Pendiri perusahaan atau tokoh publik yang memilih untuk tidak memiliki akun media sosial sebagai strategi untuk menjaga kedamaian pribadi mereka adalah contoh konkret dari bagaimana budaya ini dapat merubah kehidupan sehari-hari.
Dilema dan Tantangan
1. Dilema Keselamatan vs. Kebebasan Berbicara
Perdebatan antara kebebasan berbicara dan keselamatan menjadi salah satu dilema utama dalam menghadapi cancel culture.Â
Sementara kebebasan berbicara adalah nilai mendasar dalam masyarakat demokratis, adanya konten yang dapat membahayakan atau merugikan juga perlu diatasi.
Pertanyaan mendasar adalah sejauh mana kita bisa mempertahankan kebebasan berbicara tanpa mengorbankan keselamatan individu atau kelompok tertentu.Â
Elon Musk, dengan usahanya untuk membeli saham mayoritas Twitter, mengangkat isu ini dan menyuarakan perlunya kebebasan berbicara tanpa sensor yang berlebihan.
2. Perubahan Paradigma dalam Berinteraksi Online
Dalam menghadapi fenomena cancel culture dan viral culture, mungkin saatnya untuk mempertanyakan dan memperbarui paradigma kita dalam berinteraksi online.Â
Pendidikan dan kesadaran publik tentang dampak kata-kata dan tindakan di dunia maya perlu ditingkatkan.
Pentingnya menciptakan lingkungan daring yang mendukung dialog, pemahaman, dan respektif terhadap perbedaan pendapat menjadi kunci untuk meredakan dampak negatif.Â
Inisiatif ini tidak hanya harus dilakukan oleh individu, tetapi juga oleh platform-media sosial dan pihak berwenang untuk menciptakan regulasi yang seimbang.
3. Pembangunan Resilience dan Mental Health
Pentingnya membangun ketahanan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan tidak bisa diabaikan.Â