Mohon tunggu...
Mira Gustiani
Mira Gustiani Mohon Tunggu... Koki - Pelajar SMA Negeri 01 Padalarang

Hidupku bermanfaat hidupku menyala

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakekku Tidak Mengetahui Kepergian Nenekku

30 September 2019   11:23 Diperbarui: 1 Oktober 2019   09:03 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam berganti siang, siang berganti malam. Begitupun seterusnya hingga dunia berbicara inilah hidup. Bahkan aku tak mampu menebak apa yang akan terjadi di hari esok, apa yang aku katakan hari ini belum tentu aku katakan di hari esok. 

Sore ini akupun duduk santai ditemani bantal-bantal kursi yang mampu membuatku menjadi tak sendiri. Pandanganku pada makanan yang sedang dioseng mamah dengan awan yang berubah menjadi abu membuatku makin sulit untuk beranjak dari tempat dudukku.

Tak sabar untuk menyantap makanan hidangan mamah dengan penuh cinta hingga aromanyapun tak hilang walau berganti ruang. Ah rasanya aku harus beranjak dari kursi untuk segera menyantap makanan.

Tidak lama kemudian, mamahpun memanggil "Neng... Neng...." dengan berulang-berulang.

Akupun  menyautnya, "apa Mah?"

Jawab mamah, "tolong antarkan ini makanan ke orang-orang yang ada di rumah Nenek, sekarang".

Aku menjawab dengan santai "iya Mah bentar"

"ayo sekarang, mumpung masih hangat makanannya terus nanti keburu datang hujan." Ujar Mamah dengan kesal.

Tidak lama setelah itu turunlah hujan yang membuatku semakin malas untuk mengantarkan makanan. Tetapi aku harus mengantarkan ke rumah nenek yang sebenarnya tidak jauh dari rumahku. Sesampainya di rumah nenek terlihat banyak orang dengan banyaknya sandal di halaman rumah. Ketika aku menurunkan payung dalam genggaman tangan, terdengar suara tangisan dari arah pintu masuk.

Perasaanku seketika menjadi tidak enak dan berkata dalam hati, "ada apa ini?" Aku semakin penasaran, lalu aku berlari dari halaman rumah menuju ruangan yang terdengar tangisan tersebut. 

Aku berhenti di depan pintu dengan tangan masih membawa makanan. Pada saat itu aku kaget sampai meneteskan air mata melihat kakek yang sehat harus terbaring hingga kejang-kejang, dikelilingi anak-anaknya yaitu adik dan kakak dari mamah.

Ketika saudaraku melihat aku yang hanya berdiri diam di depan pintu langsung memanggilku dan menyuruh untuk segera pulang memberitahu keluargaku di rumah tentang kondisi kakek. 

Akupun langsung berlari menuju rumah tanpa memakai payung hingga seluruh tubuhku basah kedinginan. Akupun memberitahu mamah, bapak, dan kakak tentang kondisi kakek yang sedang kejang-kejang tanpa tahu penyebabnya apa.

Belum juga masuk ke rumah, aku sudah teriak-teriak memanggil mamah "Mah..Mah..."
Jawab mamah dengan kaget,  "ada apa, ada apa sampai manggil teriak-teriak"
Jawabku dengan nafas terengah-engah, "itu mah, itu kakek.."
Jawab mamah dengan muka yang sangat khawatir, "iya ada apa, kakek kenapa?"

Akupun menjelaskannya, "aku lihat kakek lagi kejang-kejang tidak tahu kenapa, barusanpun banyak orang yang sedang berkumpul".
Kemudian kitapun bergegas langsung menuju rumah nenek untuk melihat kondisi kakek. Setelah kita sampai di rumah nenek, kebetulan saat itu kakek mau dibawa ke rumah sakit dikarenakan sebagian keluarga sudah berkumpul. 

Mamah dan bapak ikut mengantar ke Rumah Sakit, tetapi aku dan kakak beserta sebagian keluarga menunggu dan menjaga nenek yang juga sedang sakit. Sudah berahun-tahun nenek mengalami kelumpuhan sehingga hanya bisa memakai kursi roda. 

Di situ aku sangat mengerti dan merasakan bagaimana perasaan seorang nenek yang sedang terbaring lumpuh melihat suaminya yaitu kakek harus dibawa ke Rumah Sakit dengan keadaan yang mengenaskan dan mengkhawatirkan.

Di saat kita sedang berkumpul menunggu kabar dari Rumah Sakit, kitapun berbincang-bincang membahas penyebab kakek tiba-tiba bisa kejang-kejang. Ada salah satu sepupu aku bernama Desi, ia menceritakan kronologi penyebab kakek kejang-kejang dan ternyata sebelum kejadian itu kakek meminum ramuan jamu yang diberi oleh seorang ustadz yaitu kerabat kakek sendiri. 

Memang pihak keluarga tidak menuduh kalau ramuan jamu itu menjadi penyebab kejang-kejang kakek. Tetapi anehnya beberapa menit setelah kakek meminum ramuan jamu tersebut langsung kejang-kejang tak sadar. Beruntungnya ada sebagian keluarga yang mengetahui kejadian itu. Tetapi sayangnya, ustadz yang memberi ramuan itu sudah pamit pulang meninggalkan rumah kakek. 

Sebenarnya, keluarga sudah kenal dengan ustadz tersebut dan kita tahu bahwa niat ustadz itu baik mau memberi ramuan jamu untuk kakek. Mungkin saat itu kondisi fisik kakek yang sedang tidak bisa menerima ramuan jamu, sehingga menyebabkan kejang-kejang secara tiba-tiba.

Beberapa hari kakek berada di Rumah Sakit tepatnya di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan. Sedangkan nenek hanya terbaring di kasur yang selalu menanti kedatangan kakek. Semakin hari keadaan kakek semakin buruk, kita sekeluarga begitu cemas dan sedih. 

Setiap kali ada kabar buruk tentang kakek, kita berusaha untuk tidak membicarakan kondisi kakek di depan nenek, kita selalu menjauh agar tidak terdengar oleh nenek. Kenapa kita menyembunyikan kondisi buruk kakek dari nenek? Ya karena takutnya nenek memikirkannya dan takutnya nenek menjadi tambah sakit. 

Suatu ketika ada kabar buruk bahwa kakek masuk ruang ICU, dan saat itu juga nenek mengetahui bahkan mendengar kabar tersebut. Mungkin saat itu kita semua panik mendengar kabar buruk itu sehingga tidak bisa menyembunyikan dari nenek. 

Hingga saat itu aku melihat nenek menangis karena sedih dan takut kehilangan kakek. Sosok nenek yang penyabar mampu menangis karena cobaan ini terlalu sulit untuk dihadapinya, jangankan nenek kita sebagai anak-anaknya, cucu-cucunya tak kuat menerima cobaan ini dan tak kuat harus melihat kakek terbaring tak berdaya. 

Apalagi nenek sebagai istri kakek sulit menerima cobaan berat ini. Terlihat olehku nenek begitu sedih karena tidak bisa melihat langsung keadaan kakek di Rumah Sakit sedangkan keadaan nenek sendiripun lumpuh sulit untuk berjalan.

Hampir satu bulan kakek berada di ruang ICU. Kakek dapat dikatakan adalah sosok yang kuat dan luar biasa. Ia mampu berada di ruang ICU selama hampir satu bulan. Walaupun keadaannya sangat menyedihkan, dengan matanya yang tak mampu untuk membuka dan melihat orang-orang di sekitarnya, dengan seluruh tubuh yang terpasang alat bantu medis. 

Tetapi beliau mampu bertahan hidup, mungkin karena berkat do'a dari semua orang yang begitu menyayangi kakek. Setiap malam kita beserta seluruh keluarga mengaji bersama untuk mendo'akan kakek yang sedang terbaring tak berdaya di Rumah Sakit. Selain itu kita berkumpul untuk selalu menemani dan menghibur nenek agar selalu kuat dan tidak kepikiran. 

Aku saat itu masih berusia 11 tahun sehingga aku tidak bisa melihat langsung keadaan kakek di ruang ICU. Tetapi aku hanya bisa melihat lewat foto yang ditunjukan oleh saudaraku.

Suatu ketika saat kakek masih tak berdaya, saat itu juga keadaan nenek menjadi drop. Mungkin karena selama ini selalu kepikiran akan kondisi kakek. Tidak lama dari itu, sore harinya nenek dibawa ke Rumah Sakit yang sama dimana kakek di rawat yaitu di Rumah Sakit Cahya kawaluyan Kota Baru. 

Ketika menjelang sholat maghrib aku dan sebagian keluarga sedang menunggu di depan ruang ICU dimana kakek terbaring lemah. Saat itu terdengar kabar bahwa nenek masuk Rumah Sakit dan sudah masuk ruang UGD. 

Kita semua panik dan bertanya-tanya kenapa nenek bisa masuk rumah sakit juga padahal nenek baik-baik saja di rumah ditemani sanak saudara. Sehingga pada akhirnya nenek dan kakek harus terbaring lemah di satu Rumah Sakit yang sama.

Masih teringat olehku, kakek berada di lantai atas ruang ICU, sedangkan nenek di lantai bawah ruang UGD. Pada akhirnya juga kita harus bolak-balik melihat keadaan kakek dan nenek yang berbeda ruangan tetapi sama-sama terbaring lemah tak berdaya. 

Ketika itu aku, mamah, dan kedua kakak dari mamahku sedang di lantai atas ruang ICU mendengar kabar bahwa keadaan nenek semakin drop dan harus pindah Rumah Sakit karena tidak tersedia alat khusus untuk nenek. 

Aku beserta yang lainnya langsung lari ke bawah melewati beberapa tangga. Sesampainya di depan ruang UGD dimana nenek terbaring, di situ pula kita mendengar suara sirine ambulance yang akan membawa nenek ke Rumah Sakit lain, aku lupa nama rumah sakitnya. Tetapi tepatnya rumah sakit yang ada di Bandung.

Aku yang hanya bisa menangis melihat nenek harus dipindahkan ke ambulance dengan berkata pada mamah "Mah kenapa ini harus seperti ini? Kenapa kakek juga nenek harus terbaring lemah dengan waktu yang bersamaan Mah? "

Ujar mamah sambil memeluk erat tubuhku "sabar, Nak...ini semua cobaan untuk keluarga kita. Mamah juga sebenarnya sulit menerima semua ini."

Lalu aku berkata kembali dengan air mata yang sulit untuk ditahan, "aku benar-benar gak tega melihat kakek terbaring lemah di ICU dan harus melihat nenek pergi menaiki mobil ambulance dengan keadaan lemah pula."

Mamah]pun hanya bisa menguatkanku dengan mengatakan "semua akan baik-baik saja, berdo'a selalu"
Dengan suara sirine ambulance yang terus berbunyi aku berteriak saat ambulance yang di dalamnya ada nenek, harus pergi meninggalkan kita semua.

"nek...nek.....nenek!!" Teriakku

Malampun datang, aku tidur bersama mamah dan kakak sedangkan bapak menunggu kakek di Rumah Sakit bersama saudaraku yang lain. Sedangkan sebagian saudara lain menunggu nenek di Rumah Sakit Bandung. 

Dering handphone berbunyi sekitar pukul 2 malam ada panggilan dari bapakku, perasaan kita sudah tidak enak dan ternyata bapak memberitahu kalau nenek harus meninggalkan kita semua untuk selamanya. Aku, mamah dan kakak langsung menuju rumah nenek pada malam itu, dan semua sanak sauadara sudah berkumpul dengan perasaan duka sedalam-dalamnya. 

Tidak hanya itu, kita juga memikirkan tentang kondisi kakek yang masih terbaring lemah di Rumah Sakit. Tak disangka-sangka maut telah menjemput nenek terlebih dulu. Ambulance jenazah nenekpun tiba di halaman depan rumah nenek, dengan suara sirine yang terus terngiang dan balutan kesedihan air mata duka yang terus membasahi bumi. 

Kita tidak mampu memberhentikan tangisan kesedihan itu, aku sangat kehilangan sosok nenek. Masih terbayang senyumannya, masih terkenang tawa sebelum kakek dan nenek terbaring tak berdaya dan sekarang nenek harus meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Bahkan kakek tidak tahu bahwa nenek telah meninggalkan dirinya karena kakek masih terbaring di Rumah Sakit.

Setelah pengurusan jenazah selesai hingga pemakaman, kita keluarga besar berkumpul dengan balutan kesedihan dan duka yang mendalam. Kita berkumpul memikirkan apa yang harus kita katakan kepada kakek kalau nenek telah pergi selamanya. 

Saat itupun banyak sekali kerabat, sanak saudara, masyarakat lainnya yang berbondong-bondong melayat dan menemui keluarga untuk mengucapkan bela sungkawa. Banyak sekali orang yang sayang kepada nenek, terlihat dari ratusan orang seperti lautan manusia yang mengikuti pengurusan jenazah.

Satu minggu setelah kepergian nenek, kondisi kakek di Rumah Sakit membaik. Hingga keesokan harinya kakekpun dipindahkan ke ruang rawat pemulihan biasa. Sungguh keajaiban yang luar biasa setelah satu bulan kakek di ruang ICU sekarang mampu bangkit kembali dari yang lemah tak berdaya menjadi berdaya. 

Setelah beberapa hari kemudian kakek diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Kita keluarga masih bingung apa yang harus dikatakan jika kakek menanyakan nenek. 

Maka dari itu, kita meminta seorang K.H Ulama sekaligus kerabat kakek agar datang ke Rumah Sakit untuk menceritakan apa yang terjadi pada nenek sekaligus menenangkan agar kakek tidak shock. Lalu datanglah Ulama tersebut bernama K.H Umar. Beliau menceritakan perlahan kepada kakek tentang nenek yang telah tiada.

Ucapnya dengan suara lembut dan tenang, "kakek haji, harus kuat harus tegar ya ini sudah menjadi takdir yang Maha Kuasa. Kakek haji harus bisa ikhlas menerimanya."

Kita semua hanya menangis tak tega mendengar ucapan dan nasihat K.H Umar. 

kepada kakek.

Kakekpun menjawab dengan kondisi yang masih lemah, "ada apa ini?"

Ulama tersebut mengucap kembali "istri kakek sudah wafat meninggalkan kakek dan kita untuk selamanya."

Kita tidak tahan untuk terus menangis karena melihat kakek yang begitu tidak menyangka harus ditinggalkan nenek. Hanya dua kata yang terucap dari mulut kakek saat itu  "nenek meninggal?" hingga kakek mengeluarkan air mata kesedihannya. Setelah keadaan sudah tenang, kita membawa pulang kakek dari Rumah Sakit.

Setelah hampir satu bulan lebih kakek meninggalkan rumah dan harus tinggal di Rumah Sakit sementara hingga kakek tidak tahu kepergian nenek yang telah mendahului kita. Akhirnya kakek kembali pulang.

Sesampainya di rumah, kakek masih bertanya "dimana nenek? Kakek mau ketemu"

Jawab saudaraku "nenek sudah meninggal kek." Di situlah aku baru melihat dan mendengar suara tangisan seorang kakek yang amat sangat terpukul harus kehilangan sosok istri tercinta.

Keluar ucapan dari mulut kakek "ternyata yang memisahkan kakek dengan nenek hanyalah maut."

Seiring berjalannya waktu setelah kepergian nenek, kakek menjalani hidup sendiri tanpa seorang istri. Aku dan keluarga sangat bersyukur karena kakek itu kuat dan tegar walau mendapat ujian yang berat bahkan takdir yang memisahkan kakek dan nenek.
Sekitar dua tahun kemudian, hal terberat harus kita hadapi kembali yaitu kakek meninggal dunia. 

Setelah nenek meninggal 11 Januari 2013 kitapun harus kembali mampu mengikhlaskan atas kepergian sosok laki-laki tua yang kuat dan hebat yaitu pada 8 November 2014. Tanpa sebab apa-apa, mungkin karena usia kakek yang sudah sangat tua dan ini semua sudah menjadi takdir sang Illahi. 

Sekarang aku sudah kehilangan nenek dan kakek, tidak hanya aku dan saudara-saudaraku yang kehilangan nenek dan kakek bahkan keduanya telah meninggalkan sepuluh anak yang diantaranya mamahku, dan adik kakak dari mamah. Tidak ada lagi celotehan dari sosok wanita tua dan laki-laki tua. Aku berharap keduanya bisa berada di Surga nya Allah SWT. 

Saat itu aku menjadi saksi nenek dan kakek terbaring tak berdaya di suatu Rumah Sakit yang sama, selain itu aku kembali menjadi saksi atas kepergian nenek yang terlebih dulu dan sekarang menjadi saksi kepergian kakek. 

Hingga pada akhirnya kita semua menjadi saksi atas kepergian keduanya untuk selama-lamanya. Kakek dimakamkan di pinggir makam nenek yaitu bersebelahan, karena sebelum meninggal dunia kakek sempat berpesan,

"jika suatu saat kakek pergi menyusul nenek, kakek ingin sekali ditempatkan bersebelahan dengan makam nenek. Kakek ingin kembali bersama nenek."

Itulah yang menjadi pesan terakhir sebelum kakek meninggal dunia.

Inilah dunia berbicara tentang kehidupan. Semua tidak ada yang tidak bisa terjadi, bahkan hal aneh dan mustahilpun dapat terjadi pula. 

Suatu keajaiban luar biasa terjadi yang aku alami sendiri, pada akhirnya aku dapat merenungkan cinta seorang nenek dan kakek yang abadi hingga mautlah yang hanya dapat memisahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun