Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bijak di Media Sosial, antara Pamer dan Oversharing

20 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 26 Mei 2024   01:15 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oversharing. sumber: freepik

Dalam era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. 

Platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan WhatsApp memungkinkan kita untuk berbagi momen bahagia, pencapaian, serta aktivitas sehari-hari dengan teman dan keluarga. 

Namun, seiring dengan manfaat yang ditawarkan, penggunaan media sosial juga membawa tantangan tersendiri. 

Saya ingin berbagi pengalaman pribadi dalam mengelola kehidupan di media sosial, khususnya mengenai pamer dan oversharing, serta bagaimana saya belajar untuk lebih bijaksana dalam berbagi.

Ketika Pamer Menjadi Bagian dari Kehidupan

Saya masih ingat ketika pertama kali aktif di media sosial. Waktu itu, Facebook, BBM, dan Twitter adalah platform utama tempat saya berinteraksi. Dorongan untuk berbagi setiap momen bahagia dan pencapaian sangat kuat. 

Sebenarnya, hanya sekitar 30% dari keinginan saya memang benar-benar untuk berbagi informasi atau pengalaman yang berguna bagi orang lain. Sisanya didorong oleh keinginan untuk pamer. 

Rasanya menyenangkan saat mendapat banyak "likes" dan komentar positif dari teman-teman. Saat itu, saya merasa diakui dan dihargai.

Pamer adalah hal yang manusiawi. Semua orang ingin diakui dan diapresiasi. Saat masih muda, gengsi dan ego sangat tinggi, membuat kita sering tergoda untuk menunjukkan apa yang kita capai. 

Namun, saya mulai menyadari bahwa tidak semua orang merespon dengan baik. Beberapa kritikan dari orang lain mulai muncul, dan ini membuat saya berpikir ulang tentang cara saya menggunakan media sosial.

Menuju Kedewasaan dan Kebijaksanaan

Seiring bertambahnya usia, saya mulai belajar untuk lebih merendah. 

Ketika saya melakukan hal yang menyenangkan atau mencapai sesuatu, saya lebih memilih untuk menikmatinya sendiri atau berbagi hanya dengan orang-orang terdekat seperti pasangan, sahabat, atau keluarga. 

Tidak ada lagi dorongan untuk pamer atau mencari validasi dari orang lain. Saya mulai memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam diri, bukan dari pengakuan orang lain.

Saya ingin berbagi perspektif ini kepada kalian yang mungkin masih sering memamerkan apa pun di media sosial. 

Pamer itu wajar dan manusiawi, tetapi penting juga untuk memahami bahwa pamer adalah sebuah fase yang akan berkurang seiring bertambahnya kedewasaan kita. 

Kebijaksanaan datang dengan usia, dan kita belajar untuk lebih fokus pada kualitas hubungan daripada jumlah "likes" atau "followers".

Bahaya Oversharing

Selain pamer, ada hal yang lebih berbahaya yang perlu diwaspadai, yaitu oversharing. Oversharing adalah kebiasaan berbagi terlalu banyak informasi pribadi di media sosial. Ini bukan hanya tentang pamer, tetapi juga tentang mencari validasi dari orang lain. 

Ketika kita oversharing, kita terlalu fokus pada apa yang dipikirkan orang lain tentang kita. Ini bisa menyebabkan berbagai masalah, baik secara pribadi maupun profesional.

Oversharing sering kali bukan tentang pamer pencapaian, tetapi pamer mimpi dan rencana yang bahkan belum tercapai. 

Ini bisa menimbulkan risiko, seperti yang pernah saya alami. Saya pernah membantu seorang anak muda yang ingin membuka usaha. Saya buatkan grand plan dan road map untuk bisnisnya. 

Namun, sebelum dia eksekusi, dia memamerkan rancangan tersebut di media sosial. Akibatnya, rencana itu dicuri orang lain yang kemudian membuka usaha serupa. 

Anak muda tersebut akhirnya tidak jadi membuka usahanya karena idenya sudah diambil orang lain. Saya juga pernah mengalami hal serupa saat survei tanah untuk cabang bisnis saya. Setelah saya pamer di WhatsApp, tanah tersebut dibeli kompetitor.

Alasan dan Dampak Oversharing

Ada beberapa alasan mengapa orang melakukan oversharing:

Keinginan untuk Dipercaya: 

Orang yang oversharing sering kali ingin divalidasi oleh orang lain bahwa mereka mampu mencapai apa yang direncanakan. 

Mereka merasa perlu membuktikan diri kepada dunia. Namun, ini bisa menjadi bumerang jika rencana yang mereka bagikan dicuri atau disabotase oleh orang lain.

Keinginan Menginspirasi Orang Lain: 

Mereka ingin menginspirasi orang lain dengan rencana besar dan ambisius mereka. Namun, ini sering disertai dengan merendahkan orang lain secara tidak sengaja.

Orang yang oversharing cenderung memberikan detail terlalu banyak, yang bisa diambil dan digunakan oleh orang lain.

Fear of Missing Out (FOMO): 

Ketakutan ketinggalan membuat mereka merasa harus menunjukkan bahwa mereka juga mampu atau akan melakukan sesuatu yang besar. Mereka merasa perlu untuk selalu up-to-date dan menunjukkan bahwa mereka tidak kalah dari orang lain.

Namun, perlu diingat bahwa tidak semua orang peduli dengan apa yang kita bagikan. 

Penting untuk melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri, bukan untuk membuat orang lain terkesan. Ada waktunya untuk merayakan pencapaian, yaitu ketika kita benar-benar telah mencapainya.

Mengelola Kehidupan di Media Sosial dengan Bijak

Dari pengalaman ini, saya belajar untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. 

Berikut adalah beberapa tips yang bisa saya bagikan untuk mengelola kehidupan di media sosial dengan lebih bijak:

  1. Batasi Informasi yang Dibagikan: Hindari berbagi informasi yang terlalu pribadi atau detail tentang rencana dan mimpi kita. Simpan informasi penting untuk diri sendiri atau hanya bagikan dengan orang-orang terdekat yang bisa dipercaya.

  2. Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas: Lebih baik memiliki beberapa teman dekat yang benar-benar peduli daripada ribuan "followers" yang tidak dikenal. Fokuslah pada hubungan yang bermakna dan mendalam.

  3. Nikmati Momen untuk Diri Sendiri: Tidak semua momen perlu dibagikan di media sosial. Nikmati kebahagiaan dan pencapaian untuk diri sendiri atau bersama orang-orang terdekat. Kebahagiaan sejati datang dari dalam, bukan dari jumlah "likes".

  4. Pikirkan Dampak Jangka Panjang: Pertimbangkan dampak jangka panjang dari apa yang kita bagikan. Apakah informasi ini bisa merugikan kita di masa depan? Apakah ini sesuatu yang ingin kita lihat kembali lima atau sepuluh tahun dari sekarang?

  5. Jaga Privasi: Selalu ingat untuk menjaga privasi. Jangan berbagi informasi yang bisa digunakan oleh orang lain untuk merugikan kita. Hati-hati dengan siapa kita berbagi dan pastikan mereka adalah orang-orang yang bisa dipercaya.

Kesimpulan

Belajar dari pengalaman pribadi, saya mengajak kalian untuk lebih bijak dalam berbagi di media sosial. Pamer itu memang menyenangkan, tetapi lakukan dengan bijak. 

Hindari oversharing yang bisa merugikan diri sendiri. Fokuslah pada pencapaian nyata, dan bagikan hanya kepada orang-orang yang benar-benar penting dalam hidup kita. Dengan begitu, kita bisa menikmati kebahagiaan dan pencapaian dengan lebih tenang dan bermakna.

Kebahagiaan sejati tidak datang dari pengakuan orang lain, tetapi dari dalam diri kita sendiri. 

Mari kita belajar untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menjaga privasi kita. Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup yang lebih tenang, bahagia, dan bermakna.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun