Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menunda Kepuasan: Strategi Sukses yang Bisa Dilatih Sejak Dini

2 Agustus 2024   06:00 Diperbarui: 2 Agustus 2024   10:45 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita memandang individu yang sukses, sering kali kita terjebak dalam persepsi bahwa mereka mungkin memiliki kecerdasan luar biasa, bakat spesial, atau kejeniusan yang tidak bisa diabaikan. 

Meskipun karakteristik ini mungkin benar dalam banyak kasus, riset terbaru menunjukkan bahwa ada faktor lain yang sama pentingnya, yakni kemampuan untuk menunda kepuasan. 

Kemampuan ini, yang dikenal juga sebagai delayed gratification, memainkan peran krusial dalam membedakan antara mereka yang meraih kesuksesan dan mereka yang tidak. 

Apa Itu Menunda Kepuasan?

Menunda kepuasan adalah kemampuan untuk menolak godaan hadiah kecil saat ini demi memperoleh hadiah yang lebih besar di masa depan. 

Ini bisa berupa keputusan sehari-hari seperti berhenti scroll media sosial untuk fokus pada pekerjaan, atau memilih untuk belajar malam ini daripada pergi keluar dengan teman. 

Kemampuan ini melibatkan pengendalian diri dan kesadaran akan manfaat jangka panjang, dan penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk keberhasilan akademis, kesehatan, dan kesejahteraan psikologis.

Eksperimen Marshmallow: Mengukur Kemampuan Menunda Kepuasan

Pada tahun 1960-an, Walter Mischel, seorang peneliti di Stanford University, melakukan eksperimen yang kini dikenal dengan nama "Eksperimen Marshmallow". 

Dalam eksperimen ini, anak-anak berusia empat tahun dihadapkan pada pilihan sederhana: mereka bisa memakan satu marshmallow segera atau menunggu sekitar 15 menit untuk mendapatkan dua marshmallow. 

Eksperimen ini dirancang untuk menguji kemampuan mereka dalam menunda kepuasan.

Beberapa anak memilih untuk memakan marshmallow segera, sedangkan yang lain berhasil menahan godaan dan mendapatkan marshmallow kedua. 

Mischel menemukan bahwa anak-anak yang dapat menunggu lebih lama sering menggunakan teknik distraksi seperti menutup mata, bersembunyi di bawah meja, atau membayangkan marshmallow sebagai sesuatu yang tidak terlalu menggugah selera. 

Temuan ini menunjukkan bahwa teknik distraksi dan perubahan cara berpikir bisa membantu seseorang menunda kepuasan.

Dampak Menunda Kepuasan di Masa Depan

Hasil dari eksperimen ini menunjukkan dampak jangka panjang dari kemampuan menunda kepuasan. 

Pada tahun 1981, Mischel melakukan tindak lanjut terhadap peserta eksperimen tersebut untuk melihat bagaimana perkembangan mereka. 

Anak-anak yang mampu menunggu lebih lama menunjukkan hasil yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. 

Mereka memiliki skor yang lebih tinggi dalam tes masuk perguruan tinggi, menunjukkan kompetensi sosial yang lebih baik, dan memiliki rasa percaya diri serta harga diri yang lebih tinggi.

Lebih jauh lagi, anak-anak yang bisa menunda kepuasan juga dinilai sebagai pribadi yang lebih dewasa oleh orang tua mereka. 

Mereka cenderung lebih mampu mengelola stres, merencanakan masa depan, dan berpikir dengan logika, dibandingkan dengan mereka yang tidak mampu menunggu. 

Selain itu, mereka memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami masalah seperti narkoba atau perilaku adiktif lainnya serta perceraian. 

Bahkan, studi ini menunjukkan bahwa setiap menit tambahan yang dihabiskan untuk menunda kepuasan saat masih anak-anak dapat mengurangi 0,2% indeks massa tubuh pada usia 30 tahun.

Pengaruh Latar Belakang Sosial dan Ekonomi

Walau eksperimen marshmallow memberikan wawasan penting, riset selanjutnya menunjukkan bahwa latar belakang sosial dan ekonomi juga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menunda kepuasan. 

Pada tahun 2018, Tyler Watts melakukan penelitian yang terinspirasi oleh eksperimen Mischel. 

Watts menggunakan sampel yang jauh lebih besar dan lebih representatif, mencakup sekitar 900 anak dibandingkan dengan 90 anak di eksperimen awal. 

Penelitian ini juga mempertimbangkan faktor seperti pendapatan keluarga dan latar belakang pendidikan orang tua.

Watts menemukan bahwa kemampuan menunda kepuasan tidak selalu menjadi indikator kesuksesan jangka panjang. 

Anak-anak dari keluarga kaya, yang memiliki lebih banyak jaminan finansial dan stabilitas, cenderung lebih mampu menunggu marshmallow kedua dan menunjukkan kesuksesan yang lebih baik di masa depan. 

Sebaliknya, anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah cenderung memilih hadiah kecil segera karena ketidakpastian finansial yang mereka hadapi. 

Dalam konteks ini, menunda kepuasan bisa menjadi risiko yang tinggi bagi mereka karena jaminan masa depan yang kurang jelas.

Penelitian Watts menunjukkan bahwa untuk anak-anak dari keluarga miskin, menunda kepuasan mungkin tampak kurang realistis. 

Mereka mungkin merasa bahwa marshmallow kedua tidak akan pernah menjadi kenyataan karena kebutuhan finansial yang mendesak. 

Bahkan janji orang tua untuk memberikan hadiah di masa depan mungkin sering kali tidak terpenuhi, mengingat keterbatasan finansial yang ada. 

Ini menciptakan siklus kemiskinan yang membuat anak-anak dari keluarga kurang beruntung lebih memilih kepuasan jangka pendek sebagai cara untuk menghadapi ketidakpastian hidup.

Dampak Kemiskinan pada Keputusan Ekonomi dan Perilaku

Konsep ini juga dijelaskan dalam buku "Scarcity: Why Having Too Little Means So Much" yang meneliti bagaimana kemiskinan mempengaruhi pengambilan keputusan. 

Penulis buku tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan membuat individu lebih fokus pada kepuasan jangka pendek karena mereka menghadapi ketidakpastian dan keterbatasan sumber daya. 

Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan sering kali memilih pekerjaan dengan gaji rendah yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, meskipun mereka mungkin membelanjakan uang yang mereka miliki untuk barang-barang yang tidak penting atau makanan cepat saji.

Riset tambahan menunjukkan bahwa orang tua yang berpenghasilan rendah lebih cenderung mengalah pada permintaan anak-anak mereka untuk makanan manis atau hadiah kecil dibandingkan dengan orang tua yang memiliki penghasilan lebih tinggi. 

Orang tua yang miskin mungkin memanjakan anak mereka dengan hadiah yang mereka mampu, sementara orang tua kaya mungkin lebih cenderung menunggu untuk memberikan hadiah yang lebih besar. 

Ini menciptakan perbedaan dalam kebiasaan menunda kepuasan dan dampaknya terhadap kehidupan anak-anak.

Menunda Kepuasan sebagai Kemampuan yang Bisa Dilatih

Meskipun latar belakang sosial dan ekonomi memainkan peran penting, penting untuk diingat bahwa kemampuan menunda kepuasan juga bisa dilatih. 

Seperti halnya otot tubuh yang bisa diperkuat melalui latihan, self-control atau kemampuan menunda kepuasan juga bisa ditingkatkan dengan latihan dan strategi tertentu. 

Penting untuk memahami bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada faktor internal seperti self-control, tetapi juga pada kondisi eksternal seperti stabilitas finansial dan dukungan sosial.

Untuk meningkatkan kemampuan menunda kepuasan, penting bagi individu untuk memiliki motivasi yang jelas dan nilai yang kuat terhadap hadiah jangka panjang. 

Misalnya, seseorang yang ingin menabung untuk investasi harus memiliki tujuan yang jelas dan menarik, seperti kebebasan finansial atau pencapaian jangka panjang lainnya. 

Dengan memiliki alasan yang kuat, seseorang bisa lebih mudah menahan godaan untuk membelanjakan uang pada barang-barang yang kurang penting saat ini.

Kesimpulan

Kemampuan menunda kepuasan adalah faktor penting dalam meraih kesuksesan, baik secara akademis maupun pribadi. 

Eksperimen marshmallow yang dilakukan oleh Walter Mischel menunjukkan bahwa anak-anak yang mampu menunggu lebih lama untuk mendapatkan hadiah kedua menunjukkan hasil yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. 

Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa latar belakang sosial dan ekonomi juga memainkan peran signifikan dalam kemampuan seseorang untuk menunda kepuasan.

Anak-anak dari keluarga kaya cenderung lebih mampu menunda kepuasan dan menunjukkan kesuksesan yang lebih baik di masa depan, sementara anak-anak dari keluarga miskin mungkin lebih memilih kepuasan jangka pendek karena ketidakpastian finansial. 

Meskipun faktor-faktor eksternal ini mempengaruhi kemampuan menunda kepuasan, penting untuk diingat bahwa kemampuan ini bisa dilatih dan diperkuat.

Sebagai individu, kita dapat bekerja untuk meningkatkan kemampuan menunda kepuasan dengan memiliki motivasi yang jelas dan tujuan jangka panjang yang menarik. 

Dengan latihan dan dukungan yang tepat, kita dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dan meraih kesuksesan yang lebih besar dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun