Kondisi ini memaksa mereka untuk beradaptasi dengan menurunkan standar hidup, yang berdampak pada pengeluaran mereka yang semakin mendekati batas bawah kelas menengah.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi yang lambat juga menimbulkan ketidakpastian bagi banyak perusahaan, sehingga mereka enggan untuk memperluas bisnis atau melakukan investasi besar.Â
Hal ini berakibat pada penurunan lapangan kerja dan kesempatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka.
2. Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Selain itu, kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi faktor signifikan yang menekan daya beli kelas menengah.Â
Harga-harga bahan pangan seperti beras, minyak goreng, dan gula terus mengalami kenaikan, yang akhirnya menggerus pendapatan rumah tangga.Â
Situasi ini semakin sulit bagi kelas menengah karena mereka harus mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan dasar, mengurangi kemampuan mereka untuk menabung atau berinvestasi.
Kenaikan harga kebutuhan pokok ini tidak hanya disebabkan oleh faktor domestik, tetapi juga oleh dinamika global, seperti fluktuasi harga komoditas internasional dan gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh pandemi.Â
Hal ini mengakibatkan lonjakan harga yang tidak terhindarkan dan mempersulit kelas menengah untuk mempertahankan standar hidup mereka.
3. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 juga memberikan dampak negatif pada daya beli kelas menengah.Â
Dengan adanya kenaikan PPN, harga barang dan jasa secara otomatis meningkat, yang pada akhirnya mengurangi kemampuan masyarakat untuk mengakses barang-barang kebutuhan sekunder maupun tersier.Â
Dalam jangka panjang, kenaikan pajak ini dapat menekan konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.