Ketika saya melakukan hal yang menyenangkan atau mencapai sesuatu, saya lebih memilih untuk menikmatinya sendiri atau berbagi hanya dengan orang-orang terdekat seperti pasangan, sahabat, atau keluarga.Â
Tidak ada lagi dorongan untuk pamer atau mencari validasi dari orang lain. Saya mulai memahami bahwa kebahagiaan sejati datang dari dalam diri, bukan dari pengakuan orang lain.
Saya ingin berbagi perspektif ini kepada kalian yang mungkin masih sering memamerkan apa pun di media sosial.Â
Pamer itu wajar dan manusiawi, tetapi penting juga untuk memahami bahwa pamer adalah sebuah fase yang akan berkurang seiring bertambahnya kedewasaan kita.Â
Kebijaksanaan datang dengan usia, dan kita belajar untuk lebih fokus pada kualitas hubungan daripada jumlah "likes" atau "followers".
Bahaya Oversharing
Selain pamer, ada hal yang lebih berbahaya yang perlu diwaspadai, yaitu oversharing. Oversharing adalah kebiasaan berbagi terlalu banyak informasi pribadi di media sosial. Ini bukan hanya tentang pamer, tetapi juga tentang mencari validasi dari orang lain.Â
Ketika kita oversharing, kita terlalu fokus pada apa yang dipikirkan orang lain tentang kita. Ini bisa menyebabkan berbagai masalah, baik secara pribadi maupun profesional.
Oversharing sering kali bukan tentang pamer pencapaian, tetapi pamer mimpi dan rencana yang bahkan belum tercapai.Â
Ini bisa menimbulkan risiko, seperti yang pernah saya alami. Saya pernah membantu seorang anak muda yang ingin membuka usaha. Saya buatkan grand plan dan road map untuk bisnisnya.Â
Namun, sebelum dia eksekusi, dia memamerkan rancangan tersebut di media sosial. Akibatnya, rencana itu dicuri orang lain yang kemudian membuka usaha serupa.Â
Anak muda tersebut akhirnya tidak jadi membuka usahanya karena idenya sudah diambil orang lain. Saya juga pernah mengalami hal serupa saat survei tanah untuk cabang bisnis saya. Setelah saya pamer di WhatsApp, tanah tersebut dibeli kompetitor.