Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Lifestyle Creep, Tantangan Finansial yang Sering Tidak Disadari

8 September 2024   06:00 Diperbarui: 10 September 2024   07:31 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI lifestyle creep | Freepik

Seiring dengan berjalannya waktu, saat kita meniti karir dan mendapatkan penghasilan pertama setelah lulus sekolah atau kuliah, kita sering kali merasa memiliki pendapatan yang cukup besar. 

Pada titik ini, muncul tantangan: bagaimana mengatur uang dengan bijak? 

Masalah pengelolaan keuangan ini tidak hanya terjadi ketika kita baru saja bekerja, tetapi juga terus berlanjut seiring dengan naiknya gaji atau tambahan penghasilan, seperti ketika mendapatkan promosi, bonus, atau rezeki nomplok. 

Seringkali, kita terbiasa dengan gaya hidup yang lebih mahal, yang akhirnya menjerumuskan kita ke dalam fenomena yang disebut "Lifestyle Creep."

Apa itu Lifestyle Creep?

Lifestyle creep adalah fenomena di mana pengeluaran kita meningkat seiring dengan bertambahnya pendapatan, terutama untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. 

Dengan kata lain, ketika pendapatan kita naik, alih-alih tetap mempertahankan gaya hidup sederhana, kita justru cenderung meningkatkan pengeluaran tanpa disadari. 

Misalnya, makanan yang lebih hemat dan pakaian diskon tidak lagi menarik. 

Uang ekstra yang kita peroleh malah sering kali digunakan untuk pengeluaran yang bersifat jangka pendek, sementara investasi dan tabungan sering terabaikan.

Ungkapan "semakin banyak uang yang didapat, semakin banyak yang dihabiskan" bukanlah sekadar mitos. 

Kenyataannya, begitu pendapatan kita naik, kita sulit menahan godaan untuk tidak meningkatkan pengeluaran. 

Salah satu alasan utamanya adalah saldo rekening yang tampak lebih besar memberi kita ilusi bahwa kita mampu membeli lebih banyak, padahal tanpa perencanaan, uang itu bisa habis dengan cepat.

Mengapa Lifestyle Creep Berbahaya?

Masalah lifestyle creep sering kali datang perlahan, tanpa disadari, terutama saat kita merasa pendapatan kita semakin besar. 

Namun, ketika kita tidak berhati-hati, fenomena ini bisa menjerumuskan kita pada kesulitan finansial di masa depan. 

Misalnya, bonus tahunan, Tunjangan Hari Raya (THR), atau penghasilan tambahan dari pekerjaan sampingan mungkin dianggap sebagai "uang jajan," padahal tanpa perencanaan yang matang, uang ini dapat habis begitu saja. 

Lebih parah lagi, ketika kita terlalu terbiasa dengan pengeluaran tinggi, kita mungkin akan kesulitan menurunkan gaya hidup jika suatu saat pendapatan menurun atau ada kebutuhan mendesak.

Efek lifestyle creep semakin parah ketika kita tidak siap untuk mengelola pendapatan tambahan tersebut dengan bijak. 

Tanpa rencana yang jelas, kita berisiko menghabiskan uang untuk hal-hal yang memberikan kepuasan jangka pendek, tetapi merugikan jangka panjang. 

Fenomena ini sering dialami oleh banyak orang, terutama saat pendapatan mereka tiba-tiba meningkat.

Dampak Lifestyle Creep

Satu tanda utama dari lifestyle creep adalah perubahan pola pikir dan perilaku yang membuat kita merasa bahwa pengeluaran untuk barang-barang tidak penting adalah hak, bukan pilihan. 

Inilah yang sering terjadi saat kita menerima kenaikan gaji atau pendapatan tambahan: uang tersebut habis begitu saja tanpa rencana jelas. 

Uang ekstra seharusnya dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan keuangan kita, seperti membayar cicilan rumah, mempersiapkan pensiun, atau menginvestasikan dana untuk masa depan. 

Namun, sayangnya, uang tersebut seringkali dihabiskan untuk hal-hal yang hanya memberikan kepuasan sementara, seperti gadget baru, liburan mewah, atau mobil yang lebih mahal.

Sebagai contoh, ada seorang pria bernama Rudi yang bekerja di perusahaan dan mendapatkan promosi serta kenaikan gaji dari Rp15 juta menjadi Rp25 juta. 

Setelah beberapa minggu, tambahan gaji tersebut sudah habis untuk cicilan mobil baru dan liburan keluarga yang lebih mewah. 

Pada awalnya, Rudi merasa senang dengan gaya hidup barunya, namun setelah beberapa tahun, ia mulai merasakan tekanan karena jam kerja yang semakin panjang dan tingkat stres yang lebih tinggi. 

Gaya hidupnya yang sudah menyesuaikan dengan pendapatannya membuat Rudi tidak memiliki pilihan lain selain terus bekerja keras untuk mempertahankan gaya hidup tersebut.

Bagaimana Lifestyle Creep Menjerat Kaum Muda?

Banyak anak muda yang baru lulus dan mulai bekerja mengalami fenomena yang sama. 

Mereka merasa senang akhirnya bisa menghasilkan uang dan lepas dari kehidupan mahasiswa yang serba hemat. 

Mereka mulai menghabiskan uang untuk makan siang di luar, nongkrong dengan teman-teman setiap akhir pekan, dan membeli barang-barang yang dulunya terasa mewah, seperti kopi mahal atau baju bermerek. 

Padahal, dengan gaji pertama yang stabil, pengeluaran mereka seharusnya bisa lebih terkontrol jika mereka memiliki rencana keuangan yang baik.

Lifestyle creep pada generasi muda mungkin terlihat tidak terlalu berdampak dalam jangka pendek, tetapi jika dibiarkan, bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk menyiapkan dana pensiun di masa depan. 

Tanpa perencanaan keuangan yang tepat, kebiasaan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun tanpa disadari hingga sudah terlambat untuk memperbaikinya.

Kesadaran dan Disiplin adalah Kunci

Menghindari lifestyle creep bukanlah hal yang mustahil. Kesadaran adalah langkah pertama untuk mengatasi masalah ini. 

Penting bagi kita untuk mengenali tanda-tanda lifestyle creep dalam kehidupan sehari-hari, seperti kebiasaan makan di luar yang semakin sering, membeli gadget baru setiap tahun, atau merasa "pantas" membeli barang mewah setiap kali mendapatkan bonus atau kenaikan gaji.

Selain kesadaran, disiplin dalam hal pengeluaran dan investasi jangka panjang juga sangat penting. 

Mulailah dengan membuat anggaran yang jelas, dan pastikan untuk memprioritaskan tabungan dan investasi daripada belanja konsumtif. 

Dengan cara ini, kita dapat memastikan bahwa pendapatan tambahan yang kita peroleh tidak hanya memberikan kepuasan jangka pendek, tetapi juga membantu mencapai tujuan finansial jangka panjang.

Menghindari Lifestyle Creep pada Masa Pra-Pensiun

Lifestyle creep tidak hanya dialami oleh kaum muda, tetapi juga mereka yang sudah mendekati usia pensiun. 

Ketika cicilan rumah sudah lunas, anak-anak sudah mandiri, dan pendapatan berada di puncak, godaan untuk menghabiskan uang ekstra semakin besar. 

Pada usia 50-an atau 60-an, banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk membeli mobil baru atau menghabiskan uang untuk liburan mewah. 

Namun, jika tidak direncanakan dengan baik, pengeluaran ini bisa menggerogoti dana pensiun dan membuat mereka kesulitan mempertahankan gaya hidup yang sama di masa tua.

Cara Mengatasi Lifestyle Creep

Berikut beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan untuk mengatasi lifestyle creep:

  1. Membuat Rencana Keuangan yang Jelas: Buatlah anggaran yang mencakup semua kebutuhan pokok, tabungan, dan investasi. Pastikan untuk menyisihkan sebagian besar pendapatan tambahan untuk tujuan jangka panjang, seperti dana pensiun atau investasi.

  2. Batasi Pengeluaran untuk Hal-Hal Konsumtif: Tidak ada salahnya memanjakan diri sesekali, tetapi pastikan pengeluaran konsumtif tidak menghabiskan sebagian besar pendapatan tambahan Anda. Misalnya, alokasikan hanya sebagian kecil dari bonus atau kenaikan gaji untuk hal-hal yang memberikan kepuasan instan, seperti liburan atau membeli barang baru.

  3. Prioritaskan Investasi dan Tabungan: Alih-alih menghabiskan seluruh pendapatan tambahan, jadikan tabungan dan investasi sebagai prioritas utama. Dengan begitu, Anda dapat memastikan bahwa Anda sedang membangun masa depan yang lebih stabil secara finansial.

  4. Tetap Disiplin dalam Gaya Hidup: Meskipun pendapatan naik, usahakan untuk tidak secara drastis menaikkan gaya hidup Anda. Dengan menjaga pengeluaran tetap stabil, Anda bisa memanfaatkan pendapatan tambahan untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang, seperti pensiun yang nyaman.

  5. Evaluasi Gaya Hidup Secara Berkala: Setiap kali Anda menerima pendapatan tambahan, evaluasi apakah gaya hidup Anda masih sejalan dengan tujuan keuangan jangka panjang. Jika tidak, pertimbangkan untuk menyesuaikan gaya hidup dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.

Kesimpulan

Lifestyle creep adalah masalah umum yang dialami oleh banyak orang, terutama ketika pendapatan mereka meningkat. 

Tanpa perencanaan dan disiplin yang baik, pendapatan tambahan bisa cepat sekali habis untuk hal-hal yang memberikan kepuasan jangka pendek. 

Oleh karena itu, penting untuk memiliki rencana keuangan yang jelas, memprioritaskan tabungan dan investasi, serta tetap disiplin dalam hal pengeluaran. 

Dengan cara ini, Anda dapat memastikan bahwa pendapatan tambahan tidak hanya memberikan kepuasan sementara, tetapi juga membantu membangun masa depan yang lebih stabil dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun