"Yah begitulah. Apa mau dikata. Kadang kita tidak benar-benar bisa melihat apa yang kita lihat. Apalagi melihat apa yang benar-benar tidak bisa kita lihat. Selalu ada yang benar-benar di satu sisi, namun benar-benar ada yang lebih benar di sisi lainnya. Kadang yang benar-benar kita lihat benar, menjadi benar-benar biasa ketika melihat hal lain yang benar-benar kita lihat benar.Â
Kadang juga kita benar-benar harus mengakui bahwa benar-benar ada yang lebih benar dari benar-benar yang kita lihat benar. Kadang yang kita kira sudah benar-benar benar, belum tentu benar-benar benar di mata orang lain. Kita hanya benar-benar melihat dan menyimpulkan apa-apa yang benar-benar kita anggap benar, tapi belum tentu yang lain akan benar-benar melihat apa-apa yang kita lihat benar itu.Â
Dan ketika kita mulai membuka diri untuk benar-benar melihat apa yang orang lain benar-benar melihat benar, tetap saja rasanya ada yang lebih benar-benar benar, bukan? Dan sampai akhirnya yang benar-benar kita lihat benar itu tetap saja kita rasakan benar-benar bukan yang paling benar. Sampai kita mengakui bahwa yang benar-benar benar adalah yang berasal dari yang maha benar, bukan yang hanya benar-benar semata.
"Hei tunggu!" Nara kaget melihat kami sudah berada di pintu keluar.
PWT, 23 Feb 2019
H.M.F
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H