Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cancel Culture dan Viral Culture: Ancaman Kesehatan mental di Era Digital

19 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 20 Desember 2023   09:20 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi cancel culture. sumber: freepik

Zaman yang semakin maju membawa kemudahan sekaligus kompleksitas baru dalam kehidupan kita yang semakin terinterkoneksi. 

Dalam ruang digital, dua fenomena yang semakin merajalela dan mencerminkan dinamika zaman ini adalah cancel culture dan viral culture. 

Cancel culture, di satu sisi, merupakan fenomena di mana individu atau kelompok secara tiba-tiba dan serentak mengkritik, menolak, bahkan memboikot seseorang atau sesuatu yang dianggap melanggar nilai-nilai atau norma tertentu. 

Sementara itu, viral culture, di sisi lain, mencerminkan kecenderungan suatu konten atau informasi menjadi begitu populer secara cepat dan meluas di seluruh dunia maya.

Kedua fenomena ini tidak hanya memengaruhi cara kita berinteraksi online, tetapi juga merembet ke kehidupan sehari-hari, menciptakan berbagai dampak dan tantangan yang perlu kita pahami dan hadapi bersama. 

Cancel culture dapat memberikan tekanan sosial yang kuat terhadap individu atau organisasi yang dianggap melanggar etika atau norma tertentu, sekaligus menimbulkan risiko pemotongan konteks dan perdebatan yang kurang konstruktif. 

Di sisi lain, viral culture, meskipun dapat memberikan visibilitas besar dalam waktu singkat, juga membawa risiko informasi yang tidak akurat atau merugikan dapat menyebar dengan cepat, mengakibatkan dampak yang sulit diperbaiki.

Cancel Culture dan Viral Culture: Definisi dan Karakteristik

Cancel Culture: Fenomena cancel culture merujuk pada praktik memboikot, menghakimi, atau menghentikan dukungan terhadap individu atau entitas yang dianggap melanggar norma atau nilai-nilai tertentu. 

Ini seringkali terjadi secara cepat dan massal di media sosial, di mana satu kesalahan dapat menjadi bahan pembicaraan yang mematikan.

Viral Culture: Sementara itu, viral culture berkaitan dengan konten atau informasi yang dengan cepat menyebar di dunia maya. 

Ini bisa berupa konten lucu, informatif, atau kontroversial yang mendapatkan perhatian besar dan menjadi viral dalam waktu singkat.

Dampak Cancel Culture dan Viral Culture

1. Kecemasan dan Ketakutan

Kedua fenomena ini telah menciptakan iklim yang penuh kecemasan dan ketakutan di kalangan masyarakat. 

Individu cenderung menjadi sangat berhati-hati dalam bertindak, mengungkapkan pendapat, atau bahkan mencoba hal-hal baru karena takut akan penghakiman publik.

Kecemasan yang meningkat dapat merugikan kesejahteraan mental individu. Perasaan perlu untuk selalu berada dalam garis aman memicu tekanan psikologis yang dapat berdampak jangka panjang. 

Seiring dengan munculnya cancel culture dan viral culture, banyak orang merasa perlu untuk selalu menjaga citra diri secara online, meningkatkan risiko stres dan kecemasan.

2. Pembatasan Kreativitas dan Inovasi

Di sisi lain, dampak terhadap kreativitas dan inovasi juga patut diperhatikan. 

Cancel culture dapat membuat individu atau perusahaan enggan mengambil risiko dengan ide-ide baru atau pendekatan yang inovatif karena takut akan konsekuensi negatif.

Dalam situasi ini, yang seharusnya menjadi wadah untuk bereksperimen dan menciptakan sesuatu yang baru malah menjadi pengekangan. 

Terlalu banyak pertimbangan terkait potensi backlash dapat menghambat perkembangan ide-ide revolusioner atau solusi yang inovatif.

3. Perubahan Pola Pikir dan Kebiasaan

Pengaruh cancel culture dan viral culture tidak hanya terasa di dunia maya, tetapi juga merubah pola pikir dan kebiasaan dalam kehidupan nyata. 

Banyak individu yang menjadi lebih hati-hati dalam bertindak, menghindari risiko, dan bahkan menahan diri dari melakukan ekspresi bebas.

Pendiri perusahaan atau tokoh publik yang memilih untuk tidak memiliki akun media sosial sebagai strategi untuk menjaga kedamaian pribadi mereka adalah contoh konkret dari bagaimana budaya ini dapat merubah kehidupan sehari-hari.

ilustrasi kebebasan berbicara. sumber: freepik
ilustrasi kebebasan berbicara. sumber: freepik

Dilema dan Tantangan

1. Dilema Keselamatan vs. Kebebasan Berbicara

Perdebatan antara kebebasan berbicara dan keselamatan menjadi salah satu dilema utama dalam menghadapi cancel culture. 

Sementara kebebasan berbicara adalah nilai mendasar dalam masyarakat demokratis, adanya konten yang dapat membahayakan atau merugikan juga perlu diatasi.

Pertanyaan mendasar adalah sejauh mana kita bisa mempertahankan kebebasan berbicara tanpa mengorbankan keselamatan individu atau kelompok tertentu. 

Elon Musk, dengan usahanya untuk membeli saham mayoritas Twitter, mengangkat isu ini dan menyuarakan perlunya kebebasan berbicara tanpa sensor yang berlebihan.

2. Perubahan Paradigma dalam Berinteraksi Online

Dalam menghadapi fenomena cancel culture dan viral culture, mungkin saatnya untuk mempertanyakan dan memperbarui paradigma kita dalam berinteraksi online. 

Pendidikan dan kesadaran publik tentang dampak kata-kata dan tindakan di dunia maya perlu ditingkatkan.

Pentingnya menciptakan lingkungan daring yang mendukung dialog, pemahaman, dan respektif terhadap perbedaan pendapat menjadi kunci untuk meredakan dampak negatif. 

Inisiatif ini tidak hanya harus dilakukan oleh individu, tetapi juga oleh platform-media sosial dan pihak berwenang untuk menciptakan regulasi yang seimbang.

3. Pembangunan Resilience dan Mental Health

Pentingnya membangun ketahanan mental dan kesejahteraan secara keseluruhan tidak bisa diabaikan. 

Pendidikan tentang kesehatan mental, dukungan psikologis, dan menciptakan ruang aman untuk berbicara perlu diupayakan.

Masyarakat perlu memahami bahwa ketidaksetujuan atau kritik bukanlah akhir dari segalanya. 

Meresapi bahwa kesalahan adalah bagian dari pertumbuhan dan pembelajaran dapat membantu meredakan ketakutan akan cancel culture.

Solusi dan Langkah-Langkah Positif

1. Mendorong Pendidikan dan Kesadaran Online

Pendidikan tentang etika digital dan kesadaran online perlu menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan. 

Mengajarkan anak-anak dan remaja tentang dampak kata-kata dan tindakan online dapat membentuk generasi yang lebih bertanggung jawab dan paham konsekuensi dari perilaku online yang tidak bijaksana.

2. Membangun Komunitas Online yang Positif

Komunitas online yang positif dapat menjadi benteng pertahanan terhadap dampak negatif cancel culture dan viral culture. 

Mendorong dialog yang sehat, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan pendapat dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif.

3. Mendorong Inovasi tanpa Rasa Takut

Penting untuk menciptakan budaya yang mendukung inovasi tanpa takut akan hukuman. 

Perusahaan dan individu perlu merangkul kegagalan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Mendorong inovasi dan kreativitas tanpa batasan dapat membawa kemajuan positif dalam berbagai bidang.

4. Menemukan Keseimbangan antara Kebebasan Berbicara dan Keselamatan

Pertanyaan tentang sejauh mana kita dapat mempertahankan kebebasan berbicara tanpa mengorbankan keselamatan individu adalah tugas yang kompleks. 

Perlu dilakukan diskusi terbuka dan inklusif untuk mencari solusi yang seimbang dan adil.

Menjelang Masa Depan yang Positif

Dalam menghadapi cancel culture dan viral culture, penting untuk menyadari bahwa tidak ada solusi instan. 

Perubahan positif membutuhkan upaya bersama dari semua pihak, baik individu, perusahaan, maupun pemerintah.

Seiring perkembangan teknologi dan dinamika sosial, kita dihadapkan pada tantangan baru yang memerlukan penyesuaian dan inovasi. 

Dengan mengambil langkah-langkah positif dan berusaha untuk menciptakan lingkungan online yang sehat, kita dapat menjelang masa depan yang lebih baik, di mana kebebasan berbicara dan keselamatan dapat berjalan beriringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun