Mohon tunggu...
mi imut
mi imut Mohon Tunggu... -

Tertarik dunia junalistik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Asu Panteng

6 Juli 2010   17:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"AaaaaaaaaaaaaaaaaauuuuuuuuuuuuuuuAaaaaaaaaaaauuuuuuuuuuuuuuu"

Lolongan itu dengan samar-samar keluar dari bola api tersebut.

Tak lama bola api api tersebut berlalu. Suasana sontak normal seperti biasa.

"Syukurlah ia cepat berlalu," teriakku senang.

"Akhirnya, kita selamat," ujar Pardi.

Namun, suara Rina tak terdengar. Kami pun melihatnya tergeletak di sisi kami.

"Rin...Rin... kamu kenapa Rin," teriakku panik.

"Ya... Allah  kami belum setengah perjalanan, lindungilah kami," doaku dalam hati. Kami pun panik melihat kondisi Rina. Ia tak bergerak sama sekali meskipun tarikan napasnya masih teratur.

"Rin...Rin..." kuguncang tubuhnya. Kondisi Rina sedikit memberiku keyakinan bola api itu memang bisa membunuh manusia. Bagaimana jika Rina meninggal? Bagaimana jika ia tidak tertolong.

"Pardi segera minta pertolongan, biasanya ada warga yang mencari bakar sekitar sini." Pardi pun bergegas meninggalkan kami berdua di tengah hutan.

Pardi belum hilang dari pandangan, Rina bergerak. Tiba-tiba ia tertawa. Saya pun berteriak memanggil Pardi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun