Pertanyaannya, apakah Rp 1 juta cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup empat orang (kepala keluarga, istri, dan dua anak)? Dan apakah masuk akal mengalokasikan Rp 600 ribu untuk keinginan seperti membeli baju atau jalan-jalan, sementara cicilan utang harus dibayar Rp 400 ribu per bulan?
Sebaliknya, bayangkan seorang profesional muda dengan pendapatan Rp 20 juta per bulan tanpa tanggungan keluarga.Â
Menurut formula yang sama, ia harus menghabiskan Rp 10 juta untuk kebutuhan dasar dan hanya menabung Rp 4 juta.Â
Apakah masuk akal bagi seseorang dengan pendapatan tinggi seperti ini hanya menabung 20% dari pendapatannya?
Mengapa Formula Ini Kurang Relevan?
Dari dua skenario ini, kita bisa melihat bahwa formula budgeting 50/30/20 tidak cocok untuk orang dengan pendapatan terlalu rendah atau terlalu tinggi.Â
Bahkan, bagi mereka yang berpendapatan rata-rata, formula ini belum tentu relevan jika mereka memiliki keluarga besar atau kebutuhan khusus lainnya.
Menurut data, rata-rata gaji buruh, karyawan, dan pegawai di Indonesia pada tahun 2023 adalah sekitar Rp 3,2 juta per bulan. Di sisi lain, pengeluaran per kapita di 10 kota besar di Indonesia berkisar antara Rp 3 hingga Rp 4,5 juta per bulan.Â
Dengan kata lain, banyak orang yang pengeluarannya sudah melebihi pendapatannya, membuat arus kas mereka negatif. Jadi, mengapa formula 50/30/20 masih diajarkan di mana-mana?
Kebutuhan Akan Solusi yang Lebih Realistis
Kenyataannya, tidak ada satu jawaban yang cocok untuk semua orang.Â
Setiap individu atau keluarga memiliki kondisi keuangan yang unik.Â
Sebaiknya, kita mulai dengan membangun kebiasaan menyisihkan minimal 10% dari pendapatan untuk diinvestasikan, terlepas dari berapa besar pendapatan kita.Â