Mohon tunggu...
Muhammad Mishbakhul Huda
Muhammad Mishbakhul Huda Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia SMA Taruna Nusantara Magelang

Literasi merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Melalui literasi kita bisa mengetahui dunia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Cerpen "Saksi Mata" (Kajian Stilistika)

29 November 2023   08:09 Diperbarui: 29 November 2023   08:24 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Itu lho Pak, yang hitam-hitam seperti di film.""Mukanya ditutupi?""Iya Pak, cuma kelihatan matanya.""Aaaah, saya tahu! Ninja kan?""Nah, itu Pak, ninja! Mereka itulah yang mengambil mata saya dengan sendok!"

Dari kutipan di atas, secara implisit ditemukan gaya sarkasme. Penggunaan sarkasme pada kutipan di atas adalah untuk menggambarkan pihak yang menciderai Saksi Mata. Untuk menegaskan bahwa pelaku yang mencederai Saksi Mata itu adalah pihak militer, Seno mengganti pihak militer dengan kata ninja. Dalam kutipan di atas, pembaca mendapatkan penjelasan bahwa pelakunya adalah orang berpakaian hitam-hitam seperti ninja. Bagi masyarakat awam, ninja tak memiliki konotasi makna apa-apa. Kata ninja bagi pembaca umum lebih "netral", merujuk pada jago silat yang pakaiannya menutupi sekujur tubuhnya dan hanya menyisakan matanya saja untuk melihat.

Seno memberi tanda rujukan pada catatan kaki yang pada akhirnya dapat mengantarkan pembaca untuk merasakan nuansa makna konotatif "ninja" yang sebenarnya dimaksudkan dalam kutipan tersebut. Dalam rujukan catatan kaki pada kata "ninja" di cerpen tersebut, Seno menjelaskan bahwa ninja berasal dari kata ninjutsu yang merupakan istilah bagi seni spionase dalam tradisi Jepang. Secara detail, Seno memaparkan bagaimana tradisi ninja ini berkembang di Jepang (Ajidarma, 2002: 11-12). Secara tidak langsung pembaca digugah bahwa kata ninja menurut pemahaman konvensional secara denotatif tidaklah cukup untuk memahami konteks cerita ini. Kata ninja ternyata memiliki makna konotatif yang terlalu sulit untuk dipisahkan dengan kelompok intelijen (militer) negara.

Darah masih mengalir perlahan-lahan tapi terus-menerus sepanjang jalan raya sampai kota itu bajir darah. Darah membasahi segenap pelosok kota bahkan merayapi gedung-gedung bertingkat sampai tiada lagi tempat yang tidak menjadi merah karena darah. Namun, ajaib, tiada seorang pun melihatnya.

Dari kutipan cerpen di atas, penggunaan sarkasme terlihat pada bagaimana darah itu mengalir dan pada kalimat terakhir, yaitu namun ajaib, tiada seorang pun melihatnya. Penggambaran aliran darah ini, dimanfaatkan Seno untuk menggambarkan bagaimana tindak kekejaman militer pada pemerintahan Orde Baru yang merayapi dan meluas hingga keseluruh pelosok daerah, sampai tidak ada lagi daerah yang tidak terkena imbas dari kekerasan militer. Kalimat terakhir menggambarkan bahwa peristiwa-peristiwa itu tidak ada yang mengetahui atau bahkan ada yang tahu tetapi takut untuk mengungkapkan itu semuanya.

"Bayangkanlah betapa seseorang harus kehilangan kedua matanya demi keadilan dan kebenaran. Tidakkah aku sebagai hamba hukum mestinya berkorban yang lebih besar lagi?"

Pada kutipan di atas, sarkasme digunakan oleh Seno untuk menyindir pihak-pihak yang bekerja pada lembaga peradilan. Faktanya pada masa Orde Baru, para petinggi hukum Indonesia masih tunduk pada pemerintas yang jelas-jelas tindak keotoriterannya. Kutipan di atas juga digunakan oleh Seno untuk menggambarkan bagaimana penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang menjadi korban atas tindak kekejaman pihak militer. Dengan penuh perjuangan para korban-korban itu mencari sebuah keadilan dan kebenaran.

Jadi, sarkasme yang terdapat pada cerpen Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma ini diterapkan secara implisit. Sehingga pembaca dapat meresapi maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang.

f. Majas Personifikasi

Personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia sehingga dapat bersikap dan bertingkah laku sebagaimana halnya manusia. Pada cerpen ini, Seno menggunakan beberapa personifikasi. Berikut kutipannya:

Sopir itu ingin menjawab dengan sesuatu yang menghilangkan rasa bersalah, semacam kalimat, "Keadilan tidak buta." Namun Bapak Hakim Yang Mulia telah tertidur dalam kemacetan jalan yang menjengkelkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun