pada ekonomi makro yang lebih besar. 

Dengan daya beli yang melemah, ekonomi Indonesia bisa menghadapi tantangan serius, seperti penurunan pertumbuhan ekonomi, meningkatnya inflasi, hingga meningkatnya angka pengangguran.

Penyebab Penurunan Kelas Menengah

Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia. 

Beberapa di antaranya bersifat internal, seperti kebijakan fiskal, sementara yang lainnya dipengaruhi oleh kondisi global, termasuk pandemi COVID-19.

1. Perlambatan Ekonomi Pasca Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 telah membawa dampak ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, bahkan hingga tahun 2024. 

Sejumlah sektor usaha belum mampu kembali ke kondisi normal, dan hal ini secara langsung memengaruhi pendapatan masyarakat, termasuk kelas menengah. 

Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan, sementara sebagian lainnya mengalami pengurangan gaji atau pendapatan. 

Kondisi ini memaksa mereka untuk beradaptasi dengan menurunkan standar hidup, yang berdampak pada pengeluaran mereka yang semakin mendekati batas bawah kelas menengah.

Di sisi lain, pemulihan ekonomi yang lambat juga menimbulkan ketidakpastian bagi banyak perusahaan, sehingga mereka enggan untuk memperluas bisnis atau melakukan investasi besar. 

Hal ini berakibat pada penurunan lapangan kerja dan kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka.

2. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok

Selain itu, kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi faktor signifikan yang menekan daya beli kelas menengah. 

Harga-harga bahan pangan seperti beras, minyak goreng, dan gula terus mengalami kenaikan, yang akhirnya menggerus pendapatan rumah tangga. 

Situasi ini semakin sulit bagi kelas menengah karena mereka harus mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan dasar, mengurangi kemampuan mereka untuk menabung atau berinvestasi.

Kenaikan harga kebutuhan pokok ini tidak hanya disebabkan oleh faktor domestik, tetapi juga oleh dinamika global, seperti fluktuasi harga komoditas internasional dan gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh pandemi. 

Hal ini mengakibatkan lonjakan harga yang tidak terhindarkan dan mempersulit kelas menengah untuk mempertahankan standar hidup mereka.

3. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 juga memberikan dampak negatif pada daya beli kelas menengah. 

Dengan adanya kenaikan PPN, harga barang dan jasa secara otomatis meningkat, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan masyarakat untuk mengakses barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier. 

Dalam jangka panjang, kenaikan pajak ini dapat menekan konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

4. Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Kenaikan harga BBM juga menjadi beban tambahan bagi kelas menengah. 

BBM yang lebih mahal tidak hanya memengaruhi biaya transportasi pribadi, tetapi juga menaikkan biaya produksi dan distribusi berbagai barang dan jasa. 

Akibatnya, harga barang-barang di pasar mengalami kenaikan, dan kelas menengah harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk kebutuhan sehari-hari. 

Kenaikan harga BBM ini semakin mempersempit ruang gerak kelas menengah dalam mengelola keuangan mereka.

Dampak pada Konsumsi dan Daya Beli

Penurunan jumlah kelas menengah ini secara langsung memengaruhi pola konsumsi dan daya beli masyarakat. 

Seperti yang terlihat dari data penjualan mobil di semester pertama tahun 2024, terjadi penurunan hampir 20% dibandingkan dengan semester yang sama di tahun sebelumnya. 

Penurunan ini mencerminkan semakin menurunnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah, yang berdampak pada berbagai sektor industri, termasuk otomotif dan properti.

Selain itu, semakin terbatasnya pendapatan kelas menengah menyebabkan mereka mengurangi pengeluaran untuk barang-barang mewah dan kebutuhan sekunder lainnya. 

Alih-alih membelanjakan uang mereka untuk barang-barang konsumsi yang lebih mahal, kelas menengah kini lebih fokus pada kebutuhan dasar seperti pangan dan energi. 

Hal ini menyebabkan penurunan penjualan di sektor-sektor non-esensial, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Tantangan Kebijakan Pemerintah

Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi. 

Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi dan memperkuat kelas menengah agar tidak semakin banyak yang jatuh ke kategori rentan miskin. Beberapa kebijakan yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. Pengendalian Inflasi

Pemerintah perlu memastikan stabilitas harga kebutuhan pokok dengan menjaga ketersediaan pasokan pangan dan bahan bakar yang cukup. 

Ini dapat dilakukan melalui kebijakan subsidi, pengendalian harga, atau intervensi pasar untuk menjaga agar harga tetap terjangkau bagi masyarakat.

2. Stimulasi Ekonomi Pasca Pandemi

Pemulihan ekonomi pasca-pandemi harus terus didorong melalui stimulus fiskal dan moneter yang tepat. 

Pemerintah dapat memberikan insentif bagi sektor usaha untuk menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

3. Dukungan Langsung bagi Kelas Menengah

Pemerintah juga bisa mempertimbangkan program-program dukungan langsung bagi kelas menengah, seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan perumahan, guna meringankan beban hidup mereka.

Kesimpulan

Penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia merupakan sinyal bahaya bagi stabilitas ekonomi nasional. 

Dengan pengeluaran yang semakin mendekati batas bawah dan meningkatnya biaya hidup, kelas menengah berada dalam tekanan yang serius. 

Jika kondisi ini tidak segera ditangani, bukan hanya kelas menengah yang akan terdampak, tetapi juga seluruh perekonomian Indonesia.

Pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi kelas menengah dari ancaman kemiskinan, termasuk menjaga stabilitas harga, mendorong pemulihan ekonomi, dan memberikan dukungan langsung bagi kelompok ini. 

Hanya dengan begitu, Indonesia dapat menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonominya dan memastikan bahwa kelas menengah tetap menjadi motor penggerak perekonomian nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun