Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Stres pada Pekerja Kelas Menengah: Memahami Konsekuensi dari Kompetisi Kerja dan Kebijakan Ketenagakerjaan

18 Agustus 2024   06:00 Diperbarui: 18 Agustus 2024   06:04 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi stres pada pekerja. sumber: freepik

Stres di tempat kerja telah menjadi perhatian utama dalam beberapa tahun terakhir, terutama bagi pekerja kelas menengah. 

Dalam dunia kerja yang semakin dinamis, berbagai faktor berkontribusi pada tingkat stres yang tinggi di kalangan pekerja ini. 

Lingkungan kerja yang toksik, kompetisi yang tidak sehat, serta perubahan kondisi geopolitik dan geoekonomi adalah beberapa penyebab utama. 

Selain itu, perubahan kebijakan ketenagakerjaan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) juga memainkan peran penting. 

Lingkungan Kerja Toksik dan Kompetisi yang Tidak Sehat

Lingkungan kerja yang toksik merupakan salah satu penyebab utama stres di tempat kerja. 

Lingkungan semacam ini sering ditandai dengan adanya budaya kerja yang kompetitif secara ekstrem, di mana rekan kerja diperlakukan sebagai pesaing ketimbang sebagai mitra. 

Di banyak perusahaan, kompetisi ini bisa menciptakan tekanan yang sangat besar bagi individu untuk selalu tampil lebih baik daripada rekan-rekannya.

Tekanan ini sering kali datang dalam bentuk tuntutan untuk mencapai target yang tidak realistis, perbandingan terus-menerus dengan kinerja rekan kerja, dan kurangnya dukungan dari manajemen. 

Selain itu, adanya konflik interpersonal yang tidak terselesaikan juga dapat memperburuk suasana kerja. 

Lingkungan kerja yang seperti ini tidak hanya merusak moral dan kepuasan kerja, tetapi juga dapat menyebabkan burnout, yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas.

Burnout adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penurunan prestasi kerja. 

Karyawan yang mengalami burnout sering kali merasa kehabisan energi dan motivasi, yang berdampak pada kinerja mereka. 

Dalam jangka panjang, burnout dapat mengakibatkan masalah kesehatan fisik dan mental yang serius, termasuk gangguan tidur, kecemasan, dan depresi.

Pengaruh Perubahan Geopolitik dan Geoekonomi

Perubahan kondisi geopolitik dan geoekonomi juga memainkan peran signifikan dalam meningkatkan tingkat stres pekerja kelas menengah. 

Ketidakstabilan politik, perubahan kebijakan perdagangan internasional, dan fluktuasi pasar global dapat menciptakan ketidakpastian yang besar di lingkungan kerja.

Misalnya, ketegangan perdagangan antara negara-negara besar dapat memengaruhi rantai pasokan dan biaya bahan baku, yang pada gilirannya berdampak pada kinerja perusahaan. 

Fluktuasi mata uang asing juga dapat memengaruhi profitabilitas perusahaan, terutama bagi mereka yang terlibat dalam perdagangan internasional. 

Pekerja kelas menengah, yang sering kali terlibat dalam industri yang langsung dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, merasa dampak dari ketidakstabilan ini secara langsung.

Ketidakpastian ini dapat menyebabkan stres kronis di kalangan pekerja, karena mereka tidak hanya harus menghadapi tekanan dari tugas pekerjaan mereka, tetapi juga harus beradaptasi dengan perubahan yang sering kali di luar kendali mereka. 

Pekerja yang merasa tidak aman tentang masa depan perusahaan tempat mereka bekerja dapat mengalami kecemasan dan kekhawatiran yang mendalam tentang stabilitas pekerjaan mereka.

Dampak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker)

Perubahan kebijakan ketenagakerjaan, terutama melalui Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker), juga berdampak besar pada tingkat stres di kalangan pekerja kelas menengah. 

Undang-undang ini memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pemberi kerja dalam membuat kontrak kerja dan melaksanakan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam konteks Undang-Undang Ciptaker, pemberi kerja memiliki wewenang yang lebih besar untuk membuat kontrak kerja tanpa batas waktu dan melakukan PHK dengan prosedur yang lebih sederhana. 

Hal ini dapat meningkatkan ketidakpastian bagi pekerja, karena mereka merasa lebih rentan terhadap kemungkinan kehilangan pekerjaan. 

Pekerja kelas menengah sering kali lebih terdampak oleh perubahan ini dibandingkan dengan pekerja kelas bawah, karena mereka biasanya memiliki posisi yang lebih stabil tetapi juga lebih rentan terhadap perubahan kebijakan.

Pekerja kelas menengah yang terkena PHK mungkin menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan baru yang sesuai dengan keterampilan dan pengalaman mereka. 

Selain itu, mereka juga mungkin mengalami stres tambahan akibat ketidakpastian finansial dan dampak psikologis dari kehilangan pekerjaan. 

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terkena PHK sering kali mengalami kesulitan dalam mendapatkan bantuan sosial yang memadai untuk mendukung masa transisi mereka.

Kesulitan dalam Mengakses Bantuan Sosial

Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pekerja kelas menengah yang terkena PHK adalah kesulitan dalam mengakses bantuan sosial. 

Meskipun terdapat berbagai program bantuan sosial yang dirancang untuk membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan, banyak dari program ini seringkali tidak mencakup semua kebutuhan pekerja kelas menengah secara efektif.

Pekerja kelas menengah, yang sering kali tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan sosial yang tersedia, mungkin merasa terabaikan oleh sistem dukungan sosial. 

Selain itu, mereka mungkin tidak memiliki tabungan atau jaring pengaman finansial yang cukup untuk mengatasi periode tanpa pekerjaan. 

Hal ini dapat memperburuk stres yang mereka alami dan membuat transisi menuju pekerjaan baru menjadi lebih sulit.

Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pemerintah untuk memperluas jangkauan dan efektivitas program bantuan sosial. 

Program yang ada harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan pekerja dari berbagai latar belakang dan tingkat pendapatan, dengan fokus pada memberikan dukungan yang lebih baik selama masa transisi.

Solusi untuk Mengurangi Stres di Tempat Kerja

Mengatasi stres di tempat kerja memerlukan pendekatan yang holistik dan melibatkan berbagai pihak. 

Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mengurangi stres di kalangan pekerja kelas menengah:

  1. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Mendukung:Perusahaan harus berusaha menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan inklusif. Ini termasuk mengurangi kompetisi yang tidak sehat, menyelesaikan konflik interpersonal secara konstruktif, dan menyediakan dukungan emosional serta sumber daya bagi karyawan. Program kesejahteraan karyawan yang komprehensif, seperti konseling dan pelatihan manajemen stres, dapat membantu mengatasi burnout dan meningkatkan kesejahteraan keseluruhan.

  2. Mengelola Ketidakpastian Ekonomi:Perusahaan dan pekerja perlu mengembangkan strategi untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Diversifikasi pendapatan dan investasi dalam pelatihan keterampilan baru dapat membantu pekerja menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar. Selain itu, perusahaan dapat bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa mereka memiliki rencana darurat yang dapat diaktifkan dalam situasi krisis.

  3. Reformasi Kebijakan Ketenagakerjaan:Reformasi kebijakan ketenagakerjaan, termasuk Undang-Undang Ciptaker, perlu diimbangi dengan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Pemerintah harus memastikan bahwa perubahan kebijakan tidak mengorbankan kesejahteraan pekerja dan bahwa ada jaring pengaman sosial yang cukup untuk mendukung mereka yang terkena dampak.

  4. Peningkatan Akses ke Bantuan Sosial:Untuk meningkatkan akses ke bantuan sosial, pemerintah perlu memperluas cakupan program-program yang ada dan memastikan bahwa mereka dapat diakses oleh pekerja dari berbagai lapisan masyarakat. Pendekatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan pekerja dapat membantu mengurangi dampak negatif dari kehilangan pekerjaan.

  5. Pendidikan dan Pelatihan:Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan sangat penting untuk membantu pekerja menyesuaikan diri dengan perubahan pasar kerja. Program pelatihan yang fokus pada keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar dapat membantu pekerja kelas menengah mempertahankan dan meningkatkan daya saing mereka.

Kesimpulan

Stres pada pekerja kelas menengah merupakan masalah yang kompleks dan multifaset, dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang toksik, kompetisi yang tidak sehat, perubahan geopolitik dan geoekonomi, serta perubahan kebijakan ketenagakerjaan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. 

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perusahaan, pemerintah, dan individu itu sendiri.

Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, mengelola ketidakpastian ekonomi, melakukan reformasi kebijakan ketenagakerjaan, meningkatkan akses ke bantuan sosial, dan menyediakan pendidikan serta pelatihan yang relevan adalah langkah-langkah penting yang dapat diambil untuk mengurangi stres di kalangan pekerja kelas menengah. 

Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan kesejahteraan pekerja dapat ditingkatkan dan dampak negatif dari stres dapat diminimalisir, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun