Konsep ini juga dijelaskan dalam buku "Scarcity: Why Having Too Little Means So Much" yang meneliti bagaimana kemiskinan mempengaruhi pengambilan keputusan.Â
Penulis buku tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan membuat individu lebih fokus pada kepuasan jangka pendek karena mereka menghadapi ketidakpastian dan keterbatasan sumber daya.Â
Anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan sering kali memilih pekerjaan dengan gaji rendah yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, meskipun mereka mungkin membelanjakan uang yang mereka miliki untuk barang-barang yang tidak penting atau makanan cepat saji.
Riset tambahan menunjukkan bahwa orang tua yang berpenghasilan rendah lebih cenderung mengalah pada permintaan anak-anak mereka untuk makanan manis atau hadiah kecil dibandingkan dengan orang tua yang memiliki penghasilan lebih tinggi.Â
Orang tua yang miskin mungkin memanjakan anak mereka dengan hadiah yang mereka mampu, sementara orang tua kaya mungkin lebih cenderung menunggu untuk memberikan hadiah yang lebih besar.Â
Ini menciptakan perbedaan dalam kebiasaan menunda kepuasan dan dampaknya terhadap kehidupan anak-anak.
Menunda Kepuasan sebagai Kemampuan yang Bisa Dilatih
Meskipun latar belakang sosial dan ekonomi memainkan peran penting, penting untuk diingat bahwa kemampuan menunda kepuasan juga bisa dilatih.Â
Seperti halnya otot tubuh yang bisa diperkuat melalui latihan, self-control atau kemampuan menunda kepuasan juga bisa ditingkatkan dengan latihan dan strategi tertentu.Â
Penting untuk memahami bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada faktor internal seperti self-control, tetapi juga pada kondisi eksternal seperti stabilitas finansial dan dukungan sosial.
Untuk meningkatkan kemampuan menunda kepuasan, penting bagi individu untuk memiliki motivasi yang jelas dan nilai yang kuat terhadap hadiah jangka panjang.Â
Misalnya, seseorang yang ingin menabung untuk investasi harus memiliki tujuan yang jelas dan menarik, seperti kebebasan finansial atau pencapaian jangka panjang lainnya.Â